Selasa, 15 Desember 2015

KUMPULAN MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN PAI



BAB 1
Pengertian Model, Dasar Pertimbangan Memilih Model,
dan Model Pembelajaran Berdasarkan Teori
Disusun oleh: Roni Mardiansa


Kegiatan pembelajaran dilakukan dua orang pelaku, yaitu guru dan siswa. Perilaku guru adalah mengajar dan perilaku siswa adalah mengajar. Penelitian tentang model pembelajran telah di lakukan beberapa ahli di Amerika sejak tahun 1950-an. Model-model yang ditemukan dapat diubah, diuji kembali dan di kembangkan,selanjutnya dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran berdasarkan pola pembelajaran yang digunahkan. Kegiatan pembelajaran, dalam implementasinya mengenal banyak istilah untuk menggambarkan cara mengajar yang akan dilakukan oleh guru saat ini, begitu banyak macam strategi ataupun metode pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran menjadi lebih baik. Istilah model, pendekatan strategi, metode, teknik, dan taktik sangat familiar dalam dunia, namun terkadang istilah-istilah tersebut membuat bingung para pendidik.

A.    Pengertian Model Pembelajaran

Strategi menurut kemp adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat di capai secara efektif dan efisien. Oleh sebab itu, strategi berbeda dengan metode. Strategi menunjukkan pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi. dengan kata lain strategi adalah a plan of operation achieving something sedangkan metode adalah a way in achieving something.
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran inkuiri dan diskoveri serta pembelajaran induktif. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.

B.     Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Pembelajaran

Berikut beberapa hal yang harus dipertimbangkan guru dalam memilih model pembelajaran, yaitu:
1.      Pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai.
2.      Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran.
3.      Pertimbangan dari sudut peserta didik atau siswa.
4.      Pertimbangan lainnya yang bersifat nonteknis.

C.    Pola-pola Pembelajaran

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu sebagai hasil dari pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungan. Belajar bukan sekedar menghapal, melainkan suatu proses mental yang terjadi dalam diri seseorang. Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media pembelajaran.
D.    Ciri-ciri Model Pembelajaran

Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1.      Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
2.      Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif.
3.      Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, misalnya model synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang.
4.      Memiliki bagian-bagian model yaitu :
ü  urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax);
ü  adanya prinsip-prinsip reaksi;
ü  sistem sosial;
ü  sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.
5.      Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi:
ü  dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur;
ü  dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
6.      Membuat persiapan mengajar (desain instruksional dengan pedoman model  pembelajaran yang dipilihnya.

E.     Model Pembelajaran Berdasarkan Teori

1.      Model Interaksi Sosial
Model interaksi sosial menitikberatkan hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat. Pokok pandangan Gestalt adalah objek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasikan. Makna suatu objek atau peristiwa terletak pada keseluruhan bentuk (gestalt) bukan bagian-bagiannya.
Aplikasi teori gestalt dalam pembelajaran adalah:
ü  Pengalaman, yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu objek.
ü  Pembelajaran yang bermakna, terkait dalam suatu objek yang akan menunjang pembentukan pemahaman dalam proses pembelajaran.
ü  Perilaku bertujuan, yaitu perilaku terarah pada suatu tujuan yang akan dicapai.
ü  Prinsip ruang hidup, materi yang disampaikan harus memiliki kaitan dengan situasi lingkungan dimana siswa itu berada.
Model interaksi sosial mencakup strategi pembelajaran sebagai berikut.
·         Berperan dalam proses bermasyarakat.
·         Pertemuan kelas, bertujuan mengembangkan pemahaman mengenai diri pribadi dan rasa tanggung jawab.
·         Pemecahan masalah sosial, bertujuan mengembangkan kemampuan memecahkan masalah sosial dengan cara berpikir logis.
·         Bermain peranan, untuk memberikan kesempatan peserta didik menemukan nilai-nilai sosial dan pribadi melalui situasi tiruan.
·         Simulasi sosial, untuk membantu siswa mengalami berbagai kenyataan sosial serta menguji reaksi mereka.
2.      Model Pemrosesan Informasi
Teori pemrosesan informasi di pelopori oleh Robert gagne yaitu, pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Pembelajaran merupakan keluaran dari pemrosesan informasi yang berupa kecakapan manusia yang terdiri dari:
ü  Informasi verbal
ü  Kecakapan intelektual
ü  Strategi kognitif
ü  Sikap
ü  Kecakapan motoric
Delapan fase proses pembelajaran menurut robert gagne adalah:
·         Motivasi
·         Pemahaman
·         Pemerolehan
·         Penahanan
·         Ingatan kembali
·         Generalisasi
·         Perlakuan
·         Umpan balik
Ada sembilan langkah yang harus diperhatikan pendidik di kelas berkaitan dengan pembelajaran pemrosesan informasi.
§  Melakukan tindakan untuk menarik perhatian siswa.
§  Memberikan informasi mengenai tujuan pembelajaran dan topik yang akan dibahas.
§  Merangsang siswa untuk memulai aktivitas pembelajaran.
§  Menyampaikan isi pembelajaran sesuai dengan topik yang telah direncanakan.
§  Memberikan bimbingan bagi aktivitas siswa dalam pembelajaran.
§  Memberikan penguatan pada perilaku pembelajaran.
§  Memberikan feedback terhadap perilaku yang ditunjukkan siswa.
§  Melaksanakan  penilaian pada proses dan hasil.
§  Memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya dan menjawab berdasarkan pengalamannya.
Model proses informasi ini meliputi beberapa strategi pembelajaran, diantaranya:
Ø  Mengajar induktif, yaitu untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan membentuk teori.
Ø  Latihan inquiry, yaitu untuk mencari dan menemukan informasi yang memang diperlukan.
Ø  Inquiry keilmuan, bertujuan untuk mengajarkan sistem penelitian dalam disiplin ilmu.
Ø  Pembentukan konsep, bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir induktif.
Ø  Model pengembangan, bertujuan mengembangkan intelegensi umum terutama berpikir logis, aspek sosial dan moral.
Ø  Advanced organizer model, bertujuan mengembangkan kemampuan memproses informasi yang efesien untuk menyerap dan menghubungkan satuan ilmu pengetahuan secara bermakna.

3.      Model Personal (Personal Models)
Model ini bertolak dari teori Humanistik, yaitu berorientasi terhadap pengembangan  diri individu. Tokoh humanistik adalah Abraham Maslow, R. Rogers, C. Buhler, dan Arthur Comb. Menurut teori ini guru harus berupaya menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar siswa merasa bebas dalam belajar mengembangkan dirinya, baik emosional maupun intelektual.
Implikasi teori Humanistik dalam pendidikan adalah sebagai berikut:
ü  Bertingkah laku dan belajar adalah hasil pengamatan.
ü  Tingkah laku yang ada dapat dilaksanakan sekarang.
ü  Semua individu memiliki dorongan dasar terhadap aktualisasi diri.
ü  Sebagian besar tingkah laku individu adalah hasil dari konsepsinya sendiri.
ü  Mengajar adalah bukan hal penting tapi belajar siswa sangat penting.
ü  Mengajar dapat membantu individu mengembangkan hubungan yang produktif.
Model pembelajaran personal meliputi:
·         Pembelajaran non-direktif.
·         Latihan kesadaran.
·         Sinetik.
·         Sistem konseptual.

