BAB 1
Pengertian
Model, Dasar Pertimbangan Memilih Model,
dan Model
Pembelajaran Berdasarkan Teori
Disusun oleh: Roni Mardiansa
Kegiatan pembelajaran dilakukan dua
orang pelaku, yaitu guru dan siswa. Perilaku guru adalah mengajar dan perilaku
siswa adalah mengajar. Penelitian tentang model pembelajran telah di lakukan
beberapa ahli di Amerika sejak tahun 1950-an. Model-model yang ditemukan dapat
diubah, diuji kembali dan di kembangkan,selanjutnya dapat diterapkan dalam
kegiatan pembelajaran berdasarkan pola pembelajaran yang digunahkan. Kegiatan
pembelajaran, dalam implementasinya mengenal banyak istilah untuk menggambarkan
cara mengajar yang akan dilakukan oleh guru saat ini, begitu banyak macam
strategi ataupun metode pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran menjadi lebih baik. Istilah model, pendekatan strategi, metode,
teknik, dan taktik sangat familiar dalam dunia, namun terkadang istilah-istilah
tersebut membuat bingung para pendidik.
A.
Pengertian
Model Pembelajaran
Strategi menurut
kemp adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa
agar tujuan pembelajaran dapat di capai secara efektif dan efisien. Oleh sebab
itu, strategi berbeda dengan metode. Strategi menunjukkan pada sebuah
perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat
digunakan untuk melaksanakan strategi. dengan kata lain strategi adalah a
plan of operation achieving something sedangkan
metode adalah a way in achieving something.
Pendekatan dapat
diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk pada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Sedangkan, pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran inkuiri
dan diskoveri serta pembelajaran induktif. Model pembelajaran dapat dijadikan
pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai
dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.
B.
Dasar
Pertimbangan Pemilihan Model Pembelajaran
Berikut beberapa
hal yang harus dipertimbangkan guru dalam memilih model pembelajaran, yaitu:
1.
Pertimbangan terhadap tujuan yang
hendak dicapai.
2.
Pertimbangan yang berhubungan
dengan bahan atau materi pembelajaran.
3.
Pertimbangan dari sudut peserta
didik atau siswa.
4.
Pertimbangan lainnya yang
bersifat nonteknis.
C.
Pola-pola
Pembelajaran
Belajar adalah
proses perubahan tingkah laku individu sebagai hasil dari pengalamannya dalam
berinteraksi dengan lingkungan. Belajar bukan sekedar menghapal, melainkan
suatu proses mental yang terjadi dalam diri seseorang. Pembelajaran pada
hakikatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru dengan siswa, baik
interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak
langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media pembelajaran.
D.
Ciri-ciri
Model Pembelajaran
Model
pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1.
Berdasarkan teori pendidikan dan
teori belajar dari para ahli tertentu.
2.
Mempunyai misi atau tujuan
pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif dirancang untuk
mengembangkan proses berpikir induktif.
3.
Dapat dijadikan pedoman untuk
perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, misalnya model synectic dirancang
untuk memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang.
4.
Memiliki bagian-bagian model yaitu
:
ü urutan
langkah-langkah pembelajaran (syntax);
ü adanya
prinsip-prinsip reaksi;
ü sistem
sosial;
ü sistem
pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan
melaksanakan suatu model pembelajaran.
5.
Memiliki dampak sebagai akibat
terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi:
ü dampak
pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur;
ü dampak
pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
6.
Membuat persiapan mengajar
(desain instruksional dengan pedoman model
pembelajaran yang dipilihnya.
E.
Model
Pembelajaran Berdasarkan Teori
1.
Model Interaksi Sosial
Model
interaksi sosial menitikberatkan hubungan yang harmonis antara individu dengan
masyarakat. Pokok pandangan Gestalt adalah objek atau peristiwa tertentu akan dipandang
sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasikan. Makna suatu objek atau
peristiwa terletak pada keseluruhan bentuk (gestalt) bukan
bagian-bagiannya.
Aplikasi teori
gestalt dalam pembelajaran adalah:
ü Pengalaman,
yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu objek.
ü Pembelajaran
yang bermakna, terkait dalam suatu objek yang akan menunjang pembentukan
pemahaman dalam proses pembelajaran.
ü Perilaku
bertujuan, yaitu perilaku terarah pada suatu tujuan yang akan dicapai.
ü Prinsip
ruang hidup, materi yang disampaikan harus memiliki kaitan dengan situasi lingkungan
dimana siswa itu berada.
Model interaksi
sosial mencakup strategi pembelajaran sebagai berikut.
·
Berperan dalam proses
bermasyarakat.
·
Pertemuan kelas, bertujuan
mengembangkan pemahaman mengenai diri pribadi dan rasa tanggung jawab.
·
Pemecahan masalah sosial,
bertujuan mengembangkan kemampuan memecahkan masalah sosial dengan cara
berpikir logis.
·
Bermain peranan, untuk memberikan
kesempatan peserta didik menemukan nilai-nilai sosial dan pribadi melalui
situasi tiruan.
·
Simulasi sosial, untuk membantu
siswa mengalami berbagai kenyataan sosial serta menguji reaksi mereka.
2.
Model Pemrosesan Informasi
Teori
pemrosesan informasi di pelopori oleh Robert gagne yaitu, pembelajaran
merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan
hasil kumulatif dari pembelajaran. Pembelajaran merupakan keluaran dari
pemrosesan informasi yang berupa kecakapan manusia yang terdiri dari:
ü Informasi
verbal
ü Kecakapan
intelektual
ü Strategi
kognitif
ü Sikap
ü Kecakapan
motoric
Delapan fase
proses pembelajaran menurut robert gagne adalah:
·
Motivasi
·
Pemahaman
·
Pemerolehan
·
Penahanan
·
Ingatan kembali
·
Generalisasi
·
Perlakuan
·
Umpan balik
Ada
sembilan langkah yang harus diperhatikan pendidik di kelas berkaitan dengan
pembelajaran pemrosesan informasi.
§ Melakukan
tindakan untuk menarik perhatian siswa.
§ Memberikan
informasi mengenai tujuan pembelajaran dan topik yang akan dibahas.
§ Merangsang
siswa untuk memulai aktivitas pembelajaran.
§ Menyampaikan
isi pembelajaran sesuai dengan topik yang telah direncanakan.
§ Memberikan
bimbingan bagi aktivitas siswa dalam pembelajaran.
§ Memberikan
penguatan pada perilaku pembelajaran.
§ Memberikan
feedback terhadap perilaku yang ditunjukkan siswa.
§ Melaksanakan penilaian pada proses dan hasil.
§ Memberikan
kesempatan pada siswa untuk bertanya dan menjawab berdasarkan pengalamannya.
Model proses
informasi ini meliputi beberapa strategi pembelajaran, diantaranya:
Ø Mengajar
induktif, yaitu untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan membentuk teori.
Ø Latihan
inquiry, yaitu untuk mencari dan menemukan informasi yang memang diperlukan.
Ø Inquiry
keilmuan, bertujuan untuk mengajarkan sistem penelitian dalam disiplin ilmu.
Ø Pembentukan
konsep, bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir induktif.
Ø Model
pengembangan, bertujuan mengembangkan intelegensi umum terutama berpikir logis,
aspek sosial dan moral.
Ø Advanced
organizer model,
bertujuan mengembangkan kemampuan memproses informasi yang efesien untuk
menyerap dan menghubungkan satuan ilmu pengetahuan secara bermakna.
3.
Model Personal (Personal Models)
Model
ini bertolak dari teori Humanistik, yaitu berorientasi terhadap
pengembangan diri individu. Tokoh
humanistik adalah Abraham Maslow, R. Rogers, C. Buhler, dan Arthur Comb.
Menurut teori ini guru harus berupaya menciptakan kondisi kelas yang kondusif,
agar siswa merasa bebas dalam belajar mengembangkan dirinya, baik emosional
maupun intelektual.
Implikasi teori
Humanistik dalam pendidikan adalah sebagai berikut:
ü Bertingkah
laku dan belajar adalah hasil pengamatan.
ü Tingkah
laku yang ada dapat dilaksanakan sekarang.
ü Semua
individu memiliki dorongan dasar terhadap aktualisasi diri.
ü Sebagian
besar tingkah laku individu adalah hasil dari konsepsinya sendiri.
ü Mengajar
adalah bukan hal penting tapi belajar siswa sangat penting.
ü Mengajar
dapat membantu individu mengembangkan hubungan yang produktif.
Model
pembelajaran personal meliputi:
·
Pembelajaran non-direktif.
·
Latihan kesadaran.
·
Sinetik.
·
Sistem konseptual.
4.
Model Modifikasi Tingkah Laku (Behavioral)
Model
ini bertujuan untuk mengembangkan sistem yang efisien untuk mengurutkan
tugas-tugas belajar dan membentuk tingkah laku dengan cara memanipulasi
penguatan.
Ada empat fase
dalam model modifikasi tingkah laku ini, yaitu:
ü Fase
mesin pembelajaran (CAI dan CBI)
ü Penggunaan
media
ü Pengajaran
berprogram (linear dan branching)
ü Operant
conditioning dan operat reinforcement.[1]
BAB 2
Model
PPSI,Glasser, Gerlach dan Ely, Model Jerold E.Kemp.
Disusun Oleh : Sisusanti
A.
Model
PSSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
Munculnya model
PSSI dilator belakangi oleh beberapa hal berikut.
1.
Pemberlakuan kurikulum 1975,
metode penympaian adalah prosedur
pengembangan system instruksional (ppsi) untuk pengembangan satuan
pembelelajaran (rpp).
2.
Berkembangnya paradigma
pendidikan sebagai suatu system maka pembelajarn menggunakan pendekatan system (PPSI).
3.
Pendidik atau guru masih
menggunakan paradigma transfer of knowledge belum pada pembelajaran yang
professional.
4.
Tuntutan kurikulum 1975 yang
berorintasi pada tujuan, relevansi, efisien, efektifitas, dan kontinuitas.
5.
System semester pada kurikulum
1975 menurut perencanaan pengajaran, sampai satuan materi terkecil.
Konsep dri PPSI
ini adalah bahwa system konstruksional adalah bahwa system instruksional yang
menggunakan pendekatan system, yaitu satu kesatuan yang terorganisasi, yang
terdiri atas sejumlah komponen yang
saling berhubungn stu sama lainya dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan.
Sedangkan fungsi
PPSI adalah untuk mengefektifkan perencanaan dan pelaksaanaan program pelajaran
secara sistemik dan sistematis untuk dijadikan sebagai pedoman pendidik dalam
melaksanakan proses belajar mengajar.
Ada lima
langkah-langkah dalam pengembangan moel PPSI yaitu:
ü
Merumuskan tujuan
pembelajaran(menggunakan istilah yang operasional, berbentuk hasil belajar,
berbentuk tingkah langku dan hanya ada
satu kemampuan atau tujuan).
ü
Pengembangan alat evaluasi
(menentukan jenis tes yang akan digunakan.
ü
Menentukan kegiatan belajar
mengajar,(merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar).
ü
Merencanakan kegiatan program
kegiatan belajar mengajar,(merumuskan materi pelajaran, dan menetapkan metode
yang digunakan).
ü
Pelaksanaan,(mengadakan protest,
menyampaikan materi pelajaran.
Secara lebih rinci langkah-langkah
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
·
Merumuskan tujuan pembelajaran,
·
Mengembangak alat evaluasi
·
Menentukan kegiatan belajar
mengajar
·
Merencanakan program KBN
·
Pelaksanaan
B.
MODEL
GLASSER
1. Pendahuluan
Model
desain pembelajaran pada dasarnya merupakan pengelolaan dan pengembangan yang
dilakukan terhadap komponen-komponen pembelajaran. Adapun model pembelajaran
yang akan dipaparkan adalah model glasser. Model glasser adalah model yang
paling sederhana.
2.
Langkah-Langkah Model Glasser
ü Instructional goals(system objektif)
ü Entering
behavior(system input)
ü Instructional
(system operator)
ü Performance
assessment(autput monitor)
C.
Model
Gerlach dan Ely
1. Pendahuluan
Model
pembelajaran merupakan suatu cara yang sistematis dalam mengidentifikasih,
mengembangkan, dan mengevaluasi seperangkat materi dan strategi yang diarahkan
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Model Gerlach adalah sebuah model
untuk mendesain pembelajaran yang cocok digunakan untuk segala kalangan
termasuk untuk pendidikan tingakat tinggi, karena didalamnya terdapat strategi
yang cocok digunakan oleh peserta didik dalam menerima materi yang akan
disampaikan.
2. Komponen-Komponen
Model Pembelajaran Model Gerlach dan Ely
1)
Merumuskn tujuan pembelajaran (specsification
of objectives)
Tujuan
pembelajaran merukan suaatu target yang ingin dicapai dalam kegiatan
pembelajaran.
2)
Menentukan isi materi (spectification
of content)
Bahan atau
materi pada dasarnya adalah isi aatau konten kurikulum yakni berupa pengalaman
belajar dalam bentuk topic atau subtopic dan rincianya.
3)
Penilaian kemampuan awal siswa (assessment
of entering behavior)
Kemampuan awal
siswa ditentukan dengan memberikan tes awal.
4)
Menentukan srategi (determination
of strategy)
Strategi
pembelajaran merupakan pendekatanyang dipakai pengajar dalam memanifulasi
informasi, memili sumber-sumber dan
menentukan tugas-tugas atau peranan siswa dalam kegiatan belajar mengajar (gerlach
and eny).
Menurut gerlach
and eny ad dua macam pendekatan yaitu:
ü Bentuk
expose (expository) yang lazim digunakan dal kulia-kulia tradisional ,
biasanya lebih bersifat komunikasi satu arah.
ü Bentuk
inquiry lebih mengutamakan partisifasi siswa dalam proses belajar mengajar.
5)
Pengelompokan belajar (organization
of groups)
Beberapa pengelompokan
siswa antara lain:
ü Pengelompokkan
berdasarkan jumlah siswa( grouping by size) yaitu belajar mandiri,
kelompok kecil dn kelompok besar.
ü Pengelompokan
campuran yaitu pengelompokan yang tidk memandang kelas tingakat maupun usia,
tetapi mereka mempunyai tingkat pengetahuan yang sama dalam satu mata pelajaran
ü Gabungan
beberapa kelas yaitu gabungan dari beberapa kelas dalam satu ruangan besar.
ü Sekolah dalam sekolah yaitu satu kompleks yang besar
yang terdidri dari beberapa gedung sekolah.
ü Taman
kependidikan yaitu kampus yang terdiri dari TK sampai Perguruan tinggi dengan
pemusatan sarana, pelayanan dan imformasi.
6)
Pembagian waktu (allocation of
time)
Pemilihan
strategi dan tehnik untuk ukuran kelompok yang berbeda-beda tersebut mau tidak
mau akan memaksa pengajar memikirkan penggunaan waktu. Rencana penggunaan waktu
akan berbeda berdasarkan pokok permsalahan, tujuan-tujuan yang dirumuskan,
ruangan yang tersedia, pola-pola administrasi, serta fasilitas dan minat-minat
para siswa.
7)
Menentukan ruangan (allocation
of space)
Ada tiga
alternative ruangan belajar, agar proses belajar mengajar dapat
terkondisikan, yaitu:
ü Ruangan-ruangan
kelompok besar
ü Ruangan-rungan
kelompok kecil
ü Ruangan
untuk belajar mandiri
8)
Memilih media (allocatin of
resources)
Gerlach and ely
membagikan media sebagai sumber belajar ini kedalam lima kategori:
ü Manusia
dan benda nyata
ü Media
visual proyeksi
ü Media
audio
ü Media
cetak
ü Media
display
9)
Evaluasi hasil belajar (evaluation
of permance)
Hakikat belajar
adalah perubahan tingkah laku pada akhir kegiatan pembelajaran. Oleh karena
itu, dalam proses belajar terdapat rangkaian tes yang dimulai dari tes awal
sampai tes akhir.
10)
Menganalisis umpan balik (analisis
of feedback)
Umpan balik
merupakn tahap terakhir dari pengembangan system instruksional
ini.
3. Kelebihan
dan Kelemahan Model Belajar Gerlach dan Ely
a.
Kelebihan model belajar gerlach
adalah dalam pelaksanaan atau merencanakan pembelajaran terbukti dengan
diadakannya tahapan pengelompokkan belajar, penghitungan pembagian waktu, serta
pengaturan ruang belajar.
b.
Kekuranganya adalah tidak adanya
thpan pengenalan karakteristik siswa sehingga sedikitnya akan membuat guru
kewalahan dalam menganalisis kebutuhan belajar siswa selama proses
pembelajaran.
4. Aplikasi
Model Gerlach dan Ely dalam Penyusunan Desain Pembelajaran
Contoh
penerapan model gerlach and ely dalam penyusunnan desain pembelajarn:
Nama Sekolah:
SMAN 03 indramayu
Kelas/semester:
x/2(dua)
Mata pelajaran:
matematika
Alokasih waktu:
2x45 menit
Pertemuan: 1x
pertemuan
1)
Merumuskan tujuan
pembelajaran
ü Standar
Kompetensi
ü Kompetensi
dasar
ü Indicator
2)
Menentukan isi pelajaran
ü Kesetaraan
dari pernyataan majemuk
ü Konvers,
invers, dan kontraposisi
ü Tautology
dan kontradiksi
3)
Penilaian awal kemampuan siswa
ü Guru
memberikan pretest
ü Data
tentang pengetahuan awal atau kesiapan
4)
Menentukan strategi pembelajaran
5)
Pengelolaan kelas
6)
Pembagian waktu
7)
Penyampaian ruangan
8)
Penyediaan media
pembelajaran
9)
Penilaian
10)
Analisis umpan balik
D.
Model Jerold E. Kemp
1. Pendahuluan
Jerold
E, Kemp berasal dari California state luniversity di Sanjose Kemp mengembangkan
desain internasional yang paling awal bagi pendidikan. Desain pembelajaran
dengan model ini dirancang untuk menjawab 3 pertanyaan yakni :
a.
Apa yang harus dipelajari siswa
(tujuan pembelajaran).
b.
Apa/bagaimana prosedur,dan
sumber-sumber belajar apa yang tepat untuk mencapai hasil beljar yang di
inginkan (media,kegiatan,dan sumber belajar yang di gunakan).
c.
Bagaimana kita tau bahwa hasil
belajar yang diharapkan telah tercapai (evaluasi).
1)
Pokok Bahasan Dan Tujuan Umum (Goal,Topics,And General Purpose)
Pengertian gols
dan general purpose dipadukan jadi satu pengertian yaitu tujuan umum. Dalam
prosedur pengembangan pembelajaran biasa disebut tujuan intruksional.
ü Pokok
Bahasan
Pokok bahasa menjadi dasar dalam
pembelajaran dan menggambarkan ruang lingkup pembelajaran itu sendiri.
ü Tujuan
pembelajaran umum
Tujuan-tujuan umum adalah tujuan
pembelajaran yang sifatnya umum dan belum dapat mengambarkan tingkahlaku yang
lebih spesifik.
2)
Karateristik Siswa(Leaner Characteristic)
Karakteristik
siswa adalah untuk mengukur apakah siswa akan mampu mencapai tujuan belajar
atau tidak.
3)
Tujuan Pembelajaran Khusus (leaner objective)
Tujuan
pembelajaran kusus merupakan penjabaran dari tujuan pembelajaran umum. Ada 3
bagian klasifikasi tujuan pembelajaran
ü Domain
kognitif
ü Domain
efektif
ü Domain
psikomotorik
4)
Materi atau Bahan Belajar (subjek
content)
Subjek content
adalah materi atau pokok bahasan.
5)
Penjajakan Terhadap Siswa (preassessment)
Adalah unutk
menguji,apakah perencana yang telah disusun pada 4 langkah sebelumnya dapat
diteruskan kelangkah selanjutnya. Jadi, preassessment adalah menguji cobakan
rencana pokok bahasan, tujuan belajar dari rencana isi.
6)
Kegiatan Belajar Mengajar dan
Media (Teaching/Leaning Activities and
Resource)
Prinsip-prinsip
Belajar Menurut B.F.Skinner dkk ada sepuluh prinsip sebagai berikut ini.
ü Persiapan
Belajar (prelearning preparation)
ü Motivasi
(motivation)
ü Perbedaan
individual (individual differences)
ü Kondisi
Pembelajaran ( instructional condition)
ü Partisipasi
aktif (active participation)
ü Penyampaian
hasil belajar siswa ( successful achievement)
ü Hasil
yang sudah diperoleh (knowledge of
result)
ü Latihan
( practive)
ü Kadar
bahan yang diberikan (rate of presenting
material)
ü Sikap
mengajar (instructor’s attitude).[2]
BAB 3
Model Pembelajaran
Kooperatif
Disusu oleh: Ira Kristinawati
A.
Konsep Dasar
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja
dalam kelompok-kelompok kecil secara kaloboratif yang anggotanya terdiri dari
empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Dalam
pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas yaitu interaksi
dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dan siswa dan
siswa dan guru.
B.
Karakteristik
Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut
dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menenkankan pada proses kerja
sama dalam kelompok.
Karakteristik atau cirri-ciri
pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Pembelajaran secara tim
Pembelajaran
kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk
mencapai tujuan.
2.
Didasarkan pada menajemen
kooperatif
Ada
3 fungsi sebagai berikut:
ü Fungsi
manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran
kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan,dan langkah-langkah yang
sudah ditemukan.
ü Fungsi
manajemen sebagai organisasi menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif
memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan
efektif.
ü Fungsi
manajemen sebagai kontrol menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu
ditentukan criteria kebeerhasilan baik melalui bentuk tes maupun nontes.
3.
Kemauan untuk bekerja sama
Keberhasilan
pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh
karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan dalam
pembelajaran kooperatif tanpa kerja sama yang baik pembelajaran kooperatif
tidak akan mencapai tujuan yang optimal.
4.
Keterampilan bekerja sama
Kemampuan
bekerja sama itu dipratikan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran
secara kelompok. Dengan demikian siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup
berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
Unsur-unsur
pembelajran pembelajaran koopertif adalah sebagai berikut:
ü Siswa
dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan
bersama.
ü Siswa
bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya seperti milik mereka
sendiri.
ü Siswa
haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang
sama.
ü Siswa
haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota
kelompoknya.
ü Ssiswa
akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah atau penghargaan yang juga akan
dikenakan untuk semua anggota kelompok.
ü Siswa
berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama
selama proses belajarnya.
ü Siswa
dimintak mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam
kelompok kooperatif.
Dalam
pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja. Namun siswa juga
harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan
kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan
kerja dan tugas.
C.
Prinsip-Prinsip
Pembelajaran Kooperatif
Menurut roger
dan david Johnson ada lima unsure dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai
berikut:
1.
Prinsip keterantungan positif
yaitu dalam pembelajaran kooperatif keberhasilan dalam menyelesaikan tugas
tergantung pada siswa yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja
kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok.
2.
Tanggung jawab perseorangan yaitu
keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya.
3.
Interaksi tatap muka yaitu
memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap
muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima
informasi dan anggota kelompok lain.
4.
Partisipasi dan komunikasi yaitu
melatih siswa untuk dapat berpatisipasih aktif dan bekomunikasi dalam kegiatan
pembelajaran.
5.
Evaluasi proses kelompok yaitu
menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok
dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bias bekerja sama dengan lebih
efektif.
D.
Prosedur
Pembelajaran Kooperatif
Prosedur atau
langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat
tahap yaitu sebagai berikut:
1.
Penjelasan materi
Tahap
ini merupakan tahapan penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa
belajar dalam kelompok.
2.
Belajar kelompok
tahapan
ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi siswa bekerja dalam
kelompok yang telah dibentuk sebelumnya.
3.
Penilaian
penilaian
dalam pembelajaran kooperatif bias dilakukan melalui tes atau kuis yang
dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu akan memberikan penilaian
kemampuan individu, sedangkan kelompok akan memberikan penilaian pada kemampuan
kelompoknya.
4.
Pengakuan tim
adalah
penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk
kemudian diberikan penghargaan atau hadiah dengan harapan dapat memotivasi tim
untuk terus berprestasi lebih baik lagi.
E.
Model-Model
Pembelajaran Kooperatif
1.
Model Student Teams Achievement Division (STAD)
Menurut
slavin (2007) model STAD merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling
banyak diteliti. Dalam STAD siswa dibagi manjadi kelompok beranggotakan empat
orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu
pelajaran dan siswa-siswa di dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota
kelompok itu bias menguasai pelajaran tersebut.
2.
Model Jigsaw
Dalam
model kooperatif jigsaw ini siswa memilikibanyak kesempatan untuk mengemukakan
pendapat dan mengolah informasi yang didapat dan dapat meningkatkan
keterampilan berkomunikasi anggota kelompok bertanggung jawab terhadap
keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajaridan dapat
menyampaikan informasinya kepada kelompok lain.
3.
Investigasi kelompok (Group Investigasi)
Model
pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigasi dapat pakai guru untuk mengembangkan kreativitas siswa baik
secara perorangan maupun kelompok. Model pembelajaran kooperatif dirancang untuk
membantu terjadinya pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti
pembelajaran dan berorientasi menuju pembentukan manusia sosial. Model
pembelajaran kooperatif dipandang sebagai proses pembelajaran yang aktif sebab
siswa akan lebih banyak belajar melalui proses pembentukkan dan penciptaan
kerja dalam kelompok dan berbagi pengetahuan serta tanggung jawab individu
tetap merupakan kunci keberhasilan pembelajaran.
4.
Model membuat pasangan
Merupakan
salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini
dikembangkan oleh lorna curran (1994).
Langkah-langkah
model pembelajaran ini adalah:
ü Guru
menyiapakan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/topic yang cocok untuk
sesi review.
ü Setiap
siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang
dipegang.
ü Siswa
mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.
ü Siswa
yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
ü Setelah
satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya, demikian seterusnya.
ü Kesimpulan.
5.
Model teams games tournaments
Menurut
saco (2006), dalam TGT siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim
lain untuk memperoleh skor bagibtim mereka masing-masing. Permainan dalam TGT
dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi
angka tiap siswa. Misalnya, akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka tadi
dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut. Menurut
slavin pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari lima langkah tahapan:
ü Penyajian
kelas.
ü Belajar
dalam kelompok
ü Permainan.
ü Pertandingan.
ü Penghargaaan
kelompok.
Menurut
slavin model pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki cirri-ciri sebagai
berikut:
·
Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil.
·
Permainan.
·
Penghargaan kelompok.
6.
Model structural
Menurut
pendapat spencer dan Miguel kagan (shlomo sharan, 2009:267) bahwa terdapat enam
komponen utama dalam pembelajaran kooperatif tipe pendekatan structural. Keenam
komponen sebagai berikut:
1)
Struktur dan konstruk yang
berkaitan
Premis dasar
dari pendekatan struktur adalah bahwa ada hubungan kuat antara yang siswa
lakukan dengan yang siswa pelajari.
2)
Prinsip-prinsip dasar
Ada empat
prinsip dasar yang penting untuk pendekatan structural, yaitu interaksi
serentak, partisipasi sejajar, interdependensi positif, dan akuntabilitas
perseorangan.
3)
Pembentukan kelompok dan
pembentukan kelas
kagan (shlomo
sharan, 2009:287) membedakan lima tujuan pembentukkan kelompok dan memberikan
struktur yang tepat untuk masing-masing siswa.
4)
Kelompok
Kelompok belajar
kooperatif memiliki identitas kelompok yang kuat, yang idealnya terdiri dari
empat anggota yang berlangsung lama.
a.
Tata kelola
Dalam kelas
kooperatif ditekankan adanya interaksi siswa dengan siswa, untuk itu manajemen
melibatkan berbagai keterampilan berbeda. Dalam perhatian manajemen
diperkenalkan besamaan perkenalan kelompok, susunan tempat duduk, tingkat
suara, pemberian arahan, distribusi, dan penyiapan materi serta dalam
pembentukan sikap kelompok.
b.
Keterampilan sosial
Dalam memperoleh
penampilan sosial dapat menggunakan empat alat yaitu:
ü Peran
dan gerakkan pembuka.
ü Pemodelan
dan penguatan.
ü Struktur
dan pengstrukturan.
ü Refleksi
dan waktu perencanaan.[3]
BAB 4
Model
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
Disusu
oleh: elva wahyuni
Menurut Tan (2003), pembelajaran
berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul
dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga
siswa dapat memberdayakan,mengasah,menguji dan mengembangkan kemampuan
berpikirnya secara berkesinambungan.
A.
Konsep
dan karakteristik pembelajaran berbasis
masalah
Boud dan feletti
(1997) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah inovasi yang
paling signifikan dalam pendidikan. Sedangkan margetson (1994) mengemukakan
bahwa kurikulum PBM membantu untuk meningkatkan perkembangan keterampilan
belajar sepanjang hayat dalam pola piker
yang terbuka,refleksi,kritis,dan belajar aktif.
1. Masalah, pedagogi,dan pembelajaran berbasis masalah
Kekuatan
masalah: Masalah dapat mendorong keseriusan,inquiri,dan berpikir dengan cara
yang bermakna dan sangat kuat (powerful).
ü Masalah dan pedagogi
Menurut
shulman (1991),pendidikan merupakan proses membantu orang mengembangkan kapasitas untuk belajar bagaimana
menghubungkan kesulitan mereka dengan
teka-teki yang berguna untuk membentuk masalah.
2. karakteristik pembelajaran berbasis masalah
ü permasalahan
menjadi starting point dalam belajarpermasalahan yang
ü diangkat
adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur
ü permasalahan
membutuhkan perspektif ganda(multiple perspective)
ü belajar
kolaboratif ,komunikasi,dan kooperatif
ü pengembangan
keterampilan inquiri dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan
isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.
ü PBM
melibatkan evaluasi dan review
pengalaman siswa dan proses belajar.
PBM digunakan
tergantung dari tujuan yang ingin dicapai apakah berkaitan dengan :
·
penguasaan isi pengetahuan yang
bersifat multi-disipliner
·
Pengusaan keterampilan proses dan
disiplin heuristic
·
Belajar keterampilan pemecahan
masalah
·
Belajar keterampilan kolaboratif.
Dan
·
Belajar keterampilan kehidupan
yang lebih luas
B. Peran guru dalam pembelajaran
berbasis masalah
1.
Menyiapkan perangkat berpikir
siswa
Beberapa
hal yang dapat dilakukan guru untuk menyiapkan siswa dalam PBM adalah:
ü membantu
siswa mengubah cara berpikir
ü menjelaskan
apakah PBM itu? Pola apa yang akan dialami oleh siswa dll.
2.
Menekankan belajar kooperatif
3.
Memfasilitasi pembelajaran
kelompok kecil dalam PBM
Guru dapat
menggunakan berbagai teknik belajar kooperatif untuk menggabungkan
kelompok-kelompok kecil tersebut dalam langkah-langkah yang beragam dalam
siklus PBM untuk menyatukan ide,berbagai hasil belajar, dan penyajian ide.
4.
Melaksanakan pembelajaran berbasis masalah.
C.
Proses
Belajar Kognitif
Proses belajar
kognitif itu, meliputi perencanaan penuh untuk berpikir,berpikir secara
menyeluruh,berpikir secara sistematik,berpikir analitik dan berpikir analogis. Berpikir
digunakan dalam PBM ketika siswa merencanakan, membuat hipotesis, menggunakan
perspektif yang beragam, dan bekerja melalui fakta dan gagasan secara
sistematis.
D.
Desain
masalah dalam pembelajran berbasis masalah
1.
Akar desain masalah
Menurut
Michael Hiks (1991), ada empat hal yang harus diperhatikan ketika membicarakan
masalah, yaitu : memahami masalah,kita tidak tahu bagaimana cara memecahkan
masalah tersebut, adanya keinginan memecahkan masalah tersebut, dan adanya
keyakinan mampu memecahkan masalah tersebut.
2.
menentukan tujuan pembelajaran
berbasis masalah
Tujuan
PBM adalah pengusaan isi belajar dari
disiplin heuristic dan pengembangan keterampilan pemecahan masalah. PBM juga
berhubungan dengan belajar tentang
kehidupan yang lebih luas, keterampilan memaknai informasi,kolaboratif ,
belajar tim, dan keterampilan berfikir reflektif dan evaluatif.
3.
Desain masalah
Desain
masalah memilki ciri-ciri sebagai
berikut.
ü karakteristik:
masalah nyata dalam kehidupan,adanya relavansi dengan kurikulum.
ü konteks:
masalah tidak terstruktur,menantang,memotivasi dan memiliki elemen baru.
ü sumber
dan lingkungan belajar: adanya bimbingan dalam proses memecahkan masalah dan
menggunakan sumber,adanya sumber informasi, dan hal-hal yang diperlukan dalam
proses pemecahan masalah.
ü presentasi;
penggunaan skenario masalah, penggunaan video klip,audio,jurnal, dan majalah
E.
Pengembangan
kurikulum dalam pembelajaran berbasis masalah
Kurikulum dalam
pembelajaran berbasis masalah meliputi:
1.
Mega level (the why) :
profil lulusan yang diharapkan ,tujuan umum
program,pengetahuan,keterampilan,sikap, dan kompetensi lainnya yang menekankan
dan pengembangan displin ilmu.
2.
Makro level (the what) :
latihan dan modul tujuan dan lembaga,belajar dari materi dan silabus, penilaian
tujuan,struktur,criteria, dan kegiatan evaluasi.
3.
Mikro level (the how):
struktur kegiatan,jadwal sesi PBM,tutorial, struktur belajar mandiri dan sumber
masalah.
F.
Pembelajaran
berbasis masalah dan perencanaan
Langkah pertama
dalam perencanaan kurikulum kaitannya dengan PBM adalah menentukan tujuan dalam
memanfaatkan PBM dan tujuan program kurikulum, seperti yang disebutkan diatas
mega level, makro level dan mikro level. Seperti halnya proses pengembangan
kurikulum,adanya standar dalam pengembangan, dimulai dengan menentukan tujuan
sesuai kebutuhan,kemudian perlu mempersiapkan sebuah dokumen yang meliputi:
1)
rasional penggunaan PBM
2)
apa PBM dan apa yang diperlukan
3)
tujuan PBM dan hasil yang ingin
dicapai.
G.
Pembelajaran
berbasis masalah dan e-learning
1.
pembelajaran berbasis masalah dan
system manajemen belajar
System
manajemen belajar seperti halnya dengan papan tulis,sumber belajar dan
perlengkapan belajar(buku-buku,dokumen dll). Dalam perkembangannya telah
diciptakan perlengkapan yang lebih canggih seperti grafik,video,fotografi dll.
2.
inovasi e-learning
E-learning memiliki
manfaat yang cukup besar terutama ketika dikaitkan dengan jarak dan
keterbatasan waktu dalam belajar, belajar dapat dilakukan hanya melaui web.[4]
BAB 5
MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK
Disusun Oleh : Shinta Nur Aini
A.
Latar
Belakang Pembelajaran Tematik
Berdasarkan paduan KTSP, pengelolaan
kegiatan pembelajaran pada kelas awal Sekolah Dasar dalam mata pelajaran dan
kegiatan belajar pembiasan dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran
tematik dan diorganisasikan sepenuhnya oleh sekolah/ madrasah. Dengan demikian,
kegiatan menganalisis kompetensi dasar, hasil
belajar dan indikator tidak perlu dilakukan secara tersendiri karena dapat
dilaksanakan berbarengan dengan penentuan jaringan tema. Tema-tema yang bisa
dikembangkan di kelas awal sekolah Dasar mengacu kepada
prinsip-prinsip.sebagai berikut:
1.
Pengalaman mengembangkan tema dalam kurikulum
disesuaikan dengan mata pelajaran yang akan dikembangkan.
2.
Dimulai dari lingkungan yang terdekar dengan anak (expanding
community approach).
3.
Dimulai dari hal-hal yang mudah menuju yang sulit,
dari hal yang sederhana menuju yang kompleks, dan dari hal yang kongkret menuju
yang abstrak.
KTSP
merupakan kurikurum operasional yang berbasis kompetensi sebagai hasil
refleksi, pemikiran dan pengkajian yang mendalam dari kurikulum yang telah berlaku beserta
pelaksanaannya. Dengan kurikulum ini diharapkan dapat membantu mempersiapkan
peserta didik menghadapi
tantangan-tantangan di masa depan. Kompetensi-kompetensi yang dikembangkan
dalam KTSP diarahkan untuk memberikan keterampilan dan keahlian bertahan hidup
daram kondisi yang penuh dengan berbagai perubahan, persaingan, ketidakpastian,
dan kerumitan- kerumitan dalam kehidupan. Kurikulum ini ditujukan untuk menciptakan
lulusan yang kompeten dan cerdas dalam membangun inregriras sosial, serta
membudayakan dan mewujudkan karakter nasional.
Dalam
implementasi KTSP, telah dilakukan berbagai studi yang mengarah pada
peningkatan efisiensi dan efektivitas layanan dan pengembangan sebagai
konsekuensi dari suatu inovasi pembelajaran. Sebagai salah satu bentuk
efisiensi dan efektivitas implementasi kurikulum itu, yaitu dengan
dimunculkannya berbagai model implementasi kurikulum. Model pembelajaran
tematik merupakan salah satu model implementasi kurikulum yang dianjurkan pada
tingkat satuan pendidikan Sekolah Dasar. Model pembelajaran tematik pada
hakikatnya merupakan suatu sistem pembela jaran yang memungkinkan siswa baik
secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, mengeksprorasi, dan
menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik, autentik dan
berkesinambungan.
B.
Tahap
Perkembangan Belajar Anak Sekolah Dasar
Tahap
perkembangan tingkah laku belajar siswa Sekolah Dasar sangat dipengaruhi oleh
aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungan yang ada di sekitarnya. Kedua hal
tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam
konteks interaksi diri siswa dengan lingkungannya. Menurut piaget (1950) setiap
anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan
lingkungannya (teori kognitif).
Menurut
Piaget, Setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemato., yaitu
sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemaharnan terhadap objek
yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung
melalui proses asimilasi, yaitu menghubungkan objek dengan konsep yang sudah
ada dalam pikiran anak dan akomodasi, yaitu proses memanfaatkan konsep-konsep
dalam pikirannya untuk menafsirkan objek yang dilihatnya. Kedua proses tersebut
jika berlangsung terus-menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan
baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu anak secara bertahap dapat
membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan di sekitarnya.
Piaget
membagi perkembangan berpikir anak ke dalam tahap-tahap sebagai berikut: usia
0-2 tahun (sensorimotor),2-7 tahun (praoperasional), 7-11 tahun (operasi
konkret), dan usia 11 tahun lebih (operasi formal). Pada setiap tahapan
tersebut menunjukkan perilaku yang unik, dimanis dan menjadi ciri psikologis
dari perilaku belajar pada rentang usia tersebut.