4.      Model Modifikasi Tingkah Laku (Behavioral)
Model ini bertujuan untuk mengembangkan sistem yang efisien untuk mengurutkan tugas-tugas belajar dan membentuk tingkah laku dengan cara memanipulasi penguatan.
Ada empat fase dalam model modifikasi tingkah laku ini, yaitu:
ü  Fase mesin pembelajaran (CAI dan CBI)
ü  Penggunaan media
ü  Pengajaran berprogram (linear dan branching)
ü  Operant conditioning dan operat reinforcement.[1]



























BAB 2
Model PPSI,Glasser, Gerlach dan Ely, Model Jerold E.Kemp.
Disusun Oleh : Sisusanti


A.    Model PSSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)

Munculnya model PSSI dilator belakangi oleh beberapa hal berikut.
1.      Pemberlakuan kurikulum 1975, metode penympaian adalah  prosedur pengembangan system instruksional (ppsi) untuk pengembangan satuan pembelelajaran (rpp).
2.      Berkembangnya paradigma pendidikan sebagai suatu system maka pembelajarn menggunakan pendekatan system (PPSI).
3.      Pendidik atau guru masih menggunakan paradigma transfer of knowledge belum pada pembelajaran yang professional.
4.      Tuntutan kurikulum 1975 yang berorintasi pada tujuan, relevansi, efisien, efektifitas, dan kontinuitas.
5.      System semester pada kurikulum 1975 menurut perencanaan pengajaran, sampai satuan materi terkecil.
Konsep dri PPSI ini adalah bahwa system konstruksional adalah bahwa system instruksional yang menggunakan pendekatan system, yaitu satu kesatuan yang terorganisasi, yang terdiri atas sejumlah komponen  yang saling berhubungn stu sama lainya dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan.
Sedangkan fungsi PPSI adalah untuk mengefektifkan perencanaan dan pelaksaanaan program pelajaran secara sistemik dan sistematis untuk dijadikan sebagai pedoman pendidik dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
Ada lima langkah-langkah dalam pengembangan moel PPSI yaitu:
ü  Merumuskan tujuan pembelajaran(menggunakan istilah yang operasional, berbentuk hasil belajar, berbentuk  tingkah langku dan hanya ada satu kemampuan atau tujuan).
ü  Pengembangan alat evaluasi (menentukan jenis tes yang akan digunakan.
ü  Menentukan kegiatan belajar mengajar,(merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar).
ü  Merencanakan kegiatan program kegiatan belajar mengajar,(merumuskan materi pelajaran, dan menetapkan metode yang digunakan).
ü  Pelaksanaan,(mengadakan protest, menyampaikan materi pelajaran.
Secara lebih rinci langkah-langkah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
·         Merumuskan tujuan pembelajaran,
·         Mengembangak alat evaluasi
·         Menentukan kegiatan belajar mengajar
·         Merencanakan program KBN
·         Pelaksanaan

B.     MODEL GLASSER

1.      Pendahuluan
Model desain pembelajaran pada dasarnya merupakan pengelolaan dan pengembangan yang dilakukan terhadap komponen-komponen pembelajaran. Adapun model pembelajaran yang akan dipaparkan adalah model glasser. Model glasser adalah model yang paling sederhana.
2.      Langkah-Langkah Model Glasser
ü  Instructional  goals(system objektif)
ü  Entering behavior(system input)
ü  Instructional (system operator)
ü  Performance assessment(autput monitor)

C.    Model Gerlach dan Ely

1.      Pendahuluan
Model pembelajaran merupakan suatu cara yang sistematis dalam mengidentifikasih, mengembangkan, dan mengevaluasi seperangkat materi dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Model Gerlach adalah sebuah model untuk mendesain pembelajaran yang cocok digunakan untuk segala kalangan termasuk untuk pendidikan tingakat tinggi, karena didalamnya terdapat strategi yang cocok digunakan oleh peserta didik dalam menerima materi yang akan disampaikan.

2.      Komponen-Komponen Model Pembelajaran Model Gerlach dan Ely
1)      Merumuskn tujuan pembelajaran (specsification of objectives)
Tujuan pembelajaran merukan suaatu target yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
2)      Menentukan isi materi (spectification of content)
Bahan atau materi pada dasarnya adalah isi aatau konten kurikulum yakni berupa pengalaman belajar dalam bentuk topic atau subtopic dan rincianya.
3)      Penilaian kemampuan awal siswa (assessment of entering behavior)
Kemampuan awal siswa ditentukan dengan memberikan tes awal.
4)      Menentukan srategi (determination of strategy)
Strategi pembelajaran merupakan pendekatanyang dipakai pengajar dalam memanifulasi informasi,  memili sumber-sumber dan menentukan tugas-tugas atau peranan siswa dalam kegiatan belajar mengajar (gerlach and eny).
Menurut gerlach and eny ad dua macam pendekatan yaitu:
ü  Bentuk expose (expository) yang lazim digunakan dal kulia-kulia tradisional , biasanya lebih bersifat komunikasi satu arah.
ü  Bentuk inquiry lebih mengutamakan partisifasi siswa dalam proses belajar mengajar.
5)      Pengelompokan belajar (organization of groups)
Beberapa pengelompokan siswa antara lain:
ü  Pengelompokkan berdasarkan jumlah siswa( grouping by size) yaitu belajar mandiri, kelompok kecil dn kelompok besar.
ü  Pengelompokan campuran yaitu pengelompokan yang tidk memandang kelas tingakat maupun usia, tetapi mereka mempunyai tingkat pengetahuan yang sama dalam satu mata pelajaran
ü  Gabungan beberapa kelas yaitu gabungan dari beberapa kelas  dalam satu ruangan besar.
ü  Sekolah  dalam sekolah yaitu satu kompleks yang besar yang terdidri dari beberapa gedung sekolah.
ü  Taman kependidikan yaitu kampus yang terdiri dari TK sampai Perguruan tinggi dengan pemusatan sarana, pelayanan dan imformasi.
6)      Pembagian waktu (allocation of time)
Pemilihan strategi dan tehnik untuk ukuran kelompok yang berbeda-beda tersebut mau tidak mau akan memaksa pengajar memikirkan penggunaan waktu. Rencana penggunaan waktu akan berbeda berdasarkan pokok permsalahan, tujuan-tujuan yang dirumuskan, ruangan yang tersedia, pola-pola administrasi, serta fasilitas dan minat-minat para siswa.
7)      Menentukan ruangan (allocation of space)
Ada tiga alternative ruangan belajar, agar proses belajar mengajar dapat terkondisikan,  yaitu:
ü  Ruangan-ruangan kelompok besar
ü  Ruangan-rungan kelompok kecil
ü  Ruangan untuk belajar mandiri
8)      Memilih media (allocatin of resources)
Gerlach and ely membagikan media sebagai sumber belajar ini kedalam lima kategori:
ü  Manusia dan benda nyata
ü  Media visual proyeksi
ü  Media audio
ü  Media cetak
ü  Media display
9)      Evaluasi hasil belajar (evaluation of permance)
Hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku pada akhir kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, dalam proses belajar terdapat rangkaian tes yang dimulai dari tes awal sampai tes akhir.
10)  Menganalisis umpan balik (analisis of feedback)
Umpan balik merupakn tahap terakhir dari pengembangan system  instruksional  ini.