Anak pada
usia Sekolah Dasar (7-11 tahun) berada pada tahapan operasi konkret. Pada
rentang usia ini tingkah laku anak yang tampak yaitu:
ü anak mulai
memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain
secara reflektif dan memandang unsur unsur secara serentak,
ü anak mulai berpikir secara operasional,
ü anak mampu
mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda,
ü anak dapat
membentuk dan menggunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah
sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan
ü anak dapat
memahami konsep substansi, panjang, lebar, luas, tinggi, rendah, ringan, dan
berat.
Kecenderungan
belajar anak usia Sekolah Dasar memiliki tiga ciri, yaitu: konkret, integratil
dan hierarkis. Konkret mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal
yang konkret yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan
diotak-atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber
belajar yangdapat dioptimalkan untuk pencapaian proses dan hasil pembelajaran
yang berkualitas bagi anak usia sekolah dasar. Pemanfaatan lingkungan akan
menghasilkan proses dan hasil belajar lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa
dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami,
sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih
dapat dipertanggungjawabkan.
Hampir semua
tema/ topik pembelajaran dapar dipelajari dari lingkungan. Integratif berarti
memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan dan terpadu. Anak usia
sekorah dasar belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal
ini melukiskan cara berpikir deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi
bagian. Dengan demikian, keterpaduan konsep tidak dipilah-pilah daram berbagai
disiplin ilmu, tetapi dikait-kaitkan menjadi pengalaman belajar yang bermakna
Hierakis adalah berkembang secara bertahap mulai dari tal-hal yang sederhana ke
hal-hal yang lebih kompleks. Dengan demikian, perlu diperhatikan urutan logis,
keterkaitan antar materi pelajaran, dan cakupan keluasan materi pelajaran.
C.
Belajar dan
Pembelajaran Bermakna (Meaningful Learning)
Menurut
Jackson (1991) belajar merupakan proses membangun pengetahuan melalui
transformasi pengalaman, sedangkan pembelajaran rnerupakan upaya yang sistemis
dan sistematis dalam menata lingkungan belajar guna menumbuhkan dan
mengembangkan belalar peserta didik. Proses belajar itu sendiri bersifat
individual dan kontekstual, artinya proses belajar rersebut terjadi dalam diri
individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya. proses belajar
merupakan indikator berhasil tidaknya pembelajaran.
Belajar
bermakna (meaningfuil learning) pada dasarnya merupakan suatu proses
dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam
strukrur kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa
mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan substantif antara aspek-aspek,
konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang
relevan di dalam struktur kognitif siswa. Baik dalam bentuk hubungan-hubungan
yang bersifat derivatif, elaboratif, korelatif, supportif, maupun yang bersifat
hubungan - hubungan kualifikatif arau representasiona. proses belajar tidak
sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta belaka (root learning),
berusaha menghubungkan konsep-konsep tersebut untuk menghasilkan pemahaman yang
utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah
dilupakan.
Dengan
demikian, agar terjadi belajar bermakna, maka guru harus selalu berusaha
mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu
memadukannya secara harmonis konsep konsep tersebut dengan pengetahuan baru
yang akan diajarkan. Bila tidak dilakukan usaha untuk memadukan pengetahuan
baru dengan konsep konsep relevan yang sudah ada dalam strukrur kognitif siswa,
maka pengetahuan baru tersebut cenderung akan dipelajari secara hafalan.
Jaringan tema
yang dirancang dalam pelaksanaan pembelajaran tematik merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengetahui
keterkaitan isi antar satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya. Dengan
demikian, penggunaan jaringan tema tersebut merupakan jalan pembuka yang
menghasilkan upaya terjadinya belajar bermakna. Kompetensi dasar dan materi
yang luas dan tersebar pada masing-masing mata pelajaran dapat mengakibatkan
pemahaman yang parsial dan tidak terintegrasi, padahal memiliki jalinan konsep
yang saling mendukung.
Penerapan
pembelajaran tematik dapat memberikan keterhubungan antar satu mata pelajaran
dengan mata pelajaran lainnya dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan
kualitas belajar siswa. Penyajian materi tidak didasarkan pada kait berkaitnya
konsep akan mengakibatkan pemahaman yang sukar, parsial, dan tidak mendasar.
Dengan penerapan pembelajaran tematik akan membantu para siswa membangun
kebermaknaan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang baru dan lebih kuat. Kaitan
antarsatu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya. bagi siswa merupakan hal yang penting dalam
belajar, sehingga apa yang dipelajari
oleh siswa akan Iebih bermakna, lebih mudah diingat dan lebih mudah
dipahami, diolah serta digunakan untuk memecahkan permasalahan dalam
kehidupannya.
Belajar akan
lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya.
Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam
kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan
persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
D.
Pengertian
pembelajaran Tematik
pembelajaran.tematik
merupakan salah satu model dalam pembelajaran terpadu (integrated
instruction) yang merupakan suatu system pembelajaran yang memungkinkan
siswa, baik secara individual maupun kelompok aktif menggali dan menemukan
konsep serta prinsip- prinsip keilmuan secara holistic, bermakna dan autentik.
Pembelajaran terpadu berorientasi pada praktik pemberajaran yang sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan siswa. pendekatan ini berangkat dari teori
pembelajaran yang menolak proses latihan/ hafalan (drill) sebagai dasar
pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak. Teori pembelajaran
ini dimotori para tokoh Psikologi
Gestalt, termasuk piaget yang menekan bahwa pembelajaran itu haruslah bermakna
dan beroiienrasi kebutuhan dan perkembangan anak. pendekatan pembelajaran terp
lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning
by doing).
Model
pembelajaran tematik adalah model pemberajaran terpadu yang menggunakan
pendekatan tematik yang melibatkan bebera mata pelajaran untuk memberikan
pengalaman bermakna kepada siswa., Dikatakan bermakna karena dalam pemberajaran
tematik, siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui
pengalarnan langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah
dipahaminya. Fokus perhatian dalam pembelajaran tematik terletak pada proses
yang ditempuh siswa saat berusaha memahami isi pembelajaran sejalan dengan
bentuk-bentuk keterampilan yang harus dikembangkannya.
Dalam
pelaksanaannya, pendekatan pembelajaran tematik ini bertolak dari suaru tema
yang dipilih dan dikembangkan oleh guru bersama siswa dengan memerhatikan
keterkaitannya dengan isi mata pelajaran. Tema adalah pokok pikiran atau
gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983). Tujuan
dari adanya tema ini bukan hanya untuk menguasai konsep-konsep dalam suatu mata
pelajaran, akan tetapi juga keterkaitannya dengan konsep-konsep dari mata
pelajaran lainnya. Dengan adanya
tema ini akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:
ü siswa mudah
memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,
ü siswa dapat
memperajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar
matapelajaran dalam tema yang sama;
ü pemahaman
terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
ü kompetensi
dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan rnata pelajaran lain
dengan pengalaman pribadi siswa;
ü siswa dapat
lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks
tema yang jelas;
ü siswa dapat
lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk
mengernbangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari
matapelajaran lain;
ü guru dapat
menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat
dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu
selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
E. Landasan
Pembelajaran Tematik
Dalam setiap
pelaksanaan pembelajaran tematik di Sekolah Dasar, seorang guru harus
mempertimbangkan banyak faktor. Selain karena pembelajaran itu pada dasarnya
merupakan implementasi dari kurikulum yang berlaku, juga selalu membutuhkan
landasan-landasan yang kuat dan didasarkan atas hasil-hasil pemikiran yang
mendalam. Pembelajaran tematik memiliki posisi dan potensi yang sangat
strategis dalam keberhasilan proses pendidikan di sekolah dasar. Dengan posisi
seperti itu, maka dalam pembelajaran tematik dibutuhkan berbagai landasan yang
kokoh dan kuat serta harus diperhatikan oleh para guru pada waktu merencanakan,
melaksanakan, dan menilai proses dan hasilnya. Landasan- landasan pembelajaran
tematik di Sekolah Dasar meliputi landasan filosofis, landasan psikologis, dan
landasan yuridis
1. Secara filosofis, kemunculan pembelajaran tematik
sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat berikut: (1) progresivisme, (2)
konstruktivisme, dan (3) humanisme. Aliran progresivisme memandang proses
pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreativitas, pemberian sejumlah
kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memerhatikan pengalaman siswa. Dalam
proses belajar, siswa dihadapkan pada permasalahan yang menuntut pemecahan.
Untuk memecahkan masalah tersebut, siswa harus memilih dan menyusun ulang
pengetahuan dan pengalaman belajar yang telah dimilikinya. Aliran
konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences)
sebagai kunci dalam pembelajaran.
Dalam hal
ini, isi atau materi pembelajaran perlu dihubungkan dengan pengalaman siswa
secara langsung. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau
bentukan manusia. Manusia mengonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan
objek, fenomena; pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat
ditransfer begitu saja seorang guru kepada siswa, tetapi harus
diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa.
Pengetahuan
bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang
terus-menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat
berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat siswa dari
segi keunikan/kekhasannya potensinya, dan morivasi yang dimilikinya. Siswa
selain memiliki kesamaan juga memiliki kekhasan,implikasi dari hal tersebut
dalam kegiatan pembelajaran yaitu:
ü layanan
pembelajaran selain bersifat klasikal, juga bersifat individual,
ü pengakuan
adanya siswa yang lambat (slow learner) dan siswa yang cepat,
ü penyikapan
terhadap hal-hal yang unik dari diri siswa, baik yang menyangkut faktor
personal/ individual maupun yang menyangkut faktor lingkungan sosial/
kemasyarakatan
2. Landasan psikologis terutama berkaitan dengan psikologi perkem, bangan
peserta didik dan psikologi belajar. psikologi perkembangan. diperlukan
terutama dalam menentukan isi/ materi pembelajaran tematik, yang diberikan
kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya' sesuai dengan tahap
perkembangan peserta didik. psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal
bagaimana isi/ materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa
dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya. Melalui pembelajaran tematik
diharapkan adanya perubahan perilaku siswa menuju kedewasaan, baik fisik,
mental ,intelektual, moral maupun sosial.
3. Landasan yuridis berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan
yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di Sekolah Dasar. Dalam UU No.
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa setiap anak berhak
memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan
tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (Pasal 9). Dalam UU No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa setiap
peserta didik. pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V pasal 1-b).
selain
ketiga landasan di atas, dalam pelaksanaan pembelajaran tematis perlu juga
dipertimbangkan landasan sosial-budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni (IPTEKS). pembelajaran selalu mengandung nilai yang harus
sesuai dengan nilai yang berlaku dalam masyarakat. Di sarnping itu,
keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi juga oleh lingkungan. Kehidupan
masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya, harus menjadi
dasar dan acuan untuk mencapai keberhasilan pembelajaran tematik. Landasan
IPTEK diperlukan dalam pengembangan pembelajaran tematik sebagai upaya
menyelaraskan materi pembelajaran dengan perkembangan dan kemajuan yang terjadi
dalam dunia IPTEK, baik secara langsung maupun tidak langsung.
F.
Pentingnya
Pembelajaran Tematik Untuk Murid Sekolah Dasar
Model
pernbelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses
belajar atau mengarahkan siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
Melalui pembelajaran tematik siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan
terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajari
secara holistik, bermakna, autentik, dan aktif. Cara pengemasan pengalaman
belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan belajar
siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual proses
pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antarmata pelajaran yarrg
dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan
kebulatan pengetahuan. Pentingnya pembelajaran tematik diterapkan di Sekolah
Dasar karena pada umumnya siswa pada tahap ini masih melihat segala sesuatu
sebagai satu keutuhan (holistik), perkembangan fisiknya tidak pernah bisa
dipisahkan dengan perkembangan mental, sosial, dan emosional.
Apabila
dibandingkan dengan pembelajaran konvensionai, pembelajaran tematik memiliki
beberapa keunggulan, di antaranya:
1. pengalaman
dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan
anak usia sekolah dasar;
2. kegiatan- kegiatan
yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan
kebutuhan siswa;
3. kegiatan belajar akan lebih bermakna dan
berkesan bagi siswa, sehingga hasil belajar dapar bertahan lebih lama;
4. membantu mengembangkan keterampilan berpikir
siswa
5. menyajikan
kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering
ditemui siswa dalam lingkungannya; dan
6. mengembangkan
keterampilan sosial siswa, seperti kerja sama, toleransi, komunikasi, dan
tanggap terhadap gagasan orang lain
Selain
adanya keunggulan-keunggulan tersebut diatas, pembelajaran tematik sangat
penting diterapkan di Sekolah Dasar sebab memiliki banyak nilai dan manfaat, di
antaranya:
1) dengan
menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi mata pelajaran
akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan,
dihilangkan,
2) siswa dapat
melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/ materi pembelalaran lebih
berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir,
3) pembelajaran
tidak terpecah-pecah karena siswa dilengkapi dengan pengalaman belajar yang
lebih terpadu sehingga akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi yang
lebih terpadu juga,
4) memberikan
penerapan-penerapan dari dunia nyata, sehingga dapat mempertinggi kesempatan
transfer belajar (transfer of rearning),
5) dengan
adanya pemaduan antarmata pelajaran, maka penguasaan materi pembelajaran akan
semakin baik dan meningkat
G.
Karasteritik
Model Pembelajaran Tematik
sebagai
suatu model pembelajaran di Sekolah Dasar, pembelajaran tematik memiliki
karakteristik-karekteristik sebagai berikut:
1. Berpusat pada siswa
Pembelajaran
tematik berpusat pada siswa (student centered). Hal ini sesuai dengan
pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek
belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, yaitu
memberikan kemudahan kemudahan pada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
2. Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran
tematik dapat memberikan pengaraman langsung pada siswa (direct experiences).
Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuaru yang nyata
(konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
3. Pemisahan mata pelajaran tidak
begitu jelas
Dalam
pembelajaran tematik pemisahan antarmata pelajaran menjadi tidak begitu jelas.
Fokus pembelajaran diarahkan pada pembahasan tema-tema yang paling dekat
berkaitan dengan kehidupan siswa.
4. Menyajikan konsep dari berbagai mata
pelajaran
Pembelajaran
tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu
proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa dapat memahami konsep-konsep
tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan
masalah- masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
5. Bersifat fleksibel
pembelajaran
tematik bersifat luwes (fleksibel) di mana guru dapat mengaitkan bahan
ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelaran yang lainnya, bahkan
mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan di mana sekolah dan
siswa berada.
6. Hasil pembelajaran sesuai dengan
minat dan kebutuhan siswa
Siswa diberi
kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat
dan kebutuhannya.
7. Menggunakan prinsip belajar sambil
bermain dan menyenangkan.
H.
Rambu-Rambu
Pembelajaran Tematik
Dalam
pelaksanaan pembeiajaran tematik yang harus diperhatikan adalah sebagai
berikut.
1. Tidak semua
mata pelajaran harus dipadukan.
2. Dimungkinkan
terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas semester.
3. Kompetensi
dasar yang tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan untuk dipadukan. Kompetensi
dasar yang tidak diintegrasikan dibelajarkan secara tersendiri.
4. kompetensi
dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap diajarkan baik melalui
tema lain maupun disajikan secara tersendiri
5. Kegiatan
pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung serta
penanaman nilai-nilai moral.
6. Tema- tema
yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik siswa, minat, iingkungan, dan
daerah setempat.
I.
Ruang
Lingkup Pembelajaran Tematik
Ruang
lingkup pengembangan pembelajaran tematik meliputi seluruh mata peiajaran pada
kelas I, II, dan III sekolah Dasar, yaitu pada mata pelajaran Pendidikan Agama,
Bahasa Indonesia, Matematika, IImu Pengetahuan alam, Pendidikan
Kewarganegaraan, Irmu pengetahuan sosial, seni Budaya dan Kererampilan, serta
pendidikan Jasmani, olahraga dan kesehatan
J.
Implementasi
Pembelajaran Tematik
keberhasilan
pelaksanaan pembelajaran tematik dipengaruhi oleh seberapa jauh pembelajaran
tersebut direncanakan sesuai dengan kondisi dan potensi siswa (minat, bakat,
kebutuhan, dan kemampuan). standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus
dikuasai siswa sudah tertulis dalam Kurikulum Tingkat satuan pendidikan pada
setiap rnata pelajaran yang terpisah satu dengan lainnya. Berkenaan dengan
perencanaan pembelajaran tematik, hal pertama yang harus mendapat perhatian
guru di sekoiah Dasar, yaitu kejelian dalam mengidentifikasi SK/ KD dan
menetapkan indikator pada setiap mata pelajaran yang akan dipadukan Guru harus
memahami betul kandungan isi dari masing- masing komperensi dasar dan indikator
tersebut sebelum dilakukan pemaduan-pemaduan. Penerapan sistem guru kelas di
sekolah Dasar, di mana guru memiliki pengalaman mengajarkan seluruh mata
pelajaran, guru bisa lebih cepat melihat keterhubungan kompetensi dasar dan
indikator antarmata pelajaran.
Dalarn merancang pernbelajaran
tematik di Sekolah Dasar bisa dilakukan dengan dua cara :
1. dimulai
dengan menetapkan teriebih dahulu tema-tema tertentu yang akan diajarkan, dilanjutkan
dengan mengidentifikasi dan memetakan kompetensi dasar pada beberapa mata
pelajaran yang diperkirakan relevan dengan tema-tema tersebut. Tema-tema
ditetapkan dengan memerhatikan lingkungan yang terdekat dengan siswa, dimulai
dari hal yang termudah menuju yang sulit, dari hal yang sederhana menuju yang
kompleks, dan dari hal yang konkret menuju ke hal yang abstrak. Cara ini
biasanya dilakukan untuk kelas-kelas awal sekolah (kelas I dan II). Contoh tema
yang bisa dikembangkan, misalnya diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, lingkungan masyarakat, pekerjaan, tumbuhan, hewan, alam sekitar, dan
sebagainya.
2. dimulai
dengan mengidentifikasi kompetensi dasar dari beberapa mata pelajaran yang
memiliki hubungan, dilanjutkan dengan penetapan tema pemersatu. Dengan
demikian, tema-tema pemersatu tersebut ditentukan setelah mempeiajari
kompetensi dasar dan indicator yang terdapat dalam masing-masing mata
pelajaran. Penetapan tema dapat dilakukan dengan melihat kemungkinan materi
pelajaran pada salah satu mata
pelajaran yang dianggap dapat mempersatukan beberapa kompetensi dasar pada
beberapa mata pelajaran yang akan dipadukan Cara ini dilakukan untuk jenjang
Sekolah Dasar kelas III s.d VI
Alur atau langkah-langkah dalam
mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran tematik meliputi tujuh tahap,
yaitu:
1. Menetapkan Mata Pelajaran yang akan Dipadukan
Tahap ini sebaiknya dilakukan
setelah rnembuat pemetaan kompetensi dasar secara menyeluruh pada semua mata
pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar dengan maksud supaya terjadi
pemerataan keterpaduan dan pencapaiannya. Pada saat menetapkan beberapa mata
pelajaran yang akan dipadukan sebaiknya
sudah disertai dengan alasan atau rasionai yang berkaitan dengan pencapaian komperensi
dasar oleh siswa dan kebermaknaan belajar.
2.
Mempelajari (Kompetensi
Dasar dan Indikator dari Mata Pelajaran yang akan Dipadukan
Pada tahap ini dilakukan Pada tahap ini dilakukan
pengkajian atas kompetensi dasar pada jenjang dan kelas yang sama dari beberapa
mata pelajaran yang memungkinkan untuk diajarkan dengan menggunakan payung
sebuah tema pemersatu. Sebelumnya perlu ditetapkan terlebih dahulu aspek- aspek
dari setiap mata pelajaran yang dapat dipadukan.
3.