3.      Kelebihan dan Kelemahan Model Belajar Gerlach dan Ely
a.       Kelebihan model belajar gerlach adalah dalam pelaksanaan atau merencanakan pembelajaran terbukti dengan diadakannya tahapan pengelompokkan belajar, penghitungan pembagian waktu, serta pengaturan ruang belajar.
b.      Kekuranganya adalah tidak adanya thpan pengenalan karakteristik siswa sehingga sedikitnya akan membuat guru kewalahan dalam menganalisis kebutuhan belajar siswa selama proses pembelajaran.

4.      Aplikasi Model Gerlach dan Ely dalam Penyusunan Desain Pembelajaran
Contoh penerapan model gerlach and ely dalam penyusunnan desain pembelajarn:
Nama Sekolah: SMAN 03 indramayu
Kelas/semester: x/2(dua)
Mata pelajaran: matematika
Alokasih waktu: 2x45 menit
Pertemuan: 1x pertemuan
1)      Merumuskan tujuan pembelajaran 
ü  Standar Kompetensi
ü  Kompetensi dasar
ü  Indicator
2)      Menentukan isi pelajaran
ü  Kesetaraan dari pernyataan  majemuk
ü  Konvers, invers, dan kontraposisi
ü  Tautology dan kontradiksi


3)      Penilaian awal kemampuan siswa
ü  Guru memberikan pretest
ü  Data tentang pengetahuan awal atau kesiapan
4)      Menentukan strategi pembelajaran
5)      Pengelolaan kelas
6)      Pembagian waktu
7)      Penyampaian ruangan
8)      Penyediaan media pembelajaran 
9)      Penilaian
10)   Analisis umpan balik

D.    Model  Jerold E. Kemp

1.      Pendahuluan
Jerold E, Kemp berasal dari California state luniversity di Sanjose Kemp mengembangkan desain internasional yang paling awal bagi pendidikan. Desain pembelajaran dengan model ini dirancang untuk menjawab 3 pertanyaan yakni :
a.       Apa yang harus dipelajari siswa (tujuan pembelajaran).
b.      Apa/bagaimana prosedur,dan sumber-sumber belajar apa yang tepat untuk mencapai hasil beljar yang di inginkan (media,kegiatan,dan sumber belajar yang di gunakan).
c.       Bagaimana kita tau bahwa hasil belajar yang diharapkan telah tercapai (evaluasi).
1)      Pokok Bahasan Dan Tujuan Umum (Goal,Topics,And General Purpose)
Pengertian gols dan general purpose dipadukan jadi satu pengertian yaitu tujuan umum. Dalam prosedur pengembangan pembelajaran biasa disebut tujuan intruksional.
ü  Pokok Bahasan
Pokok bahasa menjadi dasar dalam pembelajaran dan menggambarkan ruang lingkup pembelajaran itu sendiri.
ü  Tujuan pembelajaran umum
Tujuan-tujuan umum adalah tujuan pembelajaran yang sifatnya umum dan belum dapat mengambarkan tingkahlaku yang lebih spesifik.
2)      Karateristik Siswa(Leaner Characteristic)
Karakteristik siswa adalah untuk mengukur apakah siswa akan mampu mencapai tujuan belajar atau tidak.
3)      Tujuan Pembelajaran Khusus (leaner objective)
Tujuan pembelajaran kusus merupakan penjabaran dari tujuan pembelajaran umum. Ada 3 bagian klasifikasi tujuan pembelajaran
ü  Domain kognitif
ü  Domain efektif
ü  Domain psikomotorik
4)      Materi atau Bahan Belajar (subjek content)
Subjek content adalah materi atau pokok bahasan.
5)      Penjajakan Terhadap Siswa (preassessment)
Adalah unutk menguji,apakah perencana yang telah disusun pada 4 langkah sebelumnya dapat diteruskan kelangkah selanjutnya. Jadi, preassessment adalah menguji cobakan rencana pokok bahasan, tujuan belajar dari rencana isi.
6)      Kegiatan Belajar Mengajar dan Media (Teaching/Leaning Activities and Resource)
Prinsip-prinsip Belajar Menurut B.F.Skinner dkk ada sepuluh prinsip sebagai berikut ini.
ü  Persiapan Belajar (prelearning preparation)
ü  Motivasi (motivation)
ü  Perbedaan individual (individual differences)
ü  Kondisi Pembelajaran ( instructional condition)
ü  Partisipasi aktif (active participation)
ü  Penyampaian hasil belajar siswa ( successful achievement)
ü  Hasil yang sudah diperoleh (knowledge of result)
ü  Latihan ( practive)
ü  Kadar bahan yang diberikan (rate of presenting material)
ü  Sikap mengajar (instructor’s attitude).[2]




































BAB 3
Model Pembelajaran Kooperatif
Disusu oleh: Ira Kristinawati


A.    Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kaloboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dan siswa dan siswa dan guru.

B.     Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menenkankan pada proses kerja sama dalam kelompok.   
Karakteristik atau cirri-ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Pembelajaran secara tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan.
2.      Didasarkan pada menajemen kooperatif
Ada 3 fungsi sebagai berikut:
ü  Fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan,dan langkah-langkah yang sudah ditemukan.
ü  Fungsi manajemen sebagai organisasi menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif.
ü  Fungsi manajemen sebagai kontrol menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan criteria kebeerhasilan baik melalui bentuk tes maupun nontes.
3.      Kemauan untuk bekerja sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif tanpa kerja sama yang baik pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai tujuan yang optimal.
4.      Keterampilan bekerja sama
Kemampuan bekerja sama itu dipratikan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara kelompok. Dengan demikian siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Unsur-unsur pembelajran pembelajaran koopertif adalah sebagai berikut:
ü  Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama.
ü  Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri.
ü  Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
ü  Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
ü  Ssiswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah atau penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.
ü  Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
ü  Siswa dimintak mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja. Namun siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas.

C.    Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Menurut roger dan david Johnson ada lima unsure dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
1.      Prinsip keterantungan positif yaitu dalam pembelajaran kooperatif keberhasilan dalam menyelesaikan tugas tergantung pada siswa yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok.
2.      Tanggung jawab perseorangan yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya.
3.      Interaksi tatap muka yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dan anggota kelompok lain.
4.      Partisipasi dan komunikasi yaitu melatih siswa untuk dapat berpatisipasih aktif dan bekomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.
5.      Evaluasi proses kelompok yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bias bekerja sama dengan lebih efektif.

D.    Prosedur Pembelajaran Kooperatif

Prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap yaitu sebagai berikut:
1.      Penjelasan materi
Tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok.
2.      Belajar kelompok
tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya.
3.      Penilaian
penilaian dalam pembelajaran kooperatif bias dilakukan melalui tes atau kuis yang dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu akan memberikan penilaian kemampuan individu, sedangkan kelompok akan memberikan penilaian pada kemampuan kelompoknya.

4.      Pengakuan tim
adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah dengan harapan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi lebih baik lagi.

E.        Model-Model Pembelajaran Kooperatif

1.      Model Student Teams Achievement Division (STAD)
Menurut slavin (2007) model STAD merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti. Dalam STAD siswa dibagi manjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran dan siswa-siswa di dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bias menguasai pelajaran tersebut.

2.      Model Jigsaw
Dalam model kooperatif jigsaw ini siswa memilikibanyak kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan mengolah informasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi anggota kelompok bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajaridan dapat menyampaikan informasinya kepada kelompok lain.