Memilih dan Menetapkan Tema/
Topik pemersatu
Tahap berikutnya, yaitu memilih dan menerapkan tema
yang dapat mempersatukan kompetensi-kompcrensi dasar dan indikator pada setiap
mata pelajaran yang akan dipadukan pada kelas dan semester yang sama Dalam
memilih dan menetapkan tema terdapat beberapat beberapa hall yang perlu pertimbangan,
di antararanya:
ü Tema yang
dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir pada diri siswa serta
terkait dengan cara dan kebiasaan belajarnya,
ü ruang
lingkup tema disesuaikan dengan usia dan perkembangan siswa, termasuk minat,
kebutuhan, dan kemampuannya, dan penerapan tema dimuiai dari lingkungan yang
terdekat dan dikenali oleh siswa. Tema-tema pemersatu yang akan dibahas dalam
pembelajaran tematik biasa ditetapkan sendiri oleh guru dan/ atau bersama siswa
berdasarkan pertimbangan- pertimbangan tersebut.
Dalam silabus pembelajaran. Komponen
rencana pembelajaran tematik meliputi:
Ø Tema atau
judul yang akan dipelajari dalam pembelajara.
Ø Identitas
mata pelajaran (nama mata pelajaran yang akan dipadukan, kelas, semester, dan
waktu/banyaknya jam pertemuan yang dialokasikan).
Ø Kompetensi
dasar dan indicator yang hendak dicapai
Ø Materi pokok
beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa dalam rangka mencapai kompetensi
dasar dan indicator.
Ø Strategi
pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkret yang harus dialakukan siswa
dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran dan sumber belajar untuk
menguasai kompetensi dasar dan indicator)
Ø Alat dan
media yang digunakan untuk memperlancar pencapaian kompetensi dasar , serta
sumber bahan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran tematik sesuai dengan
kompetensi dasar yang harus dikuasai
Ø Penilaian
dan tindak lanjut (prosedur dan instrument yang akan digunakan untuk menilai
pencapaian belajar siswa serta tindak lanjut hasil penilaian)
Ø Rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) tematik sebaiknya disusun dalam bentuk atau format naratif.
Contoh format dan pedoman penyusunan rencana pembelajaran tematik dapat dilihat
pada uraian berikut.[5]
BAB 6
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN MANDIRI
OLEH : Jon Fauzi
A.
Konsep Belajar
Dan Pembelajaran Mandiri
Kata mandiri
mengandung arti tidak tergantung kepada orang lain, bebas, dan dapat melakukan
sendiri. Kata ini sering kali diterapkan untuk pengertian dan tingkat
kemandirian yang berbeda-beda. Dalam belajar mandiri, menurut Wedemeyer (
1983), peserta didik yang belajar secara mandiri mempunyai kebebasan untuk
belajar tanpa harus menghadiri pembelajaran yang diberikan guru/pendidik
dikelas. Di samping itu, peserta didik mempunyai otonomi dalam belajar. Otonomi
tersebut terwujud dalam beberapa kebebasan sebagai berikut :
1.
Peserta didik mempunyai
kesempatan untuk ikut menentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai sesuia
dengan kondisi dan kebutuhan belajarnya.
2.
Peserta didik boleh ikut
menentukan bahan belajar yang ingin dipelajarinya dan cara mempelajarinya.
3.
Peserta didik mempunyai kebebasan
untuk belajar sesuai dengan kecepatannya sendiri.
4.
Peserta didik dapat ikut
menentukan cara evaluasi yang akan digunakan untuk menilai kemajuan belajarnya.
Sejaan
dengan wedemeyer, Moore ( 1983)
berpendapat bahwa cirri untama suatu proses pembelajaran mandiri ialah adanya
kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk ikut menentukan tujuan,
sumber dan evaluasi belajarnya. Karena itu, program pembelajaran mandiri dapat
diklasifikasikan berdasarkan besar kecilnya kebebasan (Otonomi) yang diberikan
kepada peserta didik untuk ikut menentukan program pembelajarannya. Tingkat
kemandirian pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan berikut :
ü
Otonomi dalam menentukan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai.
ü
Otonomi dalam belajar.
ü
Otonomi dalam evaluasi hasil
belajar.
Belajar mandiri
tidak berarti belajar sendiri, belajar mandiri bukan merupakan uasaha untuk
mengasingkan peserta didik dari teman belajarnya dan dari guru atau
instrukturnya. Hal yang terpenting dalam proses belajar mandiri ialah
peningkatan kemampuan dan keterampilan peserta didik dalam proses belajar tanpa
bantuan orang lain, sehingga pada akhirnya peserta didik tidak tergantung pada
guru/pendidik, pembimbing, teman atau orang lain dalam belajar. Tugas
guru/instruktur dalam proses belajar mandiri ialah menjadi fasilitator, yaitu
menjadi orang yang siap memberikan bantuan kepada peserta didik bila
diperlukan.
Belajar mandiri
merupakan kemampuan yang tidak banyak berkaitan dengan pembelajaran apa, tetapi
lebih berkaitan dengan bagaimana proses belajar tersebut dilaksanakan. Kegiatan
belajar mandiri merupakan salah satu bentuk kegiatan belajar yang lebih menitik
beratkan pada kesadaran belajar seseorang atau lebih banyak menyerahkan kendali
pembelajaran kepada diri siswa sendiri. Sesuai dengan konsep belajar mandiri,
bahwa seorang siswa diharapkan dapat :
1.
Menyadari bahwa hubungan antara
pengajar dengan dirinya tetap ada, namun hubungan tersebut diwakili oleh bahan
ajar atau media belajar.
2.
Mengetahui konsep belajar
mandiri.
3.
Mengetahui kapan ia harus minta
tolong, kapan ia mebutuhkan bantuan atau dukungan.
4.
Mengetahui kepada siapa dan dari
mana ia dapat atau harus memproleh bantuan atau dukungan.
B.
Tingkat
Kemandirian Peserta Didik Dalam Kegiatan Pembelajaran
Kemandirian
belajar itu dapat ditinjau dari ada tidaknya kesempatan yang diberikan kepada
peserta didik, dalam menentukan tujuan pembelajaran, dalam memilih cara dan
media belajar yang digunakan untuk mencapai tujuan. Dalam menentukan cara,
alat, dan criteria evaluasi hasil belajarnya. Kemandirian belajar diberikan
kepada peserta didik dengan maksud supaya peserta didik mempunyai tanggung
jawab untuk mengatur dan mendisiplinkan dirinya dan mengembangkan kemampuan
belajar atas kemauan sendiri. Berikut adalah sebuah gambaran mengenai
tingkat-tingkat kemandirian dalam berbagai program pembelajaran seperti yang di
utarakan oleh moore, yaitu :
1.
Program pembelajaran yang paling
tinggi tingkat kemandiriannya ialah private study atau program belajar
sendiri. Dalam program pembelajaran ini si pelajar mempunyai kebebasan
sepenuhnya dalam menentukan tujuan belajarnya, media dan cara belajarnya, serta
criteria keberhasilan belajarnya.
2.
Orang yang mempelajari keterampilan
dibidang olahraga. Orang ini mempunyai kebebasan atau kemandirian dalam
menentukan tujuan, dia bebas menentukan keterampilan apa yang ingin dia
pelajari.
3.
Kursus dan evaluasi yang
dikontrol peserta didik (learner controls course and evaluation). Jalannya
kursus ini dan cara evaluasinya dikontrol sendiri oleh peserta didik. Dari nama
programnya jelas bahwa peserta didik dalam kursus ini mempunyai kemandirian
dalam memilih cara belajar dan menilai kemajuan belajarnya.
4.
Belajar mengendarai mobil. Orang
yang belajar mengendarai mobil dapat ikut menentukan tujuan yang ingin dicapai,
tetapi tidak mempunyai kemandirian dalam menentukan cara belajarnya.
5.
Evaluasi yang dikontrol peserta
didik (learner controls evaluation). Program pembelajaran ini member
keleluasaan kepada peserta didik untuk menilai kemajuan belajarnya sendiri
tetapi tidak mandiri dalam menentukan tujuan.
6.
Kuliah mandiri (independent
courses), dalam kuliah ini mahasiswa tidak mandiri dalam menentukan tujuan
dan cara evaluasinya. Kemandirian yang diproleh mahasiswa hanya dalam
menentukan bahan dan cara belajarnya saja.
7.
Belajar bebas untuk mendapatkan
kredit (independent study for credit), dalam program ini peserta didik
tidak mempunyai kemandirian dalam menentukan tujuan, dalam menentukan cara dan
media belajar serta dalam menentukan cara evaluasinya.
a.
Kemandirian peserta didik dan
keberhasilan belajar
1.
Peserta didik yang sudah sangat
mendiri mempunyai karakteristik sebagai berikut:
ü Sudah
mengetahui dengan pasti apa yang ingin dia capai dalam kegiatan belajarnya.
ü Sudah
dapat memilih sumber belajar sendiri dan mengetahui kemana dia dapat menemukan
bahan-bahan belajar yang dinginkan.
ü Sudah
dapat menilai tingkat kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaannya
atau untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang dijumpainya dalam
kehidupannya.
2.
Siswa yang kurang mandiri
biasanya belum mempunyai tingkat kemandirian seprti yang dijelaskan di atas.
Oleh karena itu dia mempunyai pilihan program pembelajaran yang berbeda dengan
siswa yang telah lebih mandiri. Siswa seperti itu mempunyai karakter sebagai
berikut :
ü Lebih
menyukai program pembelajaran yang sudah terstruktur. Dia lebih suka mengikuti
program pembelajaran yang tujuannya sudah dirumuskan dengan jelas.
ü Lebih
suka mengikuti program pembelajaran yang bahan belajarnya telah ditentukan
dengan jelas dan cara belajarnya juga telah ditentukan dengan jelas.
ü Belum
dapat menilai kemampuannya sendiri, karena dia lebih menyukai program
pembelajaran yang telah mempunyai criteria keberhasilan yang jelas.
b.
Belajar mandiri pada pendidikan
orang dewasa
Yaitu
mempelajari sesuatu yang berkaitan dengan hobi atau untuk menambah pengetahuan
atau keterampilan dibidang tertentu.
c.
Belajar mandiri di SMP terbuka
SMP
terbuka adalah SMP yang kurikulumnya sama dengan kurikulum SMP regular, tetapi
cara belajarnya menggunakan pendekatan sekolah terbuka atau jarak jauh. Siswa
SMP terbuka tidak diwajibkan datang kesekolah untuk mengikuti pelajaran dari
guru setiap hari. Tetapi mereka wajib datang ketempat kegiatan belajar (TKB) setiap
hari untuk mempelajari bahan belajar cetakan yang disebut modul secara mandiri.
Lalu dimana letak kemandirian siswa SLTP terbuka dalam belajar?
ü Apakah
siswa diberi kesempatan untuk ikut menentukan tujuan pembelajarannya? Tujuan
pembelajaran setiap modul telah dirumuskan berdasarkan kurikulum yang berlaku
oleh guru yang menulisnya. Jadi siswa tidak diberi kesempatan ikut
menentukannya. Namun demikan siswa diberi kebebasan untuk menentukan tujuan
belajar yang ingin dicapai untuk setiap harinya.
ü Apakah
siswa diberi kebebasan dalam memilih bahan belajar dan cara belajar sendiri?
Media utama yang dipakai di SMP terbuka memang telah ditentukan oleh Departemen
DIkbud, yaitu modul. Sedangkan sebagai media penunjang telah ditentukan
misalnya, media radio, media kaset, suara, dan media slite suara (flim bingkai
suara). Jadi siswa tidak dapat menentukan sendiri bahan belajar yang dipakai.
Tetapi siswa diberi kebebasan dalam memilih nomor modul yang akan
dipelajarinya, dan siswa juga bebas dalam menentukan cara mempelajari modul
itu.
ü Apakah
siswa diberi kesempatan untuk ikut menentukan cara evaluasi yang digunakan
untuk menilai kemajuan belajarnya? Pada sistem SMP terbuka ada beberapa jenis
evaluasi yaitu, evaluasi mandiri, evaluasi akhir modul, dan evaluasi akhir unit
dan evaluasi belajar tahap akhir. Evaluasi mandiri berupa pertanyaan latihan
atau tugas yang disediakan pada akhir setiap kegiatan belajar dalam modul.
Dengan demikian siswa dapat menilai kemajuan belajarnya sendiri. Evaluasi akhir
modul adalah evaluasi yang diberikan setelah siswa selesai mempelajari sebuah
modul sampai tuntas. Siswa diberi kebebasan kapan dia akan menempuh evaluasi
akhir modul ini. Tes akhir diberikan setelah siswa menyelesaikan beberapa modul
yang merupakan satu unit pelajaran. Evaluasi belajar tahap akhir diberikan pada
akhir cawu atau semester.
C.
Belajar Mandiri
dalam Sistem Pembelajaran Jarak Jauh
Wedemeyer
mempunyai gagasan bahwa untuk mengatasi persoalan jarak sistem pendidikan
terbuka jarak jauh perlu diciptakan sistem pembelajaran yang memperhatikan
aspek-aspek sebagai berikut :
1.
Peserta didik belajar terpisah
dari guru/instruktur.
2.
Isi pelajaran disampaikan melalui
tulisan atau media lainnya.
3.
Pembelajaran dilaksanakan dengan
pendekatan individual dengan proses belajar terjadi melalui kegiatan peserta
didik.
4.
Belajar dapat dilakukan ditempat
yang dianggap sesuai untuk peserta didik dilingkungannya sendiri.
5.
Peserta didik bertanggung jawab
atas kemajuan belajarnya dan mempunyai kebebasan dalam menentukan kapan akan
mulai dan akan berhenti belajar, serta kebebasan dalam menentukan kecepatan
belajarnya.
Hubungan
antara jarak dan kemandirian ini digambarkan dengan baik oleh Moore dalam
teorinya, menurut Moore, pendidikan terbuaka/jarak jauh merupakan konsep
pendidikan dimana hubungan antara guru/instruktur dan peserta didik tergantung
pada 3 hal, yauti:
ü interaksi
antara guru/instruktur dan peserta didik (dialog).
ü struktur
program pembelajarannya (struktur),
ü sifat
atau tingkat kemandirian peserta didik (otonomi).
Dewey,
seperti yang dikutip oleh Moore, mengutarakan pendapatnya bahwa menurutnya
transaksi pendidikan itu merupakan interaksi antara lingkungan, individu, dan
perilaku yang terjadi dalam situasi tertentu.jarak kejiwaan dan jarak
komunikasi inilah yang disebut Moore sebagai jarak transaksi.
D.
Model-model
pembelajaran mandiri
1.
Model SAVI
Model
SAVI yaitu, somatic, auditori, visual dan intelektual. Somatic artinya
belajar belajar dengan bergerak dan berbuat. Auditori artinya belajar dengan
berbicara dan mendengar. Visual artinya belajar mengamati dan menggambarkan.
Dan intelektual artinya belajar dengan memecahkan masalah dan menerangkan.
Strategi pendekatan SAVI ini dilaksanakan dalam siklus pembelajaran empat
tahap, yaitu persiapan, penyampaian, pelatihan dan penampilan hasil.
2.
Model MASTER
Rose
dan Nicholl memperkenalkan satu model belajar yang dikenal dengan MASTER, yaitu
para pembelajar mulai menyadari bahwa belajar bukan sesuatu yang dilakukan
untuk pembelajar, hanya pembelajar yang dapat melakukannya. Model ini meliputi,
Mind, artinya mendapatkan keadaan pikiran yang benar dengan menjelaskan
kepada pembelajar tentang kerja otak dan gaya belajar dengan cara melihat
relevansi, memvisualisasikan hasil yang bermutu, member siswa control diri,
menciptakan moto kelas, dan melibatkan orang tua. Acquire, artinya
memproleh informasi yang terjadi dari gagasan inti. Search Out, mencari
makna melalui pembimbing mereka, membantu membuat kerangka visual pemikiran
mereka, berpikir mendalam dan melibatkan kecerdasan kinestetik dengan cara
imajinasi terbimbing, pertanyaan menantang, dan belajar interpersonal. Trigger,
artinya memicu memori. Exhibit, memamerkan apa yang diketahui
melalui teknik tantanglah persaingan, penilain personal, catatan prestasi, dan
nilai. Reflect, artinya merelefsikan cara belajar.
E.
Bahan belajar
mandiri
Bahan belajar
mandiri adalah bahan belajar yang disusun sedemikian rupa, sehingga relative
mudah dipelajari peserta didik tanpa bantuan dari orang lain. Bahan belajar
mandiri termasuk bahan belajar yang terstruktur. Berikut adalah jenis-jenis
bahan belajar mandiri diantarnya,:
ü
Modul, yaitu suatu paket program
yang disusun dalam bentuk satuan tertentu dan didesain sedemikian rupa guna
kepentingan belajar siswa. Satu paket modul biasanya memiliki komponen petunjuk
guru, lembar kegiatan siswa, lembar kerja siswa, kunci lembar siswa, lembar
tes, dan kunci lembaran tes.
ü
Bahan pembelajaran berprogram,
yaitu paket program pembelajaran individual, hamper sama dengan modul.
Perbedaannya dengan modul ialah bahan pembelajaran berprogram ini disusun
dengan topic-topik kecil untuk setiap bingkai atau halamannya. Satu bingkai
biasanya berisi informasi yang merupakan bahan pembelajaran, pertanyaan dan
balikan dari pertanyaan bingkai lain.
ü
Digital conten berbasis web,
yaitu bahan pembelajaran online dalam bentuk pembelajaran mandiri maupun
sumber-sumber belajar lainya.[6]
BAB 7
Model
Pembelajaran Berbasis Web (E-Learning)
Disusun oleh : Arci Novita
Dahyani
A.
Konsep
E-Learning
Banyak para ahli yang mendefinisikan e-learning sesuai
sudut pandangnya. Karena e-learning kepanjangan dari elektronik learning ada
yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pembelajaran yang
memanfaatkan teknologi elektronik (radio, televisi, film, komputer, internet,
dll .
Menurut Jaya Kumar C.Koran
(2002), e-learning adalah pembelajaran yang menggunakan rangkaian
(LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran,
interaksi, atau bimbingan. Ada pula yang menafsirkan e-learning sebagai
bentuk pendidikan jarak jauh yang dilakukan melalui media internet. Sedangkan
Dong (dalam Kamarga, 2002) mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar
asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan
belajar yang sesuai dengan kebutuhannya.
Rosenberg (2001) menekankan bahwa e-learning merujuk
pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang
dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Bahkan Onno W. Purbo (2002)
menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning
digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung
usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet.
Secara lebih rinci Rosenberg (2001) mengkategorikan tiga
kriteria dasar yang ada dalam e-Learning, yaitu:
1. E-Learning bersifat jaringan, yang membuatnya mampu
memperbaiki secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan,
dan sharing pembelajaran dan informasi. Persyaratan ini sangatlah penting dalam
e-learning, sehingga Rosenberg menyebutnya sebagai persyaratan absolut.
2.
E-Learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan menggunakan
standar teknologi internet. CD ROM, Web TV, Web Cell Phones, pagers, dan alat
bantu digital personal lainnya walaupun bisa menyiapkan pesan pembelajaran
tetapi tidak bisa digolongkan sebagai e-learning.
3.
E-Learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang
paling luas, solusi pembelajaran yang menggungguli paradigma tradisional dalam
pelatihan.
Uraian
di atas menunjukan bahwa sebagai dasar dari e-Learning adalah pemanfaatan
teknologi internet. e-learning merupakan bentuk pembelajaran konvensional yang
dituangkan dalam format digital melalui teknologi internet. Oleh karena itu
e-Learning dapat digunakan dalam sistem pendidikan jarak jauh dan juga sistem
pendidikan konvensional. Dalam pendidikan konvensional fungsi e-Learning bukan
untuk mengganti, melainkan memperkuat model pembelajaran konvensional.