3.      Investigasi kelompok (Group Investigasi)
Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigasi dapat pakai guru untuk mengembangkan kreativitas siswa baik secara perorangan maupun kelompok. Model pembelajaran kooperatif dirancang untuk membantu terjadinya pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran dan berorientasi menuju pembentukan manusia sosial. Model pembelajaran kooperatif dipandang sebagai proses pembelajaran yang aktif sebab siswa akan lebih banyak belajar melalui proses pembentukkan dan penciptaan kerja dalam kelompok dan berbagi pengetahuan serta tanggung jawab individu tetap merupakan kunci keberhasilan pembelajaran.

4.      Model membuat pasangan
Merupakan salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh lorna curran (1994).
Langkah-langkah model pembelajaran ini adalah:
ü  Guru menyiapakan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/topic yang cocok untuk sesi review.
ü  Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.
ü  Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.
ü  Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
ü  Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
ü  Kesimpulan.

5.      Model teams games tournaments
Menurut saco (2006), dalam TGT siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagibtim mereka masing-masing. Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka tiap siswa. Misalnya, akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut. Menurut slavin pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari lima langkah tahapan:
ü  Penyajian kelas.
ü  Belajar dalam kelompok
ü  Permainan.
ü  Pertandingan.
ü  Penghargaaan kelompok.
Menurut slavin model pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
·         Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil.
·         Permainan.
·         Penghargaan kelompok.

6.      Model structural
Menurut pendapat spencer dan Miguel kagan (shlomo sharan, 2009:267) bahwa terdapat enam komponen utama dalam pembelajaran kooperatif tipe pendekatan structural. Keenam komponen sebagai berikut:
1)      Struktur dan konstruk yang berkaitan
Premis dasar dari pendekatan struktur adalah bahwa ada hubungan kuat antara yang siswa lakukan dengan yang siswa pelajari.
2)      Prinsip-prinsip dasar
Ada empat prinsip dasar yang penting untuk pendekatan structural, yaitu interaksi serentak, partisipasi sejajar, interdependensi positif, dan akuntabilitas perseorangan.
3)      Pembentukan kelompok dan pembentukan kelas
kagan (shlomo sharan, 2009:287) membedakan lima tujuan pembentukkan kelompok dan memberikan struktur yang tepat untuk masing-masing siswa.
4)      Kelompok
Kelompok belajar kooperatif memiliki identitas kelompok yang kuat, yang idealnya terdiri dari empat anggota yang berlangsung lama.
a.       Tata kelola
Dalam kelas kooperatif ditekankan adanya interaksi siswa dengan siswa, untuk itu manajemen melibatkan berbagai keterampilan berbeda. Dalam perhatian manajemen diperkenalkan besamaan perkenalan kelompok, susunan tempat duduk, tingkat suara, pemberian arahan, distribusi, dan penyiapan materi serta dalam pembentukan sikap kelompok.
b.      Keterampilan sosial
Dalam memperoleh penampilan sosial dapat menggunakan empat alat yaitu:
ü  Peran dan gerakkan pembuka.
ü  Pemodelan dan penguatan.
ü  Struktur dan pengstrukturan.
ü  Refleksi dan waktu perencanaan.[3]





BAB 4
Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
Disusu oleh: elva wahyuni


Menurut Tan (2003), pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM  kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan,mengasah,menguji dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
A.    Konsep dan karakteristik pembelajaran  berbasis masalah

Boud dan feletti (1997) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah inovasi yang paling signifikan dalam pendidikan. Sedangkan margetson (1994) mengemukakan bahwa kurikulum PBM membantu untuk meningkatkan perkembangan keterampilan belajar sepanjang hayat  dalam pola piker yang terbuka,refleksi,kritis,dan belajar aktif.
1.      Masalah, pedagogi,dan pembelajaran berbasis masalah
Kekuatan masalah: Masalah dapat mendorong keseriusan,inquiri,dan berpikir dengan cara yang bermakna dan sangat kuat (powerful).
ü  Masalah dan pedagogi
Menurut shulman (1991),pendidikan merupakan proses membantu orang mengembangkan  kapasitas untuk belajar bagaimana menghubungkan kesulitan  mereka dengan teka-teki yang berguna untuk membentuk masalah.
2.      karakteristik pembelajaran berbasis masalah
ü  permasalahan menjadi starting point dalam belajarpermasalahan yang
ü  diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur
ü  permasalahan membutuhkan perspektif ganda(multiple perspective)
ü  belajar kolaboratif ,komunikasi,dan kooperatif
ü  pengembangan keterampilan inquiri dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.
ü  PBM melibatkan evaluasi  dan review pengalaman siswa dan proses belajar.
PBM digunakan tergantung dari tujuan yang ingin dicapai apakah berkaitan dengan :
·         penguasaan isi pengetahuan yang bersifat multi-disipliner
·         Pengusaan keterampilan proses dan disiplin heuristic
·         Belajar keterampilan pemecahan masalah
·         Belajar keterampilan kolaboratif. Dan
·         Belajar keterampilan kehidupan yang lebih luas

B.     Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah

1.      Menyiapkan perangkat berpikir siswa
Beberapa hal yang dapat dilakukan guru untuk menyiapkan siswa dalam PBM adalah:
ü  membantu siswa mengubah cara berpikir
ü  menjelaskan apakah PBM itu? Pola apa yang akan dialami oleh siswa dll.
2.      Menekankan belajar kooperatif
3.      Memfasilitasi pembelajaran kelompok kecil dalam PBM
Guru dapat menggunakan berbagai teknik belajar kooperatif untuk menggabungkan kelompok-kelompok kecil tersebut dalam langkah-langkah yang beragam dalam siklus PBM untuk menyatukan ide,berbagai hasil belajar, dan penyajian ide.
4.      Melaksanakan pembelajaran  berbasis masalah.

C.    Proses Belajar Kognitif

Proses belajar kognitif itu, meliputi perencanaan penuh untuk berpikir,berpikir secara menyeluruh,berpikir secara sistematik,berpikir analitik dan berpikir analogis. Berpikir digunakan dalam PBM ketika siswa merencanakan, membuat hipotesis, menggunakan perspektif yang beragam, dan bekerja melalui fakta dan gagasan secara sistematis.

D.    Desain masalah dalam pembelajran berbasis masalah

1.      Akar desain masalah
Menurut Michael Hiks (1991), ada empat hal yang harus diperhatikan ketika membicarakan masalah, yaitu : memahami masalah,kita tidak tahu bagaimana cara memecahkan masalah tersebut, adanya keinginan memecahkan masalah tersebut, dan adanya keyakinan mampu memecahkan masalah tersebut.

2.      menentukan tujuan pembelajaran berbasis masalah
Tujuan PBM  adalah pengusaan isi belajar dari disiplin heuristic dan pengembangan keterampilan pemecahan masalah. PBM juga berhubungan  dengan belajar tentang kehidupan yang lebih luas, keterampilan memaknai informasi,kolaboratif , belajar tim, dan keterampilan berfikir reflektif dan evaluatif.