Dalam
hal ini Cisco (2001) menjelaskan filosofis e-Learning sebagai berikut:
1)
E-Learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi,
pendidikan, pelatihan secara on-line.
2)
E-Learning
menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara
konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM,
dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan
globalisasi.
3)
E-Learning tidak
berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi
memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan
teknologi pendidikan.
4)
E-learning,
kapasitas siswa amat bervariasi
tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan
antar conten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik
kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.
Adapun karakteristik
dari e-learning antara lain :
ü Memanfaatkan jasa elektronik, disini antara guru dan siswa,
siswa dengan siswa yang lainnya dan bahkan antara guru dan sesame guru dapat
berkomunikasi dengan mudah.
ü Memanfaatkan keunggulan computer.
ü Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri, disimpan dikomputer
sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan dimana saja jika yang
bersangkutan memerlukannya.
ü Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil belajar,
dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap
saat dikomputer.
B. Pemanfaatan E-Learning dalam
Pembelajaran
Dunia pendidikan terimbas pula oleh pesatnya perkembangan
jagat maya. Sekolah lewat internet menjadi sesuatu hal yang memungkinkan.
e-learning, sebuah alternatif media pendidikan yang tidak mengenal ruang dan
waktu. Model sekolah lewat internet seharusnya ideal buat negeri kita. Pemanfaatan e-learning tidak terlepas
dari jasa internet. Karena teknik pembelajaran yang tersedia di internet begitu
lengkap, maka hal ini akan berpengaruhi terhadap tugas guru dalam proses
pembelajaran. Dahulu, proses belajar mengajar didominasi oleh peran guru
disebut the era of teacher, sementara siswa hanya mendengar penjelasan
guru. Kemudian, proses belajar dan mengajar didominasi oleh peran guru dan buku
(the era of teacher and book) dan pada saat ini proses belajar dan mengajar didominasi oleh
peran guru, buku dan teknologi (the era of teacher, book and technology).
Teknologi internet pada hakekatnya merupakan perkembangan
dari teknologi komunikasi generasi sebelumnya. Media seperti radio, televisi,
video, multi media, dan media lainnya telah digunakan dan dapat membantu
meningkatkan mutu pendidikan. Apalagi media internet yang memiliki sifat
interaktif, bisa sebagai media massa dan interpersonal, dan sumber informasi
dari berbagai penjuru dunia, sangat dimungkinkan menjadi media pendidikan lebih
unggul dari generasi sebelumnya. Oleh karena itu Khoe Yao Tung (2000)
mengatakan bahwa setelah kehadiran guru dalam arti sebenarnya, internet akan
menjadi suplemen dan komplemen dalam menjadikan wakil guru yang mewakili sumber
belajar yang penting di dunia. Pemanfaatan internet sebagai media pembelajaran
memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut :
1. Dimungkinkan terjadinya distribusi pendidikan
kesemua penjuru tanah air dan kapasitas yang ditampung tidaklah terbatas karena
tidak memerlukan ruang kelas.
2. Proses pembelajaran tidak terbatas oleh
waktu seperti halnya tatap muka saja.
3. Peserta didik dapat dengan mudah berguru pada para ahli di bidang
yang diminatinya.
Pendapat ini hampir senada dengan Budi Rahardjo (2002).
Menurutnya, manfaat internet bagi pendidikan adalah dapat menjadi akses kepada
sumber informasi, akses kepada nara sumber, dan sebagai media kerjasama. Akses
kepada sumber informasi yaitu sebagai perpustakaan on-line, sumber literatur,
akses hasil-hasil penelitian, dan akses kepada materi kuliah. Akses kepada nara
sumber bisa dilakukan komunikasi tanpa harus bertemu secara fisik. Sedangkan
sebagai media kerjasama internet bisa menjadi media untuk melakukan penelitian
bersama atau membuat semacam makalah bersama.
Penelitian di Amerika Serikat tentang pemanfaatan
teknologi komunikasi dan informasi untuk keperluan pendidikan diketahui
memberikan dampak positif (Pavlik, 19963)). Studi lainya dilakukan oleh Center
for Applied Special Technology (CAST), “bahwa pemanfaatan internet sebagai
media pendidikan menunjukan positif terhadap hasil belajar peserta didik)”.
Walaupun masih banyak kendalanya, terlebih di Indonesia, kesenjangan mutu pendidikan
antar-daerah seperti itu setidaknya bisa dijembatani dengan model sekolah lewat
internet, e-learning. Syaratnya, mengubah paradigma teaching menjadi learning.
Pembelajaran (learning) berbeda dengan pengajaran (teaching).
Banyak definisi, redefinisi, atau kutipan mengenai learning. Intinya, belajar
itu menyangkut perubahan terhadap diri-sendiri, mengubah perilaku, melakukan
discovery (menguak apa yang semula tertutup). Pendeknya, belajar mengubah
seseorang menjadi cerdas, bukan sekadar pintar. "Pintar" dan
"cerdas" berbeda: smart people know from repetition of others.
Intelligent people can figure it out by themselves.
Sedangkan dalam pengajaran guru atau instruktur
memberikan waktu, energi, dan usaha untuk menyiapkan murid atau anak didik
sesuai dengan tujuan instruksional. Guru memberi, murid menerima. Namun, orang
yang diajar oleh guru atau melalui komputer belum tentu belajar, karena hasil
belajar mensyaratkan adanya perubahan terhadap diri-sendiri.
C. Model Pembelajaran Berbasis E-Learning
Pengembangan pembelajaran berbasis e-learning perlu
dirancang secara cermat sesuai tujuan yang diinginkan. Maka menurut Haughey
(1998) ada tiga kemungkinan dalam pengembangan sistem pembelajaran berbasis
internet, yaitu :
1. Web course adalah penggunaan internet untuk keperluan pendidikan,
yang mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan
adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan,
ujian, dan kegiatan pembelajaran lainnya sepenuhnya disampaikan melalui
internet. Dengan kata lain model ini menggunakan sistem jarak jauh.
2. Web centric course adalah penggunaan
internet yang memadukan antara belajar tanpa tatap muka (jarak jauh) dan tatap
muka (konvensional). Sebagian
materi disampaikan melalui internet, dan sebagian lagi melalui tatap muka.
Fungsinya saling melengkapi. Dalam model ini pengajar bisa memberikan petunjuk
pada siswa untuk mempelajari materi pelajaran melalui web yang telah dibuatnya.
Siswa juga diberikan arahan untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang
relevan. Dalam tatap muka, peserta didik dan pengajar lebih banyak diskusi
tentang temuan materi yang telah dipelajari melalui internet tersebut.
3. Web enhanced course adalah pemanfaatan
internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di
kelas. Fungsi internet adalah untuk memberikan pengayaan dan komunikasi antara
peserta didik dengan pengajar, sesama peserta didik, anggota kelompok, atau
peserta didik dengan nara sumber lain. Oleh karena itu peran pengajar dalam hal
ini dituntut untuk menguasai teknik mencari informasi di internet, membimbing
mahasiswa mencari dan menemukan situs-situs yang relevan dengan bahan
pembelajaran, menyajikan materi melalui web yang menarik dan diminati, melayani
bimbingan dan komunikasi melalui internet, dan kecakapan lain yang diperlukan.
Pengembangan
e-learning tidak semata-mata hanya menyajikan materi pelajaran secara on-line
saja, namun harus komunikatif dan menarik. Materi pelajaran didesain seolah
peserta didik belajar dihadapan pengajar melalui layar komputer yang
dihubungkan melalui jaringan internet. Untuk dapat menghasilkan e-learning yang
menarik dan diminati, Onno W. Purbo (2002) mensyaratkan tiga hal yang wajib
dipenuhi dalam merancang e-learning, yaitu “sederhana, personal, dan cepat”.
Sistem yang sederhana akan memudahkan peserta didik dalam memanfaatkan
teknologi dan menu yang ada , dengan kemudahan pada panel yang disediakan, akan
mengurangi pengenalan sistem e-learning itu sendiri, sehingga waktu belajar
peserta dapat diefisienkan untuk proses belajar itu sendiri dan bukan pada
belajar menggunakan sistem e-learning-nya.
Komunikasi atau interaksi antara guru dan murid memang
sebaiknya melalui sistem dua arah. Dalam e-learning, sistem dua arah ini juga
bisa diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1)
Dilaksanakan melalui cara langsung (synchronous).
Artinya pada saat instruktur memberikan pelajaran, murid dapat langsung
mendengarkan; dan
2)
Dilaksanakan melalaui cara tidak langsung (a-synchronous).
Misalnya pesan dari instruktur direkam dahulu sebelum digunakan.
D. Kelebihan dan Kekurangan E-Learning
Dari berbagai pengalaman dan juga dari berbagai informasi
yang tersedia, memberikan petunjuk tentang manfaat penggunaan internet,
khususnya dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh (Elangoan, 1999, Soekartawi,
2002; Mulvihil, 1997; Utarini, 1997), antara lain dapat disebutkan sbb:
1.
Tersedianya fasilitas e-moderating di mana guru dan siswa
dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau
kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh
jarak, tempat dan waktu.
2.
Guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk
belajar yang terstruktur dan terjadual melalui internet, sehingga keduanya bisa
saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari;
3.
Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat
dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer.
4.
Bila siswa
memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya,
ia dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah.
5.
Baik guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui
internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga
menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.
6.
Berubahnya peran
siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif;
7.
Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal
jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional, bagi mereka yang sibuk
bekerja, bagi mereka yang bertugas di kapal, di luar negeri, dsb-nya.
Walaupun
demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning juga tidak
terlepas dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001, Beam, 1997),
antara lain dapat disebutkan sbb:
1) Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar
siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya
values dalam proses belajar dan mengajar;
2) Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial
dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial;
3) Proses belajar dan mengajarnya cenderung
ke arah pelatihan daripada pendidikan;
4) Berubahnya peran guru dari yang semula
menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui
teknik pembelajaran yang menggunakan ICT;
5) Siswa yang tidak mempunyai motivasi
belajar yang tinggi cenderung gagal;
6) Tidak semua tempat tersedia fasilitas
internet (mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon
ataupun komputer);
7) Kurangnya tenaga yang mengetahui dan
memiliki ketrampilan soal-soal internet; dan
8) Kurangnya penguasaan bahasa komputer.[7]
BAB 8
MODEL PAKEM
( Partisipatif,
Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan )
Disusu oleh
: Atika Okta Lestari
A.
Pengertian PAKEM
PAKEM
merupakan model pembelajaran dan menjadi pedoman dalam bertindak uuntuk mencapai
tujuan yang telah ditetpakan. Dengan pelaksanaan pembelajaran PAKEM, diharapkan
berkembanganya berbagai macam inovasi kegatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pemeblajaran yang partisipatif, aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan. Pemebalajran merupakan bentuk kurikulum disekolah dari kurikulum
yang sudah dirancang dan menuntut aktifitas dan kreativitas guru dan siswa
sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan secara efektif dan menyenangkan.
Ini sesuai yang dinyatakan oleh Brooks bahwa “ pembaaruan dalam pendidikan
harus dimulai dari ‘bagaimana anak belajar’ dan ‘bagaimana guru mengajar’. Bukan dari ketentuan-ketentuan hasil”.
1.
Pembelajaran
Partisipatif
Pembelajaran
partisipatif yaitu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran
secara optimal. Pembelajaran ini menitikberatakan pada keterlibatan siswa pada kegiatan
pembelajaran. ( child center / studentt center ) bukan pada dominasi
guru dalam dalam penyampaian materi pelajaran ( teacher center ). Jadi
pembelajaran akan lebih bermkana bila siswa diberikan kesempatan untuk
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan pembelajaran, sementara guru berperan
sebagai fasilitator dan mediator sehingga siswa mampu berperan dan
berpartisipasi aktif dalam mengaktualisasikan kemampuannya di dalam dan diluar
kelas.
2.
Pemeblajaran
Aktif
Pembelajaran
aktif merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih banyak melibatkan aktivitas
siswa dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahasa dan
dikaji dalam proses pembelajaran dikelas. Pembelajaran aktif memiliki persamaan
dengan model pembelajaran self discovery learning, yakni pembelajaran
yang dilaksanakan oleh siswa untuk menemukan kesimpulan sendiri sehingga dapat
dijadikan sebagai nilai baru yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan
sehari – hari.
Dalam
pembelajaran aktif, guru lebih banyak memosisikan dirinya sebagai fasilitator,
yang bertugas memberikan kemudahan belajar ( to facilitate of learning )
kepada siswa. Siswa terlibat secara aktif dan berperan dalam proses
pembelajaran, sedangkan guru lebih banyk membeikan arahan dan bimbingan, serta
mengatar sirkulasi dan jalannya proses pembelajaran.
3.
Pembelajaran
Kreatif
Merupakan
proses pembelajaran yang mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan
memunculkan kreativitas siswa selama pembelajaran berlangsung, dengan
menggunakan bebrapa metode dan strategi yang bervariasi, misalnya kerja
kelompok, bermain peran, dan pemecahan masalah. Berfikir kritis harus
dikembangkan dlam proses pembelajaran agar siswa terbiasa mengembangkan kretivitasnya.
Pada umunya, berfikir kreatif memiliki empat tahapan sbb.
ü persiapan,
yaitu proses pengumpulan informasi untuk diuji.
ü inkubasi,
yaitu duatu rentang waktu untuk merenungkan hipotesis informasi tersebut sampai
diperoleh keyakinan bahwa hipotesis tersebut rasional.
ü ilmunisasi,
suatu kondisi untuk menemukan keyakinan bahwa hipotesis tersebt benar, tepat
dan rasional.
ü verifikasi, yaitu pengujian kembali hipotesis untuk
dijadikan sebuah rekomendasi, konsep atau terori.
4.
Pembelajaran
Efektif
Pembelajaran
dapat dikatakan efektif jika mampu memberikan pengalaman baru kepada siswa
membentuk kompetensi siswa, serta mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin
dicapai secara optimal. Hal ini dapat dicapai dengan melibatkan serta mendidik
mereka dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Menurut
Kenneth D. More, ada tujuh langkah dalam mengimplementasikan pembelajaran
efektif, yaitu :
ü Perencanaan
ü Perumusan
tujuan / kompetensi
ü Pemaparan
perencanaan pembelajaran kepada siswa
ü Proses
pembelajaran dengan menggunakan berbagai straegi ( multistrategi )
ü Evaluasi
ü Menutup
proses pembelajaran
ü Follow
up
/ tindak lanjut
5.
Pembelajaran
menyenangkan
Pembelajaran
menyenangkan adalah adanya pola hubunganyang baik antara guru dengan siswa
dalam proses pembelajaran. Terdapat
empat aspek yang mempengaruhi model PAKEM :

Gambar
11.1 Aspek-aspek dalam model pembelajaran PAKEM
B.
Model – Model
Pembelajaran yang Mendukung Pembelajaran PAKEM
1.
Pembelajaran
Kuantum ( Quantum Teaching )
Menurut
Bobbi deporter ( 2005 : 5 ) “Quantum is an interaction that change energy
into light.” Maksud dari “ Energi menjadi cahaya ‘’
adalah mengubah semua habatan-habatan belajar yang selama ini dipaksakan untuk
terus dilakukan menjadi sebuah manfaat bagi siswa sendiri dan bagi orang lain,
dengan memaksimalkan kemampuan dan bakat alamiah siswa. Prinsip
yaang harus ada dalam pembelajaran kuantum Menurut Bobbi deporter ( 2005 : 5 )
:
ü Segalanya
berbicara
ü Segalanya
bertujuan
ü Pengalaman
sebelum pemberian nama
ü Akui
setiap usaha
ü Jika
layak dipelajari, maka layak pula dirayakan
Dalam
pembelajaran kuantum terdapat kerangka yang menjamin siswa tertarik dan berminat pada setiap mata pelajaran. Kerangka perencanaan pembelajaran
kuantum kemudian dinamakan dengan TANDUR ( deporter, 2000 : 89 ).
·
Tumbuhkan
·
Alami
·
Namai
·
Demontrasikan
·
Ulangi
·
Rayakan
2.
Pembelajaran
Kontekstual
CTL
( contextual teaching and learning ) adalah konsep belajar yang membantu
guru menghubungkan antara materi pelajaran yang akan diajarkankepada siswa
sesuai dengan yang terjadi dan mendorong siswa untuk bisa menerapkan
pengetahuan yang didapat dalam kehidupan sehari-hari. Ada
5 elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu :
ü Harus
memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa.
ü Pembelajaran
dimulai dari keseluruhan menuju bagian yang khusus.
ü Pembelajaran
harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara :
·
menyusun konsep
sementara,
·
melalui sharing
untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain,
·
merevisi dan
mengembangkan konsep.
ü Pemebalajaran
ditekankan pada uapaya mempraktekan secara langsung apa-apa yang dipelajari.
ü Adanya
refleksi terhadap strategi pembelajaran dan engembangan pengetahuan yang
dipelajari.[8]
BAB 9
MODEL PEMBELAJARAN KURIKULUM BERBASIS
KOMPETENSI (KBK)
DAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)
Oleh: Hasnita
A.
PENGERTIAN KBK
DAN KTSP
1.
KBK merupakan seperangkat rencana
dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar serta pemberdayaan sumber
daya pendidikan.
Batasan tersebut
mengisyaratkan bahwa KBK dikembangSSkan dengan tujuan agar peserta didik
memperoleh kompetensi dan kecerdasan yang mampu dalam membagun identitas budaya
dan bangsanya.
2.
KTSP merupakan penyempurnaan dari
kurikulum 2014 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan
oleh masing-masing satuan pendidikan/sekolah.
Berdasarkan
pengertian diatas terdapat persamaan dan perbedaan antara KBK dan KTSP,
persamaannya, keduanya sama-sama seperangkat rencana pendidikan yang
berorientasi pada kompetensi dan hasil belajar peserta didik. Perbedaannya
menampak pada teknis pelaksanaan. Jika KBK disusun oleh pemerintah pusat, dalam
hal ini Depdiknas (c.q.puskur); KTSP disusun oleh tingkat satuan pendidikan
masing masing, dalam hal ini sekolah yang bersangkutan, walaupun masih tetap
mengacu pada rambu-rambu nasional panduan penyusuanan KTSP yang disusun oleh
badan independen yang disebut badan standar nasional pendidikan (BSNP).
B.
KOMPETENSI
1.
Pengertian
Kompetensi
merupakan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan
dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. kebiasaan berfikir dan bertindak secara
konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti
memiliki pengetahuan keterampilan dan nilai-nilai dasar untuk melakukan
sesuatu.
2.
Aspek-aspek yang terkandung dalam
kompetensi
Menurut gorden,
aspek-aspek yang terkandung dalam kompetensi adalah :
ü Pengetahuan
( knowledgen), pengetahuan seseorang untuk melakukan sesuatu.
ü Pemahaman
( understanding), kedalam kognitif dan efektif yang dimiliki oleh individu.
ü Keterampilan
(skill), adalah sesuatu yang individu miliki untuk melakukan tugas yang
dibebanikan.
Nilai (value) adalah suatu
standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologi telah menjadi bagian
dari dirinya, sehingga akan mewarnai dalam segala tindakannya.
ü Sikap
(attitude),perasaan atau reaksi terhadap suatu ransangan yang datang
dari luar.
ü Minat
(interest), kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau
perbuatan.
Berdasarkan
pendapat gordon diatas kompetensi tidak hanya ada dalam tataran penegeatahuan
tetapi juga harus terlihat dalam pola prilaku. Seseorang dipandang mempunyai
sesuatu kompetensi, tidak hanya sekedar tahu mengenai sesuatu, tetapi ia juga
mempunyai implikasi dan terimplementasi dalam prilakunya. Jadi kompetensi ialah
perpanduan dari penegtahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan
dalam berpikir dan bertindak.
3.
Macam-macam kompetensi
Kompetensi
yang akan dicapai dalam proses pembalajaran ada 4 macam:
v Kompetensi
akademik, peserta didik harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam
mengatasi tantangan dan persoalan hidup secara independent.
v Kompetensi
okupasional,peserta didik harus memiliki kesiapan dan mampu beradaptasi
terhadap dunia kerja.
v Kompetensi
kultural, peserta didik harus mampu menempatkan diri sebaik baiknya dalam
sistem budaya dan tat nilai masyarakat yang pluralistic.
v Kompetensi
temporai, peserta didik tetap eksis dalam menjalani kehidupannya, serta mampu
memamfaatkan ketiga kemampuan dasar yang telah dimiliki sesuai perkembangan
zaman.
4.
Karakteristik kompetensi
KBK
dan KTSP dikembangkan berdasarkan lima karakteristik utama, yaitu ;
ü Menekankan
pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasik.
ü Berorientasi
pada hasil belajar ( learning outcomes) dan keberagaman.
ü Penyampaian
dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi
ü Guru
bukan satu-satunya sumber belajar
ü Penilaian
menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaiaan suatu kompetensi
Dengan
karakteristik tersebut, KBK dan KTSP telah memungkinkan hal-hal berikut:
·
Terkuranginya matrei pembelajaran
yang demikian banyak dan padat.
·
Tersusunnya perangkat standar dan
patokan kompetensi yang perlu dikuasai siswa, baik kompetensi tamatan,
kompetensi umum,maupun kompetensi dasar mata pelajaran.
·
Terkuranginya beban tugas guru yang selamanya ini sangat banyak dan
beban belajar siswa yang selama ini sangat berat. Memperbesarkan kebebasan,
kemerdekaan, dan keleluasaan tenaga pendidikan dan pengelola pendidikan di
daerah, dan memberikan peluang mereka untuk berimprovisasi,berinovasi, dan
berkreasi.
·
Terbukannya kesempatan dan
peluang bagi daerah (kota dan kabupaten) bahkan pengelola pendidikan dan tenaga
pendidikan, untuk melakukan berbagai adaptasi,modifikasi, dan kontekstualisasi
kurikulum sesuai dengan kenyataan lapangan baik kenyataan demografis,
geografis, sosiologis, kultural, maupun psikologi siswa.
·
Terakomodasinya kepentingan dan
kebutuhan daerah setempat terutama kota kabupaten, baik dalam rangka
melestarikaan dan mengembangkan kebudayaan setempat, maupun melestarikan
karakteristik daerah, tanpa harus mengabaikan kepentingan banga san nasional.
·
Terbuka lebarnya kesempatan bagi
sekolah untuk mengembangkan kemandirian demi peningkatan mutu sekolah, yang
disesuaikan dengan kondisi yang ada.
5.
Jenjang kompetensi
Dalam
pelaksanaannya, hirarki kompetensi yang akan dicapai ada tiga tingkatan yaitu:
§ Kompetensi
tamatan (KT) yaitu kompetensi yang seharusnya dimiliki siswa setelah mereka
menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu( SD/MI,SLTP/MTS,SLTA/SMA).
§ Kompetensi
umum (KU) yaitu kompetensi-kompetensi yang seharusnya dimiliki siswa setelah
mereka mengikuti mata pelajaran tertentu pada jenjang pendidikan tertentu.
§ Kompetensi
dasar (KD),yaitu kompetensi-kompetensi pokok yang seharusnya dimiliki oleh
siswa setelah mereka mengikuti mata pelajaran tertentu pada satuan waktu
dertentu catur wulan atau semester dan pada jenjang pendidikan tertentu.
Dalam
KTSP terjadi perubahan istilah namun esensinya sama.”kompetensi tamatan” pada
KBK diistilahkan standar “kompetensi lulusan” pada KTSP, yang secara yuridis
termuat dalam peraturan menteri pendidikan nasional nomor 23 Tahun 2006 tentang
standar kompetensi lulusan umtuk satuan pendidikan dasar dan
menengah.”kompetensi umum” pada KBK diistilahkan “standar isi” pada KTSP, yang
secara yuridis termuat dalam peraturan mentri pendidikan nasional Nomor 22
tahun 2006 tetang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menegah,
jenis-jenis kompetensi yang lain, yaitu standar kompetensi dan kompetensi
dasar, tidak aada perbedaan istilah antara KBK dan KTSP.
C.
PRINSIP-PRINSIP
KBK DAN KTSP
1.
KBK
Dalam
rangka melayani dan membantu siswa mengembangkan dirinya secara optimal, baik
dalam kaitannya dengan tuntutan studi lanjut, memasuki dunia kerja, maupun
belajar sepanjang hayat secara mandiri dalam masyakat, maka pelaksanaan KBK
didasarkan pada prinsip-prinsip sebagi berikut:
ü Keimanan,
nilai dan budi pekerti luhur
ü Penguatan
integrasi nasional
ü Keseimbangan
antaara etika, logika, estetika, dan kinestika
ü Kesamaan
memperoleh kesempatan
ü Abad
pengetahuan dan teknologi informai
ü Pengembangan
kecakapan hidup ( life skil)
ü Belajar
sepanjang hayat
ü Berpusat
pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komprehensif
ü Pendekatan
menyeluruh dan kemitraan
2.
KTSP
Hampir
sama dengan KBK, KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
ü Berpusat
pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya.
ü Beragam
dan berpadu
ü Taggap
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan, teknologi dan seni
ü Relevan
dengan kebutuhan kehidupan
ü Menye;luruh
dan berkesinambungan
ü Belajar
sepanjang hayat
ü Seimbang
antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
D.
ACUAN
OPERASIONAL KTSP
Dalam
pelaksanaannya KTSP harus berpedoman kepada acuan sebagai berikut:
1.
Peningkatan iman taqwa dan akhlak
mulia
2.
Peningkatan potensi, kecerdasan,
dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan psesrta didik.
3.
Keragaman potensi dan
karakteristik daerah dan lingkungaan
4.
Tuntutan pembagunan daerah dan
nasional
5.
Tuntutan dunia kerja
6.
Perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni
7.
Agama
8.
Dinamika perkembangan global
9.
Kondisi sosial budaya masyarakat
setempat
10.
Kesetaraan gender
11. Karakteristik
satuan pendidikan
E.
KOMPONEN-KOMPONEN
KTS
1.
Tujuan pendidikan persatuaan
pendidikan (SD/MI,SMP/MTS, SMA/MA)
2.
Strukrur dan muatan kurikulum
tingkat satuan pendidikan yang terdiri atas:
ü
Lima kelompok mata pelajaran
yaitu :
§
Agama dan akhlak mulia,
§
Kewarganegaraan,
§
Kepribadian,
§
IPTEK, dan,
§
Estetika
ü
Sejumlah mata pelajaran dan
alokasi waktunya
ü
Muatan lokal yang sesuaikan dengan
ciri khas, potensi dan keunggulan daerah.
ü
Kegiatan pengembangan diri sesuai
dengan akhlak, minat dan kebutuhan peserta didik, serta kondisi sekolah
ü
Pengaturan beban belajar untuk
setiap mata pelajaaran
ü
Ketuntasan belajar untuk setiap
satuan pendidikan dan pelaporan hasil belajar/raport
ü
Kenikan kelas setiap akhir tahun
ü
Penjurusan pada yang lulus XI dan
XII
ü
Pendidikan kecakapan hidup berupa
kecakapan pribadi dan sosial, akaademik, dan vokasional
ü
Pendidikan yang berbasis
keunggulan lokal dan global dalm berbagi aspek kehidupan.
3.
Kalender pendidikan
Satuan
pendidikan dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan dearah,
karaakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarajat, dengan
memperhatikan kalender pendidikan sebagimana tercantum dalam standar isi.
4.
Silabus dan rencana pelaksanan
pembelajaran silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi
dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran,dan indikator pencapaian
kompetensi untuk penilaian.nerdasarkan silabus inilah guru bisa mengembangkan
menjadi rencanagan pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang akan akan diterapkan
dalam kegiatan pembelajaran bagi siswanya. Rpp merupakan upaya untuk
memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran.[9]
BAB 10
MODEL
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
(CONTEXTUAL TECCHING AND LEARNING)
Disusun oleh: Deta merlina dan Bima Setia Budi
Elanie B. Johnson(2006), ia mengatakan
bahwa pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk
menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. Elanie juga mengtakan bahwa
pembelajaran kontekstual adalah sustu sistem pembelajaran yang cocok dengan
otakyang menghasilkan maknad dengan menghubungkan muatan akademis dengan
konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Jadi, pembelajaran kontekstual adalah
usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari
segi manfaat, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan
mengaitkannya dengan dunia nyata.
Pembelajarn tidak hanya difokuskan pada
pemberian pembekalan kemampuan pengetahuan yang bersifat orientasi saja, akan
tetapi bagaimana agar pengalaman yang dimiliki siswa itu sendiri senantiasa
terkait dengan permasalahan-permasalahan actual yang terjadi di lingkungannya.
Dengan demikian, inti dari pendekatan CTL adalah keterkaitan setiap materi atau
topic pembelajaran dengan kehidupan nyata. Demikian juga halnya bagi guru,
kemampuan melaksanakan proses pembelajaran melalui CTL yang baik didasarkan
pada penguasaan konsep apa, mengapa dan bagaimana CTL itu. Melalui pemahaman
konsep yang benar dan mendalam terhadap CTL itu sendiri, akan membekali
kemempuan para guru menerapkannya secara lebih luas, tegas dan penuh keyakinan,
karena memang telah didasari oleh kemampuan konsep teori yang kuat.
A.
Konsep
Dasar Pembelajaran Konteksual
Pembelajaran
konstektual (Contextual Teaching and
Learning) merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa mebuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat. Oleh
sebab itu, melalui pembelajaran konstektual, mengajar bukan transformasi
pengetahuan dari guru kepada siswa dengan menghapal sejumlah konsep-konsep yang
sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan tetapi lebih ditekankan pada
upaya memfasilitasi siswa untuk mencari kemampuan untuk bisa hidup dari apa
yang dipelajarinya. Dengan demikian pembelajaran lebih bermakna, seklah lebih
dekat dengan lingkungan masyarakat ( bukan dekat dari segi fisik ), akan tetapi
secara fungsional apa yang dipelajari disekolah senantiasa bersentuhan dengan
situasi dan permasalahan kehidupan yang trjadi dilingkungannya ( keluarga dan
masyarakat ).
Johnson
mendefinisikan CTL yaitu memunkinkan siswa menghubungkan isi mata pelajaran
akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna. CTL
memperluas konteks pribadi siswa lebih lanjut melalui pemberian pengalaman
segar yang akan merangsang otak guna menjalin hubungan baru untuk menemukan
makna yang baru. Semantara, Howey R Keneth, mendifinisikan CTL
sebagaipembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar di mana siswa
menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam berbagai konteks dalam
dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulative ataupun
nyata, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
Sistem CTL
adalah proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam
materi akademik yang mereka pelajari dengan jalan menghubungkan mata pelajaran
akademik dengan isi kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks kehidupan
pribadi, sosial, dan budaya. Pembelajaran kontekstual sebagai model
pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari,
mengolah dan menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret (terkait
dengan kehidupan nyata) melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba,
melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian, pembelajaran tidak sekedar
dilihat dari sisi produk, akan tetapi yang terpenting adalah proses.
Komponen-komponen dalam model-model
pembelajaran:
Ø Constructivism
Ø Inquiry
Ø Questioning
Ø Learning
community
Ø Modeling
Ø Reflection
Ø Authentic
assessment
Pengembangan
setiap komponen CTL dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui langkah-langkah
sebagi berikut:
1.
Mengembangkan pemikiran siswa
untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakn, apakah dengan cara bekerja
sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang akan dimilikinya.
2.
Melaksanakn sejauh mana kegiatan
inguiry untuk semua topic yang diajarkan.
3.
Mengembangkan sifat ingin tahu
siswa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.
4.
Menciptakan masyarakat belajar,
seperti melalui kegiatan kelompok b, berdiskusi, Tanya jawab, dan lain
sebagainya.
5.
Mengahdirkan model sebagai contoh
pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya.
6.
Membiasakan anak untuk melakukan
refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
7.
Melakukan penilaian secara
objectif, yaitu menilai kemampuan siswa yang sebenrnya.
B.
KOMPONEN
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Komponen pembelajaran kontekstual
meliputi:
1. Menjalin
hubungan-hubungan yang bermakna
2. Mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan yang berarti
3. Melakukan
proses belajar yang diatur sendiri
4. Mengadakan
kolaborasi
5. Berfikir
kreatif dan kritis
6. Memberikan
layanan secara individu
7. Mengupayakan
pencapaian standar yang tinggi
8. Menggunakan
asesmen autentik
C.
PRINSIP
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
1. Kontrustivisme (constructivism)
Konstruktivisme
merupakan landasan berfikir (filosofi) dalam CTL, yaitu bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangakt fakta, konsep atau kaidah
yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus membangun pengetahuan itu
member makna melalui makna pengalaman yang nyata. Batasan konstruktivisme
memberikan penekanan bahwa konsep bukanlah tidak penting sebagai bagian
integral dari pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh siswa, akan tetapi
bagaimana dari setiap konsep atau pengetahuan yang dimiliki siswa itu sendiri
dapat memberikan pedoman nyata terhadap siswa untuk diaktualisasikan dalam
kondisi nyata.
Oleh
karena itu, dalam CTL strategi untuk membelajarkankan siswa menghubungkaan antara setiap konsep dengan
kenyatan merupakan unsur yang diutamakan dibandingkan dengan penekanan terhadap
seberapa banyak pengetahuan yang harus diingat oleh siswa. Implikasi bagi guru
dalam mengembangkan tahap konstruktivisme terutama dituntut kemampuan untuk
membimbing siswa mendapatkan makna dari setiap konsep yang dipelajarinya.
Pembelajaran
akan dirasakan memiliki makna apabila secara langsung maupun tidak langsung
berhubungan dengan pengalaman sehari-hari yang dialami oleh para siswa itu sendiri. Oleh karena itu,
setiap guru harus memiliki bekal wawasan yang cukup luas, sehingga dengan
wawasanya ia dengan mudah memberikan ilustrasi, menggunakan sumber belajar, dan
media pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk aktif mencari dan
melakukan serta menemukan sendiri kaitan antara konsep yang dipelajari dengan
pengalamannya. Dengan cara itu, pengalaman belajar siswa akan memfasilitaskan
kemampuan siswa untuk melakukan transformasi terhadap pemecahan masalah lain yang memiliki sifat keterkaitan,
meskipun terjadi pada ruang dan waktu yang berbeda.
2. Menemukan (inquiry)
Melalui
upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan
serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari
mengingat seperangakt fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri.
Kegiatan pembelajaran yang mengarah pada upaya menemukan, telah lama
diperkenalkan pula dalam upaya pembelajaran inquiry and discovery (mencari
dan menemukan). Unsur menemukan dari kedua pembelajaran(CTL dan inquiry and discovery),intinya sama, yaitu sama-sama model atau sistem
pembelajaran yang membantu siswa baik secara individu maupun kelompok belajar
untuk menemukan sendiri sesuai dengan pengalaman masing-masing.
Dilihat
dari segi kepuasan secara emosional, sesiatu hasil menemukan sendri nilai
kepuasan lebih tinggi dibandingkan dengan hasil pemberian. Beranjak dari logika
yang cukup sederhana tampaknya akan memiliki hubungan yang erat bila dikaitkan
dengan pendekatan pembelajaran. Dimana hsilpembelajran merupakan hasil dan
kreativitas siswa sendiri, akan bersifat lebih tahan lam diingat olah siswa
bila dibandingkan dengan sepenuhnya merupakan pemberian dari guru. Untuk
menumbuhkan siswa secara kreatif agar bisa menemukan pengalaman belajarnya
sendiri, berimplikasi pada strategi yang
dikembangkan oleh guru.
3. Bertanya (questioning)
Pengetahuan
yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Oleh karena itu, bertanya
merupakan strategi utama dalam CTL. Penerapan unsure bertanya dalam CTL harus
difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan guru
dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong pada peningkatan
kualitas dan produktifitas dalam pembelajaran.
Berkembangnya kemampuan dan keinginan untuk bertanya, sangat dipengaruhi oleh
suasana pembelajaran yang dikembangkan oleh guru. Dalam implementasi CTL,
pertanyaan yang diajukan oleh guru atau siswa harus dijadikan alat ataau pendekatan untuk menggali
imformasi atau sumber belajar yang ada kaitanya dengan kehidupan nyata. Dengan
kata lain, tugas bagi guru adalah
membimbing siswa melalui pertanyaan yang diajukan untuk mencari dan menemukan
kaitan antara konsep yang dipelajari dalam kaitan dengan kehidupan nyata.
Dengan bertanya:
ü dapat menggali imformasi, baik administrasi maupun
akademik
ü mengecek pemahaman siswa,
ü membangkitkan respon siswa,
ü mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa,
ü mengetahui hal-hal yang diketahui siswa,
ü memfokuskan perhatian siswa,
ü membangkitkan lagi lebih banyak pertanyaan siswa,
ü meneyegarakan lagi pengetahuan yang telah dimiliki
siswa.
4.
Masyarakat belajar (learning community)
Masyarakat
belajar merupakan membiasakan siswa untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan
sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Hasil pembelajaran diperoleh dari
kerja sama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman(sharing).
Melalui sharing anak dibiasakan untuk saling member dan menarima, sifat
ketergantungan yang positif dalam learning community dikembangkan.
Penerapan learning community dalam pembelajaran di kelas akan banyak bergantung
pada model komunikasi pembelajaran yang dikembangkan oleh guru. Di mana
dituntut ketampilan dan professionalism guru untuk mengembangkan komunikasi
banyak arah (interaksi), yaitu model interaksi yang bukan hanya hubungan antara
guru dengan siswa, atau sebaliknya, akan tetapi secra luas dibuka jalur
hubungan komunikasi pembelajaran antara siswa dengan siswa lainya. Setiap siswa
semestinya dibimbing dan diarahkan untuk mengembangakn rasa ingin tahunya
melalui pemanfatan sumber belajar secara luas yang tidak hanya disekat oleh
masyarakat belajar dalam kelas, akan tetapi sumber manusia lain diluar kelas
(keluarga dan masyarakat). Ketika kita
dan siswa dibiasakn untuk memberikan pengalaman yang luas kepada orang
lain, maka saat itu pula kita atau siswa
akan mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dari komunitas lain.
5. Pemodelan (modeling)
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, rumitnya permasalahan hidup yang dihadapi serta
tuntutan siswa yang semakin berkembang dan beranekaragam, telah berdampak pada
kemampuan guru yang dimiliki kemampuan lengkap, dan ini yang sulit dipenuhi. Oleh karena itu, maka kini guru bukan lagi satu-satunya
sumber belajar bagi siswa, karena dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang
dimiliki oleh guru akan mengalami hambatan untuk untuk memberikan pelayaanan
yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan siswa yang cukup heterogen. Oleh
karena itu, tahap pembuatan model dapat dijadikan alternative untuk
mengembangkan pembelajaran agar siswa bisa memenuhi harapan siswa secara
menyeluruh, dan membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh guru.
6. Refleksi (reflection)
Refleksi
adalah cara berfikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajari.