3.      Desain masalah
Desain masalah memilki ciri-ciri sebagai  berikut.
ü  karakteristik: masalah nyata dalam kehidupan,adanya relavansi dengan kurikulum.
ü  konteks: masalah tidak terstruktur,menantang,memotivasi dan memiliki elemen baru.
ü  sumber dan lingkungan belajar: adanya bimbingan dalam proses memecahkan masalah dan menggunakan sumber,adanya sumber informasi, dan hal-hal yang diperlukan dalam proses pemecahan masalah.
ü  presentasi; penggunaan skenario masalah, penggunaan video klip,audio,jurnal, dan majalah

E.     Pengembangan kurikulum dalam pembelajaran berbasis masalah

Kurikulum dalam pembelajaran berbasis masalah meliputi:
1.      Mega level (the why) : profil lulusan yang diharapkan ,tujuan umum program,pengetahuan,keterampilan,sikap, dan kompetensi lainnya yang menekankan dan pengembangan displin ilmu.
2.      Makro level (the what) : latihan dan modul tujuan dan lembaga,belajar dari materi dan silabus, penilaian tujuan,struktur,criteria, dan kegiatan evaluasi.
3.      Mikro level (the how): struktur kegiatan,jadwal sesi PBM,tutorial, struktur belajar mandiri dan sumber masalah.


F.     Pembelajaran berbasis masalah dan perencanaan

Langkah pertama dalam perencanaan kurikulum kaitannya dengan PBM adalah menentukan tujuan dalam memanfaatkan PBM dan tujuan program kurikulum, seperti yang disebutkan diatas mega level, makro level dan mikro level. Seperti halnya proses pengembangan kurikulum,adanya standar dalam pengembangan, dimulai dengan menentukan tujuan sesuai kebutuhan,kemudian perlu mempersiapkan sebuah dokumen yang meliputi:
1)      rasional penggunaan PBM
2)      apa PBM dan apa yang diperlukan
3)      tujuan PBM dan hasil yang ingin dicapai.

G.    Pembelajaran berbasis masalah dan e-learning

1.      pembelajaran berbasis masalah dan system manajemen belajar
System manajemen belajar seperti halnya dengan papan tulis,sumber belajar dan perlengkapan belajar(buku-buku,dokumen dll). Dalam perkembangannya telah diciptakan perlengkapan yang lebih canggih seperti grafik,video,fotografi dll.
2.      inovasi e-learning
E-learning memiliki manfaat yang cukup besar terutama ketika dikaitkan dengan jarak dan keterbatasan waktu dalam belajar, belajar dapat dilakukan hanya melaui web.[4]


























BAB 5
MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK
Disusun Oleh : Shinta Nur Aini


A.    Latar Belakang Pembelajaran Tematik

Berdasarkan paduan KTSP, pengelolaan kegiatan pembelajaran pada kelas awal Sekolah Dasar dalam mata pelajaran dan kegiatan belajar pembiasan dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran tematik dan diorganisasikan sepenuhnya oleh sekolah/ madrasah. Dengan demikian, kegiatan menganalisis kompetensi dasar,       hasil belajar dan indikator tidak perlu dilakukan secara tersendiri karena dapat dilaksanakan berbarengan dengan penentuan jaringan tema. Tema-tema yang bisa dikembangkan di kelas awal sekolah Dasar mengacu kepada
prinsip-prinsip.sebagai berikut:
1.      Pengalaman mengembangkan tema dalam kurikulum disesuaikan dengan mata pelajaran yang akan dikembangkan.
2.      Dimulai dari lingkungan yang terdekar dengan anak (expanding community approach).
3.      Dimulai dari hal-hal yang mudah menuju yang sulit, dari hal yang sederhana menuju yang kompleks, dan dari hal yang kongkret menuju yang abstrak.
KTSP merupakan kurikurum operasional yang berbasis kompetensi sebagai hasil refleksi, pemikiran dan pengkajian yang mendalam  dari kurikulum yang telah berlaku beserta pelaksanaannya. Dengan kurikulum ini diharapkan dapat membantu mempersiapkan peserta didik  menghadapi tantangan-tantangan di masa depan. Kompetensi-kompetensi yang dikembangkan dalam KTSP diarahkan untuk memberikan keterampilan dan keahlian bertahan hidup daram kondisi yang penuh dengan berbagai perubahan, persaingan, ketidakpastian, dan kerumitan- kerumitan dalam kehidupan. Kurikulum ini ditujukan untuk menciptakan lulusan yang kompeten dan cerdas dalam membangun inregriras sosial, serta membudayakan dan mewujudkan karakter nasional.
Dalam implementasi KTSP, telah dilakukan berbagai studi yang mengarah pada peningkatan efisiensi dan efektivitas layanan dan pengembangan sebagai konsekuensi dari suatu inovasi pembelajaran. Sebagai salah satu bentuk efisiensi dan efektivitas implementasi kurikulum itu, yaitu dengan dimunculkannya berbagai model implementasi kurikulum. Model pembelajaran tematik merupakan salah satu model implementasi kurikulum yang dianjurkan pada tingkat satuan pendidikan Sekolah Dasar. Model pembelajaran tematik pada hakikatnya merupakan suatu sistem pembela jaran yang memungkinkan siswa baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, mengeksprorasi, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik, autentik dan berkesinambungan.

B.     Tahap Perkembangan Belajar Anak Sekolah Dasar

Tahap perkembangan tingkah laku belajar siswa Sekolah Dasar sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungan yang ada di sekitarnya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri siswa dengan lingkungannya. Menurut piaget (1950) setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori kognitif).
Menurut Piaget, Setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemato., yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemaharnan terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi, yaitu menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran anak dan akomodasi, yaitu proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikirannya untuk menafsirkan objek yang dilihatnya. Kedua proses tersebut jika berlangsung terus-menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu anak secara bertahap dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan di sekitarnya.
Piaget membagi perkembangan berpikir anak ke dalam tahap-tahap sebagai berikut: usia 0-2 tahun (sensorimotor),2-7 tahun (praoperasional), 7-11 tahun (operasi konkret), dan usia 11 tahun lebih (operasi formal). Pada setiap tahapan tersebut menunjukkan perilaku yang unik, dimanis dan menjadi ciri psikologis dari perilaku belajar pada rentang usia tersebut.
Anak pada usia Sekolah Dasar (7-11 tahun) berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia ini tingkah laku anak yang tampak yaitu:
ü  anak mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur unsur secara serentak,
ü   anak mulai berpikir secara operasional,
ü  anak mampu mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda,
ü  anak dapat membentuk dan menggunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan
ü  anak dapat memahami konsep substansi, panjang, lebar, luas, tinggi, rendah, ringan, dan berat.
Kecenderungan belajar anak usia Sekolah Dasar memiliki tiga ciri, yaitu: konkret, integratil dan hierarkis. Konkret mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkret yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak-atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar yangdapat dioptimalkan untuk pencapaian proses dan hasil pembelajaran yang berkualitas bagi anak usia sekolah dasar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.
Hampir semua tema/ topik pembelajaran dapar dipelajari dari lingkungan. Integratif berarti memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan dan terpadu. Anak usia sekorah dasar belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian. Dengan demikian, keterpaduan konsep tidak dipilah-pilah daram berbagai disiplin ilmu, tetapi dikait-kaitkan menjadi pengalaman belajar yang bermakna Hierakis adalah berkembang secara bertahap mulai dari tal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Dengan demikian, perlu diperhatikan urutan logis, keterkaitan antar materi pelajaran, dan cakupan keluasan materi pelajaran.