Dengan kata lain, refleksi merupakan berfikir kebelakang tentang apa yang sudah
dilakukan dimasa lalu, siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai
struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan
sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa diberi kesempatan untuk mencerna,
menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi dengan dirinya
sendiri. Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari suatu proses yang bermakna pula, yaitu melalui penerimaan,
pengolahan,dan pengendapan, untuk kemudian dapat dijadikan sandaran dalam menanggapi terhadap gejala
yang muncul kemudian.
7.
Penilaian
sebenarnya(authentic assessment)
Penilaian
adalah suatu proses pengumpulan berbagai
data dan imformasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap
pengalaman belajar siswa.
Guru dengan
cermat akan mengetahui kamajuan, kemunduran, dan kesulitan siswa dalam
belajar, dan dengan itu pula guru akan
memiliki kemudahan untuk melakukan upaya-upaya perbaikan dan penyempurnaan proses bimbingan belajar
dalam langakah selanjutnya. Penilaian tidak hanya dilakukan di akhir program
pembelajaran,akan tetapi secara integral dilakukan selama proses program
pembelajaran itu terjadi. Dengan cara tersebut,
guru secara nyata akan ,mengetahui tingkat kemampuan siswa yang
sebenarnya.
Secara umum
perbedaan pembelajaran konvensional dengan CTL yaitu, pembelajaran konvensional
lebih menekankan pada deskripsi pada tujuan yang akan dicapai (jelas dan
operasionalnya) ,semantara pembelajaran CTL lebih menekankan pada scenario
pembelajarannya yaitu kegiatan tahap-demi tahap yang dilakukan oleh guru dan
siswa dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.[10]
BAB 11
Pendekatan dan Model
Pembelajaran yang Mengaktifkan Siswa
Disusun oleh : Aveid Hafrizal Furqon dan Tiara Sari
Kaputri
A.
Pengertian
Pendekatan dan Model Pembelajaran yang Mengaktifkan Siswa
Pendekatan dapat
diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada kepada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Roy Kellen (1998)
mencatat bahwa terdapat dua pendekatan dalam pembelajaran yaitu pendekatan yang
berpusat kepada guru (teacher-centered approaches) dan pendekatan yang
berpusat pada siswa (student centered approaches). Pendekatan yang berpusat
pada guru menurunkan strategi pembbelajaran langsung (direct instruction),
pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran inkuiri
dan discoveri serta pembelajaran induktif.
Menurut Sanjaya
(2008;127) “Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan
tentang terjadinya suatuproses yang sifatnya masih sangat umum. “berdasarkan
kajian terhadap pendapat ini, maka pendekatan merupakan langkah awal
pembentukan suatu ide dalam memandang suatu masalah atau objek kajian.
Pendekatan ini akan menentukan arah pelaksanaan ide tersebut untuk
menggambarkan perlakuan yang diterapkan terhadap masalah atau objek kajian yang
akan ditangani.
B.
Jenis-Jenis
Pendekatan Pembelajaran
Variabel utama
dalam kegiatan pembelajaran adalah guru dan siswa. Tidak akan terjadi kegiatan
pembelajaran apabila kedua variabel ini tidak ada. Berdasarkan hal tersebut,
maka pendekatan dalam pembelajaran secara umum dibagi menjadi dua, yaitu
pendekatan pembelajaran berorientasi pada guru (teacher centered approaches)
dan pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa (student centered
approaches). Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Killen, roy dalam
bukunya yang berjudul Effective Teaching Strategies (1998) mengemukakan
bahwa ada dua pendekatan dalam kegiatan pembelajaran yaitu :
1.
Pendekatan Pembelajaran
Berorientasi pada Guru (Teacher Centered Approaches)
Pendekatan
pembelajaran berorientasi pada guru yaitu pembelajaran yang menempatkan siswa
sebagai objek dalam belajar dan kegiatan belajar bersifat klasik. Dalam
pendekatan guru menempatkan diri sebagai orang yang serba tahu dan satu-satunya
sumber belajar. Pendekatan pembelajaran yamg berpusat pada guru memiliki ciri
bahwa manajemen dan pengelolaan pembelajaran ditentukan sepenuhnya oleh guru.
Peran siswa dalam pendekatan ini hanya melakukan aktivitas sesuai dengan
petunjuk guru. Siswa hampir tidak memiliki kesempatan untuk melakukan aktivitas
sesuai dengan minat dan keinginannya.
Selanjutnya
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru menurunkan strategi
pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajarn deduktif atau
pembelajaran ekspositori. Pada strategi ini peran guru sangat menentukan baik
dalam pilihan isi atau materi pelajaran maupun penentuan proses pembelajaran.
2.
Pendekatan Pembelajaran
Berorientasi pada Siswa (Student
Centered Approaches)
Pendekatan
pembelajaran berorientasi pada siswa adalah pendekatan pembelajaran yang
menempatkan siswa sebagai subjek belajar dan kegiatan belajar bersifat modern.
Pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa, manajemen dan pengelolaannya
ditentukan oleh siswa. Pada strategi ini peran guru lebih menempatkan diri
sebagai fasilitator, pembimbing sehingga kegiatan belajar siswa menjadi lebih
terarah.
C.
Pembelajaran
Berorientasi Aktivitas Siswa (PBAS)
1)
Landasan Pembelajaran Berorientasi
Aktivitas Siswa
Beberapa
alasan yang melandasi pembelajaran berorientasi aktivitas siswa di antaranya
adalah :
a.
Landasan Filosofis
Pembelajaran
Berorientasi Aktivitas Siswa (PBAS) dilandasi oleh landasan filsafat pendidikan
progresivisme. Seperti dikemukakan oleh Sadullah (2007:142) dalam bukunya yang
berjudul Pengantar Filsafat Pendidikan mengemukakan bahwa : “Filsafat progresif
berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar
dimasa mendatang. Karenanya cara terbaik mempersiapkan para siswa untuk suatu
masa depan yang tidak dapat diketahui adalah membekali mereka mengatasi
tantangan-tantangan baru dalam kehidupan dan untuk menemukan
kebenaran-kebenaran yang relevan pada saat ini.”
Kutipan di atas
mengandung makna bahwa pendidikan harus dapat memberika kemampuan berfikir kritis dan fleksibel,
sehingga hasil pendidikan akan menghasilkan individu yang dapat mengatasi
berbagai masalah kehidupan yang dihadapi dengan kemampuan merefleksikan
pengalaman belajar dalam memecahkan masalah secara mandiri dan bertanggung
jawab. Dalam konteks pendidikan yang mengharuskan berpusat pada siswa,
pandangan filsafat progresivisme tidak berarti siswa bebas melakukan apapun
yang mereka inginkan tanpa kontrol dari guru, tetapi tetap berada dalam bimbingan
guru. Karena menurut pandangan filsafat progresivisme ini guru akan memulai
proses pendidikan dari posisi dimana siswa saat ini dan mengarahkan siswa untuk
melihat manfaat dari mata pelajaran yang akan dipelajari bagi kehidupannya.
Siswa diberi kesempatan untuk bekerja secara kooperatif dan kolaboratif didalam
kelompok untuk memecahkan masalah yang dianggap penting oleh siswa.
Pandangan
filsafat progresivisme pendidikan didasarkan pada enam asumsi, yaitu :
ü Muatan
kurikulum harus diperoleh dari minat dan interes siswa, bukan dari
disiplin-disiplin akademik.
ü Embelajarn
dikatakan efektif jika mempertimbangkan interes, minat-minat serta
kebutuhan-kebutuhan siswa secara menyeluruh dalam dengan domain kognitif,
efektif, dan psikomotor.
ü Pembelajaran
pada dasarnya aktif bukan pasif, sehingga guru yang efektif adalah guru yang
memberikan siswa pengalaman-pengalaman yang memungkinkan mereka belajar dengan
melakukan kegiatan secara lansung yang bersifat kontekstual.
ü Tujuan
pendidikan adalah mengajar siswa berfikir secara rasional, sehingga mereka
menjadi cerdas, dan mampu memberi konstribusi pada masyarakat.
ü Disekolah
para siswa mempelajari nilai-nilai personal dan juga nilai-nilai sosial.
ü Manusia
berada dalam suatu keadaan yang berubah secara konstan, dan pendidikan
memungkinkan masa depan yang lebih baik dibandingkan masa lalu.
Menurut
pandangan filsafat progresivisme belajar adalah bukan proses penerimaan
pengetahuan dari guru pada siswa, tetapi belajar merupakan pengalamman yang
dilakukan secara aktif, baik aktif secara mental dalam bentuk aktifitas
berfikir maupun aktif secara fisik dalam bentuk kegiatan-kegiatan praktek dan
melakukan langsung.
b.
Landasan Psikologi
Pendidikan pada
dasarnya adalah berintikan interaksi antara guru dengan siswa yang berlangsung dalam
suatu situasi yang kondusif untuk pelaksanaan pendidikan, baik di sekolah
maupun diluar sekolah, seperti di rumah, lingkungan kerja atau di masyarakat.
Interaksi pendidikan merupakan interaksi antarindividu yang sangat komplek dan
unik yang berlangsung dalam suatu konteks pedagogis. Interaksi pendidikan
dipengaruhi oleh kondisi dan latar belakang individu yang berinteraksi yaitu
kondisi dan latar belakang guru dan siswa. Menurut Sukmadinata (2003;32)
dikemukakan bahwa: “Psikologi pendidikan dibutuhkan untuk lebih memahami
situasi pendidikan, interaksi guru dengan siswa, kemampuan, perkembangan,
karakteristik dan faktor-faktor yag melatarbelakangi perilaku siswa dan
perilaku guru, proses belajar, pegajaran, pembelajaran, bimbingan, evaluasi,
pengukuran dan lain-lain.”
Jadi jelaslah
bahwa dalam pendidikan dibutuhkan pemahaman secara menyeluruh terhadap kondisi
siswa, sehingga proses pembelajaran dilakukan pada siswa sesuai dengan tingkat
perkembangan, kemampuan, dan kebutuhan siswa. Dengan demikian,dalam proses
pendidikan diperlukan pemahaman psikologi sebagai landasan pelaksanaan
pendidikan. Banyak aliran-aliran psikolgi yang melahirkan teori-teori belajar,
sebagaimana dijelaskan Sukmadinata (2003;167) bahwa, “secara garis besar
dikenal ada tiga rumpun besar teori psikologi yaitu ; teori disiplin mental,
behaviorisme, dan cognitive Gestalt-Field.” Secara lebih jelas teori-teori
tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1.
Teori Disiplin Mental
Teori disiplin
mental memandang bahwa individu memiliki kekuatan, kemampuan, serta
potensi-potensi tertentu yang dapat dikembangkan. Pengembangan potensi-potensi
tersebut dinamakan belajar. Ada beberapa teori psikologi yang termasuk teori
disiplin mental, diantaranya yaitu psikologi daya,vorstellungen, dan
naturalisme romantik. Ketiga teori psikologi ini memiliki pandangan yang
berbeda-beda mengenai proses pengembangan potensi-potensi tersebut.
·
Teori psikologi daya memandang
bahwa individu memiliki daya-daya seperti daya mengenall, mengingat,
menanggapi, mengkhayal,berfikir, merasakan, berbuat,dan sebagainya. Menurut
teori psikologi daya, belajar adalah latihan yang dilakukan secara
berulang-ulang.
·
Vorstellungen, teori ini
memandang bahwa individu memiliki kemampuan untuk melakukan atau menanggapi
sesuatu. Tanggapan tersebut meliputi impresi indra, bayangan impresi indra
sebelumnya, dan rasa senang atau tidak senang.ketiga bentuk tanggapan ini tidak
selalu berada dalam kesadaran, tetapi terkadang berada dalam ketidaksadaran.
Menurut teori vorstellungen belajar adalah pemberian bahan yang sederhana,
penting, dan menarik sesering mungkin, sehingga akan menjadi stimulasi
terjadinya tanggapan-tanggapan pada kesadaran individu. Kata sesering mungkin
mengandung arti bahwa proses stimulasi dilakukan secara berulang-ulang dan
kontinu.
·
Teori Naturalisme Romantik dari
Jean Jacques Rouseau, teori ini memandang bahwa individu memiliki
potensi-potensi atau kemampuan-kemampuan yang masih terpendam dan memiliki
kekuatan sendiri untuk mengembangkan dirinya secara mandiri. Melalui belajar
siswa diberikan kesempatan untuk mengaktualisasikan potensi-potensi yang masih
terpendam melalui belajar sendiri. Proses pembelajaran berlangsung rileks,
menarik, dan bersifat alamiah (natural).
2.
Teori Behavioristik
Teori ini
menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati yang bersifat
molekular (unsur-unsur). Teori behavioristik memiliki beberapa ciri, yaitu
ü mengutamakan
bagian-bagian kecil,
ü Bersifat
mekanistik,
ü menekankan
pentingnya latihan.
Ada beberapa teori psikologi yang termasuk
dalam teori behavioristik, di antaranya adalah teori psikologi yang termasuk
dalam teori behavioristik, diantaranya adalah teori koneksionisme, teori
pengkondisian, dan teori penguatan.
v Teori
Koneksionisme dari Thorndike
Teori
koneksionisme memandang bahwa tingkah laku manusia merupakan hubungan stimulus
dengan respons sebanyak-banyaknya melalui proses yang dilakukan secara
berulang-ulang. Dalam teori ini terdapat tiga prinsip atau hukum belajar, yaitu
:
§ belajar
akan berhasil apabila memiliki kesiapan (law of readiness),
§ belajar
akan berhasil apabila banyak latihan (law of exercise),
§ belajar
akan bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik (law of
effect).
v Teori
Pengkondisian (Conditioning)
Teori koneksionisme memandang bahwa
tingkah laku manusia dapat dibentuk melalui pengkondisian, yang dilakukan
secara berulang-ulang. Dalam teori koneksionisme, pemberian stimulus dilakukan
secara rutin sesuai dengan hasil belajar yang diinginkan. Artinya pemberian
stimulus ini merupakan proses yang dinamakan proses belajar. Jadi yang
dikondisikan adalah pemberian stimulusnya. Dengan demikian, maka belajar adalah
merupakan suatu upaya untuk mengondisikan pembentukan perilaku atau respons
terhadap sesuatu.
v Teori
Penguatan (Reinforcement) dari B.F Skinner
Teori penguatan memandang
bahwa tingkah laku manusia dapat dibentuk melalui pemberian penghargaan atas
respons yang dilakukan. Setiap kali terjadi perubahan tingkah laku sebagai efek
dari pemberian stimulus, maka secara rutin diberikan penghargaan, sehingga
melalui penghargaan ini siswa akan termotivasi untuk melakukan respons-respons
berikutnya. Jadi pada teori penguatan, pengkondisian dilakukan pada rspons yang
dilakukan oleh siswa. Belajar adalah upaya pemberian motivasi untuk melakuakn
sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.
v Teori
Cognitif-Gestalt-Field dari Max Wertheimer
Teori ini
menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati yang bersifat molar
(keseluruhan) atau keterpaduan dari bagian-bagian. Teori cognitif ini
lebih menekankan pada aspek mental, bukan aspek perilaku. Hasil belajar yang
diutamakan adalah mengetahui sesuatu sebanyak mungkin melalui aktivitas mental
atau kegiatan berfikir, sedangkan respons merupakan indikator yang menunjukkan
sedang terjadi aktivitas mental pada individu yang sedang belajar. Hilgard
dalam Sukmadinata (2003:171) mengemukakan bahwa ada enam ciri-ciri dari belajar
pemahaman, yaitu :
v pemahaman
dipengaruhi oleh pengetahuan dasar,
v pemahaman
dipengaruhi pengalaman pemahaman yang lalu,
v pemahaman
tergantung kepada pengaturan situasi,
v pemahaman
didahului oleh usaha coba-coba,
v belajar
dengan pemahaman dapat diulangi,
v suatu pemahaman dapat diaplikasikan bagi
pemahaman pada situasi lain.
Berdasarkan
ciri-ciri belajar pada kutipan diatas bahwa belajar pada intinya adalah
aktivitas mental untuk mengorganisasikan bagian-bagian, sedangkan belajar
adalah memahami makna hubungan antara bagian-bagian antara suatu keseluruhan.
2)
Pengertian Pembelajaran
Berorientasi Aktivitas Siswa
Penerapan
pembelajaran yang mengaktifkan siswa dapat dilakukan melalui pengembangan
berbagai keterampilan belajar esensial secara eklektif yang antara lain sebagai
berikut :
ü berkomunikasi
lisan dan tertulis secara efektif,
ü berfikir
logis,kritis, dan kreatif,
ü rasa
ingin tahu,
ü penguasaan
teknologi dan informasi,
ü pengembangan
personal dan sosial, dan
ü belajar mandiri.
Lima keterampilan belajar tesebut memiliki
intersepsi keterkaitan antardimensi yang berisi pengetahuan,sikap, dan
keterampilan yang sangat penting untuk terjadinya peristiwa pembelajaran yang
sarat nilai dan mengembangkan potensi siswa melalui berbagai aktivitas belajar
di sekolah. Jadi pembelajaran bukanlah komunikasi satu arah (one way
communication) transformasi dari guru kepada siswa. Melainkan harus berupa
komunikasi timbal balik secara inteaktif antara siswa dengan guru. Dengan
komunikasi tersebut siswa ditempatkan sebagai subjek mengembangkan kreatifitas,
aktifitas, dan potensinya secara langsung dalam mencari, menemukan, dan
memecahkan masalah melalui pengalaman belajar.
3)
Asumsi yang Mendasari PBAS
Ada
beberapa asumsi yang mendasari Pembelajaran Berorientasi Aktivitas Siswa (PBAS)
yaitu :
a.
Asumsi Filosofis tentang
Pendidikan
Pendidikan bukan
hanya mengembangkan intelektual semata tetapi mengembangkan seluruh potensi
yang dimiliki siswa. Pendidikan merupakan usaha sadar untuk mengembangkan
manusia menuju kedewasaan, baik kedewasaan intelektual, sosial maupun
kedewasaan moral. Pendidikan bertugas mengembangkan seluruh potensi siswa.
Pendidikan pada dasarnya adalah interaksi manusia, pembinaan, dan pengembangan
potensi manusia, berlangsung sepanjang hayat, kesesuaian dengan kemampuan dan
tingkat perkembangan siswa, keseimbangan antara kebebasab sukses didik dan
kewibawaan guru, peningkatan kualitas hidup manusia.
b.
Asumsi tentang Siswa Sebagai
Subjek Pendidikan
Siswa sebagai
subjek pendidikan yang sedang dalam tahap perkembangan dengan karakteristik dan
potensi yang unik, heterogen, aktif, dinamis, dan memiliki motivasi untuk
memenuhi kebutuhannya. Asumsi ini memberikan gambaran bahwa siswa adalah subjek
yang memiiki potensi sehingga proses pembelajaran seharusnya diarahkan untuk
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa.
c.
Asumsi tentang Guru
Guru bertangung
jawab menciptakan suasana yang memungkinkan siswa dapat belajar dengan
baik.artinya guru harus bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar siswa,
guru memiliki kemampuan profesional dalam mengajar, kode etik keguruan,
berperan sebagai sumber belajar, mediator, dan fasilitator belajar serta
pemimpin dalam belajar dalam memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi
siswa dalam belajar. Filosofi mengajar yang baik adalahbukan sekedar
mentransfer pengetahuan (transfer of knowledge) kepada siswa , tetapi
bagaimana membantu siswa supaya dapat belajar. (learn how to learn).
Dengan demikian, proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari, menemukan, dan memecahkan
masalah secara lansung dari pengalaman belajarnya.pembelajaran seperti ini
lebih dikenal dengan pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa (student
centered).
d.