C.    Belajar dan Pembelajaran Bermakna (Meaningful Learning)

Menurut Jackson (1991) belajar merupakan proses membangun pengetahuan melalui transformasi pengalaman, sedangkan pembelajaran rnerupakan upaya yang sistemis dan sistematis dalam menata lingkungan belajar guna menumbuhkan dan mengembangkan belalar peserta didik. Proses belajar itu sendiri bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar rersebut terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya. proses belajar merupakan indikator berhasil tidaknya pembelajaran.
Belajar bermakna (meaningfuil learning) pada dasarnya merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam strukrur kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan substantif antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Baik dalam bentuk hubungan-hubungan yang bersifat derivatif, elaboratif, korelatif, supportif, maupun yang bersifat hubungan - hubungan kualifikatif arau representasiona. proses belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta belaka (root learning), berusaha menghubungkan konsep-konsep tersebut untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan.
Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna, maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis konsep konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan. Bila tidak dilakukan usaha untuk memadukan pengetahuan baru dengan konsep konsep relevan yang sudah ada dalam strukrur kognitif siswa, maka pengetahuan baru tersebut cenderung akan dipelajari secara hafalan.
Jaringan tema yang dirancang dalam pelaksanaan pembelajaran tematik merupakan alat  yang dapat digunakan untuk mengetahui keterkaitan isi antar satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya. Dengan demikian, penggunaan jaringan tema tersebut merupakan jalan pembuka yang menghasilkan upaya terjadinya belajar bermakna. Kompetensi dasar dan materi yang luas dan tersebar pada masing-masing mata pelajaran dapat mengakibatkan pemahaman yang parsial dan tidak terintegrasi, padahal memiliki jalinan konsep yang saling mendukung.
Penerapan pembelajaran tematik dapat memberikan keterhubungan antar satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan kualitas belajar siswa. Penyajian materi tidak didasarkan pada kait berkaitnya konsep akan mengakibatkan pemahaman yang sukar, parsial, dan tidak mendasar. Dengan penerapan pembelajaran tematik akan membantu para siswa membangun kebermaknaan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang baru dan lebih kuat. Kaitan antarsatu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya.  bagi siswa merupakan hal yang penting dalam belajar, sehingga apa yang dipelajari  oleh siswa akan Iebih bermakna, lebih mudah diingat dan lebih mudah dipahami, diolah serta digunakan untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupannya.
Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.

D.    Pengertian pembelajaran Tematik

pembelajaran.tematik merupakan salah satu model dalam pembelajaran terpadu (integrated instruction) yang merupakan suatu system pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip- prinsip keilmuan secara holistic, bermakna dan autentik. Pembelajaran terpadu berorientasi pada praktik pemberajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan siswa. pendekatan ini berangkat dari teori pembelajaran yang menolak proses latihan/ hafalan (drill) sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak. Teori pembelajaran ini  dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk piaget yang menekan bahwa pembelajaran itu haruslah bermakna dan beroiienrasi kebutuhan dan perkembangan anak. pendekatan pembelajaran terp lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing).
Model pembelajaran tematik adalah model pemberajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik yang melibatkan bebera mata pelajaran untuk memberikan pengalaman bermakna kepada siswa., Dikatakan bermakna karena dalam pemberajaran tematik, siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalarnan langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Fokus perhatian dalam pembelajaran tematik terletak pada proses yang ditempuh siswa saat berusaha memahami isi pembelajaran sejalan dengan bentuk-bentuk keterampilan yang harus dikembangkannya.
Dalam pelaksanaannya, pendekatan pembelajaran tematik ini bertolak dari suaru tema yang dipilih dan dikembangkan oleh guru bersama siswa dengan memerhatikan keterkaitannya dengan isi mata pelajaran. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983). Tujuan dari adanya tema ini bukan hanya untuk menguasai konsep-konsep dalam suatu mata pelajaran, akan tetapi juga keterkaitannya dengan konsep-konsep dari mata pelajaran lainnya. Dengan adanya tema ini akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:
ü  siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,
ü  siswa dapat memperajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;
ü  pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
ü  kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan rnata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa;
ü  siswa dapat lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas;
ü  siswa dapat lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengernbangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain;
ü  guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.

E.     Landasan Pembelajaran Tematik

Dalam setiap pelaksanaan pembelajaran tematik di Sekolah Dasar, seorang guru harus mempertimbangkan banyak faktor. Selain karena pembelajaran itu pada dasarnya merupakan implementasi dari kurikulum yang berlaku, juga selalu membutuhkan landasan-landasan yang kuat dan didasarkan atas hasil-hasil pemikiran yang mendalam. Pembelajaran tematik memiliki posisi dan potensi yang sangat strategis dalam keberhasilan proses pendidikan di sekolah dasar. Dengan posisi seperti itu, maka dalam pembelajaran tematik dibutuhkan berbagai landasan yang kokoh dan kuat serta harus diperhatikan oleh para guru pada waktu merencanakan, melaksanakan, dan menilai proses dan hasilnya. Landasan- landasan pembelajaran tematik di Sekolah Dasar meliputi landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan yuridis
1.      Secara filosofis, kemunculan pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat berikut: (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme. Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreativitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memerhatikan pengalaman siswa. Dalam proses belajar, siswa dihadapkan pada permasalahan yang menuntut pemecahan. Untuk memecahkan masalah tersebut, siswa harus memilih dan menyusun ulang pengetahuan dan pengalaman belajar yang telah dimilikinya. Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran.
Dalam hal ini, isi atau materi pembelajaran perlu dihubungkan dengan pengalaman siswa secara langsung. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, fenomena; pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja seorang guru kepada siswa, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa.
Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya potensinya, dan morivasi yang dimilikinya. Siswa selain memiliki kesamaan juga memiliki kekhasan,implikasi dari hal tersebut dalam kegiatan pembelajaran yaitu:
ü  layanan pembelajaran selain bersifat klasikal, juga bersifat individual,
ü  pengakuan adanya siswa yang lambat (slow learner) dan siswa yang cepat,
ü  penyikapan terhadap hal-hal yang unik dari diri siswa, baik yang menyangkut faktor personal/ individual maupun yang menyangkut faktor lingkungan sosial/ kemasyarakatan
2.      Landasan psikologis terutama berkaitan dengan psikologi perkem, bangan peserta didik dan psikologi belajar. psikologi perkembangan. diperlukan terutama dalam menentukan isi/ materi pembelajaran tematik, yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya' sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/ materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya. Melalui pembelajaran tematik diharapkan adanya perubahan perilaku siswa menuju kedewasaan, baik fisik, mental ,intelektual, moral maupun sosial.
3.      Landasan yuridis berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di Sekolah Dasar. Dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (Pasal 9). Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa setiap peserta didik. pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V pasal 1-b).
selain ketiga landasan di atas, dalam pelaksanaan pembelajaran tematis perlu juga dipertimbangkan landasan sosial-budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS). pembelajaran selalu mengandung nilai yang harus sesuai dengan nilai yang berlaku dalam masyarakat. Di sarnping itu, keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi juga oleh lingkungan. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya, harus menjadi dasar dan acuan untuk mencapai keberhasilan pembelajaran tematik. Landasan IPTEK diperlukan dalam pengembangan pembelajaran tematik sebagai upaya menyelaraskan materi pembelajaran dengan perkembangan dan kemajuan yang terjadi dalam dunia IPTEK, baik secara langsung maupun tidak langsung.

F.     Pentingnya Pembelajaran Tematik Untuk Murid Sekolah Dasar

Model pernbelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar atau mengarahkan siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Melalui pembelajaran tematik siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajari secara holistik, bermakna, autentik, dan aktif. Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antarmata pelajaran yarrg dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Pentingnya pembelajaran tematik diterapkan di Sekolah Dasar karena pada umumnya siswa pada tahap ini masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik), perkembangan fisiknya tidak pernah bisa dipisahkan dengan perkembangan mental, sosial, dan emosional.
Apabila dibandingkan dengan pembelajaran konvensionai, pembelajaran tematik memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:
1.      pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar;
2.      kegiatan- kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa;
3.       kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa, sehingga hasil belajar dapar bertahan lebih lama;
4.       membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa
5.      menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya; dan
6.      mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerja sama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain
Selain adanya keunggulan-keunggulan tersebut diatas, pembelajaran tematik sangat penting diterapkan di Sekolah Dasar sebab memiliki banyak nilai dan manfaat, di antaranya:
1)      dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan, dihilangkan,
2)      siswa dapat melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/ materi pembelalaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir,
3)      pembelajaran tidak terpecah-pecah karena siswa dilengkapi dengan pengalaman belajar yang lebih terpadu sehingga akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi yang lebih terpadu juga,
4)      memberikan penerapan-penerapan dari dunia nyata, sehingga dapat mempertinggi kesempatan transfer belajar (transfer of rearning),
5)      dengan adanya pemaduan antarmata pelajaran, maka penguasaan materi pembelajaran akan semakin baik dan meningkat

G.    Karasteritik Model Pembelajaran Tematik

sebagai suatu model pembelajaran di Sekolah Dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karekteristik sebagai berikut:
1.    Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered). Hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, yaitu memberikan kemudahan kemudahan pada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
2.   Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengaraman langsung pada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuaru yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
3.    Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antarmata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan pada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
4.   Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa dapat memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah- masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
5.   Bersifat fleksibel
pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) di mana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan di mana sekolah dan siswa berada.
6.    Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
7.    Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.

H.    Rambu-Rambu Pembelajaran Tematik

Dalam pelaksanaan pembeiajaran tematik yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut.
1.      Tidak semua mata pelajaran harus dipadukan.
2.      Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas semester.
3.      Kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan untuk dipadukan. Kompetensi dasar yang tidak diintegrasikan dibelajarkan secara tersendiri.
4.      kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap diajarkan baik melalui tema lain maupun disajikan secara tersendiri
5.      Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung serta penanaman nilai-nilai moral.
6.      Tema- tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik siswa, minat, iingkungan, dan daerah setempat.

I.       Ruang Lingkup Pembelajaran Tematik

Ruang lingkup pengembangan pembelajaran tematik meliputi seluruh mata peiajaran pada kelas I, II, dan III sekolah Dasar, yaitu pada mata pelajaran Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, IImu Pengetahuan alam, Pendidikan Kewarganegaraan, Irmu pengetahuan sosial, seni Budaya dan Kererampilan, serta pendidikan Jasmani, olahraga dan kesehatan



J.      Implementasi Pembelajaran Tematik

keberhasilan pelaksanaan pembelajaran tematik dipengaruhi oleh seberapa jauh pembelajaran tersebut direncanakan sesuai dengan kondisi dan potensi siswa (minat, bakat, kebutuhan, dan kemampuan). standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dikuasai siswa sudah tertulis dalam Kurikulum Tingkat satuan pendidikan pada setiap rnata pelajaran yang terpisah satu dengan lainnya. Berkenaan dengan perencanaan pembelajaran tematik, hal pertama yang harus mendapat perhatian guru di sekoiah Dasar, yaitu kejelian dalam mengidentifikasi SK/ KD dan menetapkan indikator pada setiap mata pelajaran yang akan dipadukan Guru harus memahami betul kandungan isi dari masing- masing komperensi dasar dan indikator tersebut sebelum dilakukan pemaduan-pemaduan. Penerapan sistem guru kelas di sekolah Dasar, di mana guru memiliki pengalaman mengajarkan seluruh mata pelajaran, guru bisa lebih cepat melihat keterhubungan kompetensi dasar dan indikator antarmata pelajaran.
Dalarn merancang pernbelajaran tematik di Sekolah Dasar bisa dilakukan dengan dua cara :
1.      dimulai dengan menetapkan teriebih dahulu tema-tema tertentu yang akan diajarkan, dilanjutkan dengan mengidentifikasi dan memetakan kompetensi dasar pada beberapa mata pelajaran yang diperkirakan relevan dengan tema-tema tersebut. Tema-tema ditetapkan dengan memerhatikan lingkungan yang terdekat dengan siswa, dimulai dari hal yang termudah menuju yang sulit, dari hal yang sederhana menuju yang kompleks, dan dari hal yang konkret menuju ke hal yang abstrak. Cara ini biasanya dilakukan untuk kelas-kelas awal sekolah (kelas I dan II). Contoh tema yang bisa dikembangkan, misalnya diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, pekerjaan, tumbuhan, hewan, alam sekitar, dan sebagainya.
2.      dimulai dengan mengidentifikasi kompetensi dasar dari beberapa mata pelajaran yang memiliki hubungan, dilanjutkan dengan penetapan tema pemersatu. Dengan demikian, tema-tema pemersatu tersebut ditentukan setelah mempeiajari kompetensi dasar dan indicator yang terdapat dalam masing-masing mata pelajaran. Penetapan tema dapat dilakukan dengan melihat kemungkinan materi pelajaran pada   salah satu mata pelajaran yang dianggap dapat mempersatukan beberapa kompetensi dasar pada beberapa mata pelajaran yang akan dipadukan Cara ini dilakukan untuk jenjang Sekolah Dasar kelas III s.d VI
Alur atau langkah-langkah dalam mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran tematik meliputi tujuh tahap, yaitu:
1.      Menetapkan Mata Pelajaran yang akan Dipadukan
Tahap ini sebaiknya dilakukan setelah rnembuat pemetaan kompetensi dasar secara menyeluruh pada semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar dengan maksud supaya terjadi pemerataan keterpaduan dan pencapaiannya. Pada saat menetapkan beberapa mata pelajaran yang  akan dipadukan sebaiknya sudah disertai dengan alasan atau rasionai yang berkaitan dengan pencapaian komperensi dasar oleh siswa dan kebermaknaan belajar.
2.      Mempelajari (Kompetensi Dasar dan Indikator dari Mata Pelajaran yang akan Dipadukan
Pada tahap ini dilakukan Pada tahap ini dilakukan pengkajian atas kompetensi dasar pada jenjang dan kelas yang sama dari beberapa mata pelajaran yang memungkinkan untuk diajarkan dengan menggunakan payung sebuah tema pemersatu. Sebelumnya perlu ditetapkan terlebih dahulu aspek- aspek dari setiap mata pelajaran yang dapat dipadukan.