Asumsi yang Berkaitan dengan
Proses Pembelajaran
Proses
belajar akan terjadi bila siswa berinteraksi secara aktif dengan lingkungan
belajarnya. Artinya proses pembelajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai
suatu sistem, proses belajar akan terjadi apabila siswa berinteraksi dengan
lingkungan yang dirancang dan dipersiapkan oleh guru, dan lebih efektif bila
menggunakan metode, strategi, pendekatan, dan modelpembelajaran yang tepat dan
berdaya guna, pembelajaran memberi penekanan pada proses dan produk secara
propesional dan dari inti pembelajaran adalah adanya aktifitas belajar siswa
secara aktif, kreatif, dan bermakna.
Dari
keempat asumsi diatas bahwa pembelajaran hendaknya menitikberatkan pada
aktivitas siswa dengan cara memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk
beraktivitas dan berkreativitas dalam mengembangkan potensinya menuju tingkat
yang lebih dewasa. Dengan proses penekanan siswa, pembelajaran jadi lebih
bermakna sarat nilai dan lenbih humanis dalam mengembangkan kepribadian siswa
secara menyeluruh. Karena dengan proses belajar tersebut siswa mendapatkan
pengalaman langsung secara kontkstual.
4)
Peran Guru dalam Penerapan
Pembelajaran Berorientasi Aktivitas
Siswa
Pelaksanaan
pembelajaran berorientasi aktivitas siswa memposisikan guru dan siswa sama-sama
sebagai subjek dalam kegiatan belajar hanya beda peran dan tugasnyanya saja.
Artinya dengan PBAS tidak berarti siswa dibuat aktif menggantikan peran guru,
sehingga guru tidak perlu memainkan perannya dalam pembelajaran. Tetapi
aktifitas belajar siswa diciptakan dan dikondisikan oleh guru sebagai mediator
dan fasilitator belajar siswa. Dengan posisi yang sama-sama sebagai subjek
belajar, siswa dapat mempelajari materi pelajaran secara aktif dan langsung
memainkan perannya dalam setting kontekstual. Artinya siswa belajar sesuatu
sebagai pengalaman langsung dan hasil dari pengalaman tersebut akan menjadi
individu yang memiliki kepribadian dan sikap positif serta keterampilan yang
dapat menunjang pada kehidupan mandiri di masyarakat. Menurut Sanjaya
(2008:139) ada enam tugas yang harus dilakukan guru dalam desain pembelajaran
berorientasi aktivitas siswa yaitu :
ü mengemukakan
berbagai alternatif tujuan pembelajaran yang harus dicapai sebelum kegiatan
pembelajaran dimulai;
ü menyusun
tugas-tugas bersama siswa;
ü memberi
informasi tentang kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan;
ü memberikan
bantuan dan pelayanan kepada siswa yang memerlukannya;
ü memberikan
motivasi, mendorong siswa untuk belajar, membimbing dan lain sebagainya melalui
pengajuan pertanyaan-pertanyaan; dan
ü membantu
siswa dalam menarik suatu kesimpulan kegiatan pembelajaran.
5)
Penerapan PBAS dalam Pembelajaran
Menurut
Sanjaya (2008;139), pembelajaran berorientasi aktivitas siswa dapat dilakukan
dalam berbagai bentuk kegiatan pembelajaran. Misalnya kegiatan mendengarkan,
berdiskusi, bermain peran, melakukan pengamatan, melakukan eksperimen, membuat
sesuatu, menyusun laporan, memecahkan masalah,dan praktek melakukan sesuatu.
a.
Keterlibatan Siswa dalam Proses
Perencanaan meliputi :
ü Perumusan
tujuan pembelajaran. Idealnya dalam menetapkan tujuan pembelajaran seorang guru
melibatkan siswa. Hal ini dilakukan karena konten pelajaran berisi kemampuan
atau kompetensi dan pengalaman-pengalaman siswa yang akan dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan
kebutuhan, kemampuan, dan tugas-tugas perkembangan siswa.
ü Penyusunan
rancangan pembelajaran. Pada penyusunan RPP seorang guru harus melibatkan
siswa, hal ini dilakukan agar RPP yang dibuat oleh guru dapat diterima dan
sesuai dengan kebutuhan belajar siswa.
ü Memilih
dan menentukan sumber belajar. Dalam memilih dan menetapkan sumber belajar,
seorang guru harus melibatkan siswa, yaitu dengan cara melibatkan siswa untuk
mencari dan menemukan bahan dan sumber yang dibutuhkan siswa melalui penugasan
dan pembuatan makalah dalam kegiatan pembelajaran.
ü Menentukan
dan mengadakan media pembelajaran yang akan digunakan. Siswa memiliki interest
yang sangat berbeda-beda, yaitunada yang auditif (senang mendengarkan), visual
(senang melihat), dan kinestetik (senang melakukan), untuk itu agar menyentuh
semua interest tersebut guru harus menggunakan multimedia yang melibatkan
siswa.
b.
Keterlibatan Siswa dalam Proses
Pembelajaran, melalui :
ü Kegiatan
fisik, mental, intelektual. Tujuan yang ingi dicapai dalam proses pembelajaran
adalah pencapaian kompetensi akademik, sosial dan vokasional, atau kalau
meminjam istilah Bloom yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Artinya
dala proses pembelajaran guru harus elibatkan siswa terhadap hal tersebut,
yaitu melalui kegiatan pengalaman langsung seperti praktek, peragaan, bermain
peran, pemecahan masalah yang dilakukandalam kegiatan pembelajaranbaik didalam
kelas maupun diluar kelas.
ü Kegiatan
eksperimental. Dalam kegiatan eksperimental guru harus banyak melibatkan siswa
baik melalui kegiatan observasi, melakukan langsung ke laboraturium atau
kelapangan sampai pada pembuatan laporan untuk dipresentasikan, guru harus
memberikan waktu yang sebanyak mungkin kepada siswa untuk mengembangkan kemampuannyadalam
kegiatan eksperimen tersebut.
ü Kegiatan
siswa untuk menciptakan iklim belajar yang kondusif, pada dasarnya siswa ingin
dalam proses pembelajaran terjadi suasana yang menyenangkan dan bermakna, untuk
itu guru harus kreatif dan inovatif dalam mengelola proses pembelajaran dengan
melibatkan siswa seoptimal mungkin.
ü Keterlibatan
siswa untuk mencari dan memanfaatkan sumber belajar yang ada. Sumber belajar
ini sangat tidak terbatas apalagi dengan adanya komputer, internet dan media
cetak, sehingga guru harus mampu memanfaatkan peluang yang baik ini.
ü Adanya
interaksi multiarah, yaitu yaitu interaksi siwa dengan siswa, dan interaksi
siswa dengan guru. Guru harus mampu menciptakan interaksi yang transaksional,
yaitu melibatkan siswa dalam menyampaikan pendapatnya dalam kegiatan
pembelajaran seperti : bertanya, menjawab, menyanggah ,menambahkan,
mengomentari, mengulas menyimpulkan,dan sebagainya. Tugas guru adalah mengatur
interaksi multiarah tersebut sehingga terarah dan bermakna dalam kegiatan
proses pembelajaran.
c.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Keberhasilan PBAS
·
Kemampuan Guru
Guru merupakan
faktor utama dalam pembelajaran, meskipun pembelajaran tersebut Pembelajaran
Berorientasi Aktivitas Siswa (PBAS).
·
Sarana dan Prasarana Belajar
Untuk mendukung
kegiatan pembelajaran berorientasi aktivitas siswa agar berhasil dengan baik
memerlukan dukungan fasilitas atau sarana dan prasarana belajar yang memadai
seperti :
Ø ruang
kelas yang memadai untuk terjadinya proses pembelajaran yang menimbulkan
aktivitas siswa,
Ø tersedianya
berbagai fasilitas media dan sumber belajar,seperti flip chart, papan planel,
buku, majalah, surat kabar, buletin, media radio, OHP,CD interaktif (CBI),
media televisi, film slide.
d.
Lingkungan Belajar
Lingkunagan
belajar yang dimaksud meliputi lingkungan fisik dan lingkungan psikologis.
Lingkungan fisik seperti posisi letak sekolah, keadaan sekolah atau kondisi
sekolah, jumlah ruang kelas,ruang olah raga, kmar kecil dan lain-lain.
Sedangkan lingkungan psikologis yaitu iklim sosial di sekolah yang kondusif
misalnya keharmonisan guru dengan guru, guru dengan kepala sekolah, siswa
dengan siswa, siswa dengan guru atau hubungan anatara sekolah dengan orang tua
siswa dan sekolah dengan lingkungan sekitar sekolah.
e.
Mengaktifkan Siswa Melalui
Pendekatan dan Model Pembelajaran
Cara pelaksanaan
hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, strategi, pendekatan dan
model pembelajaran yang dapat menjadikan siswa aktif dalam belajar, yaitu :
·
Strategi pembentukan tim,
misalnya bertukar tempat, resume kelompok, pencarian teman sekelas, prediksi,
iklan televisi, teman yang kita miliki,saling mngenal, benteng pertahanan,
mengakrabkan kembali,hembusan angin kencang, menyusun aturan dasar kelas.
·
Strategi penilaian sederhana,
yaitu pertanyaan penilaian, pertanyaan yang dimilki siswa, penilaian instan, sampel perwakilan, persoalan
pelajaran, dan pertanyaan kuis.
·
Strategi pelibatan belajar
langsung, yaitu berbagai pengetahuan secara aktif, merotasi pertukaran kelompok
orang, kembali ketempat semula, menyemarakkan suasana belajar, bertukar
pendapat, benar atau salah, bertanggung jawab terhadap mata pelajaran, membantu
siswa secara aktif.
·
Belajar dalam satu kelas penuh
yaitu memberi pertanyaan, pembentukan tim,memebuat catatan ikhtisar, pengajaran
sinergis, pengajaran terarah, menemui pembicara tamu, mempraktekkan materi yang
diajarkan, membagi kelompok,memerankan pahlawan.
·
Menstimulasi diskusi kelas, yaitu
debat aktif, rapat dewan, keputusan terbuka tiga tahab, memperbanyak anggota
diskusi panel, argumen dan argumen tandingan, membaca keras-keras, pengadilan
oleh hakim.
·
Pengajuan pertanyaan yaitu
belajar berawal dari pertannyaan, pertanyaan yang disiapkan, pertanyaan
pembalika peran.
·
Belajar bersama, yaitu pencarian
informasi, kelompok belajar,kekuatan dua orang, kuis tim.
·
Pengajaran sesama siswa, yaitu
pertukaran kelompok dengan kelompok, belajar ala permainan jigsaw, siswa
berperan sebagai guru, pemberian pelajaran antarsiswa, studi kasus buatan
siswa, pemberitaan, poster.
·
Belajar secara mandiri, yaitu
imajinasi,menulis di sini dan saat ini, peta pikiran, belajarsekaligus
bertindak, jurnal belajar, kontrak belajar, belajar modul, belajar paket.
·
Belajar yang efektif yaitu,
mengetahui yang sebenarnya, pemeringatan pada papan pengumuman, apa? Dan sekarang bagaimana?
·
Pengembangan keterampilan, yaitu
formasi regu tembak, pengamatan dan pemberian masukan secara aktif, pemeranan
lakon yang tidak membuat grogi siswa, pemeranan lakon oleh tiga orang siswa,
menggilir peran, memperagakan caranya, memperagakan tanpa bicara, pasangan
dalam praktek pengulangan, pemberian peran, lembar bola, kelompok penasehat.
·
Penerapan model pembelajaran
kooperatif (STAD, Jigsaw, investigasi kelompok, membuat pasangan, TGT, dan
model struktural).
·
Penerapan pembelajaran berbasis
masalah, melalui orientasi siswa pada masalah, mengorganisasikan siswa untuk
belajar, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah.
·
Penerapan pembelajarn
konstektual, yaitu melalui mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan
kegiatan belajar bermakna, kegiatan inkuiri, mengembangkan sikap ingin
tahu,menciptakan masyarakat belajar, menghadirkan model sebagai contoh
pembelajaran, membiasakan anak melakukan refleksi dari setiap kegiatan
pembelajaran, dan melakukan penilaian secara objektif.
·
Penerapan pembelajaran berbasis
komputer, meliputi penggunaan model drill and practice untuk latihan soal,
simulasi, dan games instruction.
·
Penerapan pembelajaran PAKEM,
PIKEM, yaitu pembelajaran yang menuntut partisipasi siswa, aktivitas siswa,
inovasi siswa, kreativitas siswa, dan menciptakan pembelajaran yang
menyenangkan dengan menggunakan multimedia, multi sumber, multistrategi,
multimetode sehingga dapat menyentuh interest siswa baik yang auditif, visual,
maupun kinestetik.
·
Penerapan model pembelajaran
kolaboratif, merupakan salah satu model student-centered learning yaitu peserta
didik dituntut untuk berperan secara aktif dalam bentuk belajar bersama
Ada
banyak macam pembelajaran kolaborafif yang pernah dikembangkan oleh para ahli
maupun praktis pendidikan, teristimewa
oleh para ahli Student Team Learning pada Jhon Hopkins University. Tetapi hanya sekitar
sepuluh macam yang mendapatkan perhatian secara luas, yaitu :
Ø Learning
Together
Pembentukan
kelompok-kelompok dikelas beranggotakan
siswa-siswa yang beragam kemampuannya. Tiap kelomp9k bekerja sama untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.
Ø Team-Games-Turnament (TGT)
Setelah
belajar bersama kelompoknya sendiri, apar anggota suatu kelompok akan berlomba
dengan anggota kelompok lain sesuai dengaj tingkat kemampuan masing-masing.
Penilaian didasarkan pada jumlah nilai yang diperoleh kelompok.
Ø Group
Investigation
(GI)
Menurut
Dewey dan Thelan (dalam Santyasa, 2006). Langkah-langkah pembelajaran
kolaboratif group investigation adalah sebagai berikut.
§ Para
siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tudgas
sendiri-sendiri.
§ Seemua
siswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis.
§ Kelompok
kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi, mendemonstrasikan, meneliti,
menganalisis, dan memformulasikan jawaban-jawaban tugas atau masalah dalam LKS
atau masalah yang ditemukan sendiri.
§ Setelah
kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-masing siswa
menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap.
§ Guru
menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan agar semua
kelompok dapat giliran ke depan) untuk melakukaj presentasi hasil diskusi
kelompok kolaboratifnya di depan kelas. Siswa pada kelompok lain mengamati,
mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi. Kegiatan
ini dilakukan lebih kurang 20-30 menit.
§ Masing-masing
siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi, inferensi, dan revisi
(bila diperlukan) terhadap laporan yang akan dikumpulkan.
§ Laporan
masing-masing siswa terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan, disusun
perkelompok kolaboratif.
§ Laporan
siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemukan berikutnya,
dan didiskusikan.
Ø Academik-Construction Controversi (AC)
Setiap
anggota kelompok dituntut kemampuannya untuk berada dalam setiap situasi
konflik intelektual yang dikembangkan berdasarkan hasil belajar masing-masing,
baik bersama anggota sekelompok maupun dengan anggota kelompok lain. Kegiatan
pembelajaran ini mengutamakan pencapaian dan pengembangan kualitas pemecahan
masalah, pemikiran kritis, pertimbangan, hubungan antarpribadi, kesehatan
psikis dan keselarasan. Penilaian didasarkan pada kemampuan setip anggota
maupun kelompok mempertahankan posisi yanng dipilihnya.
Ø Jigsaw
Proscedure
(JP)
Dalam betuk
pembelajaran ini, anggota suatu kelompok diberi tugas yang berbeda-beda tentang
suatu pokkok bahasan. Agar setiap anggota dapat memahami keseluruhan pokok
bahasan, tes diberikan dengan materi yang menyeluruh. Penilaian didasarkan pada
rata-rata skor tes kelompok.
Ø Student
Team Achiement Divisions (STAD)
Para siswa dalam
suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Anggota-anggota dalam
setiap kelompok saling belajar dan membelajarkan sesamanya. Fokusnya adalah
keberhasilan seorang akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok dan
demikian pula keberhasilan kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan
individu siswa. Penilaian didasarkan pada pencapaian hasil belajar individual
maupun kelompok.
Ø Complex
Instrucion
(CI)
Metode pembelajaran
ini menekankan pelaksanan suatu suatu peroyek
yang berorentasi pada penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika
dan penghasialan social. Fokusnya adalah menumbuhkembangkan kreterian semua
anggota kelompok terhadap pokok bahasan.metode ini umumnya digunakan dalam
pembelajaran yang bersifat bilingual (menggunakan dua bahasa) dan antara para
siswa yang sangat heterogen,penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja
kelompok.
Ø Team Accelerate Instruction(TAI)
Bentuk
pembelajaran ini merrupakan kombinasi dari pembelajaran koopratif/kolaboratif
dengan pembelajaran individual .secara bertahap,seriap kelompok diberi
soal-soal yang harus mereka kerjakan sendiri terlebih dahulu .setelah ini
dilaksanakan penilaian bersama-sama
dalam kelompok .jika soal tahap pertama telah diselesaikan dengan benar
,setap siswa mengerjakan tahap berikutnya .namun,jika seorang siswa belum dapat
menyelesaikan soal tahap pertama dengan benar,ia harus menyelesaikan soal lain
pada tahap yang sama.setiap tahap soal disusun berdasarkan tingkat kesukaran
soal.penelitian didasarkan pada hasil
belajar individual maupun kelompok.
Ø Cooperative
Learning Structures(CLS)
Dalam
pembelajaran ini setiap kelompok dibentuk dengan anggota dua
siswa(berpasangan).seorang siswa bertindak sebagai tutor dan yang lain menjadi
tutee.tutor mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh tutee.bila jawaban
tutee benar,ia memperoleh poin atau skor
yang telah ditetapkan terlebih dahulu .Dalam selang waktu yang juga
telah diteteapkan sebelumnya ,kedua siswa yang berpasangan itu berganti peran.
Ø Cooprative
Integrated Reading and Composition (CIRC)
Model
pembelajaran ini mirip dengan TAI.sesuai namanya,model pembelajaran ini
menekankan pembelajaran membaca,menulis,dan tatabahasa.Dalam pembelajaran
ini,para siswa saling menilaik kemampuan membaca,menulis,dan tatabahasa.baik
secara tertulis maupun lisan dalam kelimpoknya.[11]
[1] Rusman, Model-Model Pembelajaran.(Jakarta:PT.
Raja Grafindo Persada, 2010)
[2] Rusman, Model-Model Pembelajaran.(Jakarta:PT.
Raja Grafindo Persada, 2010)
[3] Rusman, Model-Model Pembelajaran.(Jakarta:PT.
Raja Grafindo Persada, 2010) h 202-226
[4] Rusman, Model-Model Pembelajaran.(Jakarta:PT.
Raja Grafindo Persada, 2010) h 229 - 239
[5] Rusman, Model-Model
Pembelajaran.(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2010)
[6] Rusman, Model-Model Pembelajaran.(Jakarta:PT.
Raja Grafindo Persada, 2010)
[7] Rusman, Model-Model Pembelajaran.(Jakarta:PT.
Raja Grafindo Persada, 2010) h. 335-353
[8] Rusman, Model-Model Pembelajaran.(Jakarta:PT.
Raja Grafindo Persada, 2010)
[9] Rusman, Model-Model Pembelajaran.(Jakarta:PT.
Raja Grafindo Persada, 2010)
[10] Rusman, Model-Model Pembelajaran.(Jakarta:PT.
Raja Grafindo Persada, 2010)
[11] Rusman, model-model
pembelajaran.(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2010) h 380-404
Tidak ada komentar:
Posting Komentar