3.      Memilih dan Menetapkan Tema/ Topik pemersatu
Tahap berikutnya, yaitu memilih dan menerapkan tema yang dapat mempersatukan kompetensi-kompcrensi dasar dan indikator pada setiap mata pelajaran yang akan dipadukan pada kelas dan semester yang sama Dalam memilih dan menetapkan tema terdapat beberapat beberapa hall yang perlu pertimbangan, di antararanya:
ü  Tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir pada diri siswa serta terkait dengan cara dan kebiasaan belajarnya,
ü  ruang lingkup tema disesuaikan dengan usia dan perkembangan siswa, termasuk minat, kebutuhan, dan kemampuannya, dan penerapan tema dimuiai dari lingkungan yang terdekat dan dikenali oleh siswa. Tema-tema pemersatu yang akan dibahas dalam pembelajaran tematik biasa ditetapkan sendiri oleh guru dan/ atau bersama siswa berdasarkan pertimbangan- pertimbangan tersebut.
Dalam silabus pembelajaran. Komponen rencana pembelajaran tematik meliputi:
Ø  Tema atau judul yang akan dipelajari dalam pembelajara.
Ø  Identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran yang akan dipadukan, kelas, semester, dan waktu/banyaknya jam pertemuan yang dialokasikan).
Ø  Kompetensi dasar dan indicator yang hendak dicapai
Ø  Materi pokok beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa dalam rangka mencapai kompetensi dasar dan indicator.
Ø  Strategi pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkret yang harus dialakukan siswa dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran dan sumber belajar untuk menguasai kompetensi dasar dan indicator)
Ø  Alat dan media yang digunakan untuk memperlancar pencapaian kompetensi dasar , serta sumber bahan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran tematik sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai
Ø  Penilaian dan tindak lanjut (prosedur dan instrument yang akan digunakan untuk menilai pencapaian belajar siswa serta tindak lanjut hasil penilaian)
Ø  Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) tematik sebaiknya  disusun dalam bentuk atau format naratif. Contoh format dan pedoman penyusunan rencana pembelajaran tematik dapat dilihat pada uraian berikut.[5]

















BAB 6
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN MANDIRI
OLEH : Jon Fauzi


A.    Konsep Belajar Dan Pembelajaran Mandiri

Kata mandiri mengandung arti tidak tergantung kepada orang lain, bebas, dan dapat melakukan sendiri. Kata ini sering kali diterapkan untuk pengertian dan tingkat kemandirian yang berbeda-beda. Dalam belajar mandiri, menurut Wedemeyer ( 1983), peserta didik yang belajar secara mandiri mempunyai kebebasan untuk belajar tanpa harus menghadiri pembelajaran yang diberikan guru/pendidik dikelas. Di samping itu, peserta didik mempunyai otonomi dalam belajar. Otonomi tersebut terwujud dalam beberapa kebebasan sebagai berikut :
1.      Peserta didik mempunyai kesempatan untuk ikut menentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai sesuia dengan kondisi dan kebutuhan belajarnya.
2.      Peserta didik boleh ikut menentukan bahan belajar yang ingin dipelajarinya dan cara mempelajarinya.
3.      Peserta didik mempunyai kebebasan untuk belajar sesuai dengan kecepatannya sendiri.
4.      Peserta didik dapat ikut menentukan cara evaluasi yang akan digunakan untuk menilai kemajuan belajarnya.
Sejaan dengan  wedemeyer, Moore ( 1983) berpendapat bahwa cirri untama suatu proses pembelajaran mandiri ialah adanya kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk ikut menentukan tujuan, sumber dan evaluasi belajarnya. Karena itu, program pembelajaran mandiri dapat diklasifikasikan berdasarkan besar kecilnya kebebasan (Otonomi) yang diberikan kepada peserta didik untuk ikut menentukan program pembelajarannya. Tingkat kemandirian pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut :
ü  Otonomi dalam menentukan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
ü  Otonomi dalam belajar.
ü  Otonomi dalam evaluasi hasil belajar.
Belajar mandiri tidak berarti belajar sendiri, belajar mandiri bukan merupakan uasaha untuk mengasingkan peserta didik dari teman belajarnya dan dari guru atau instrukturnya. Hal yang terpenting dalam proses belajar mandiri ialah peningkatan kemampuan dan keterampilan peserta didik dalam proses belajar tanpa bantuan orang lain, sehingga pada akhirnya peserta didik tidak tergantung pada guru/pendidik, pembimbing, teman atau orang lain dalam belajar. Tugas guru/instruktur dalam proses belajar mandiri ialah menjadi fasilitator, yaitu menjadi orang yang siap memberikan bantuan kepada peserta didik bila diperlukan.
Belajar mandiri merupakan kemampuan yang tidak banyak berkaitan dengan pembelajaran apa, tetapi lebih berkaitan dengan bagaimana proses belajar tersebut dilaksanakan. Kegiatan belajar mandiri merupakan salah satu bentuk kegiatan belajar yang lebih menitik beratkan pada kesadaran belajar seseorang atau lebih banyak menyerahkan kendali pembelajaran kepada diri siswa sendiri. Sesuai dengan konsep belajar mandiri, bahwa seorang siswa diharapkan dapat :
1.      Menyadari bahwa hubungan antara pengajar dengan dirinya tetap ada, namun hubungan tersebut diwakili oleh bahan ajar atau media belajar.
2.      Mengetahui konsep belajar mandiri.
3.      Mengetahui kapan ia harus minta tolong, kapan ia mebutuhkan bantuan atau dukungan.
4.      Mengetahui kepada siapa dan dari mana ia dapat atau harus memproleh bantuan atau dukungan.

B.     Tingkat Kemandirian Peserta Didik Dalam Kegiatan Pembelajaran

Kemandirian belajar itu dapat ditinjau dari ada tidaknya kesempatan yang diberikan kepada peserta didik, dalam menentukan tujuan pembelajaran, dalam memilih cara dan media belajar yang digunakan untuk mencapai tujuan. Dalam menentukan cara, alat, dan criteria evaluasi hasil belajarnya. Kemandirian belajar diberikan kepada peserta didik dengan maksud supaya peserta didik mempunyai tanggung jawab untuk mengatur dan mendisiplinkan dirinya dan mengembangkan kemampuan belajar atas kemauan sendiri. Berikut adalah sebuah gambaran mengenai tingkat-tingkat kemandirian dalam berbagai program pembelajaran seperti yang di utarakan oleh moore, yaitu :
1.      Program pembelajaran yang paling tinggi tingkat kemandiriannya ialah private study atau program belajar sendiri. Dalam program pembelajaran ini si pelajar mempunyai kebebasan sepenuhnya dalam menentukan tujuan belajarnya, media dan cara belajarnya, serta criteria keberhasilan belajarnya.
2.      Orang yang mempelajari keterampilan dibidang olahraga. Orang ini mempunyai kebebasan atau kemandirian dalam menentukan tujuan, dia bebas menentukan keterampilan apa yang ingin dia pelajari.
3.      Kursus dan evaluasi yang dikontrol peserta didik (learner controls course and evaluation). Jalannya kursus ini dan cara evaluasinya dikontrol sendiri oleh peserta didik. Dari nama programnya jelas bahwa peserta didik dalam kursus ini mempunyai kemandirian dalam memilih cara belajar dan menilai kemajuan belajarnya.
4.      Belajar mengendarai mobil. Orang yang belajar mengendarai mobil dapat ikut menentukan tujuan yang ingin dicapai, tetapi tidak mempunyai kemandirian dalam menentukan cara belajarnya.
5.      Evaluasi yang dikontrol peserta didik (learner controls evaluation). Program pembelajaran ini member keleluasaan kepada peserta didik untuk menilai kemajuan belajarnya sendiri tetapi tidak mandiri dalam menentukan tujuan.
6.      Kuliah mandiri (independent courses), dalam kuliah ini mahasiswa tidak mandiri dalam menentukan tujuan dan cara evaluasinya. Kemandirian yang diproleh mahasiswa hanya dalam menentukan bahan dan cara belajarnya saja.
7.      Belajar bebas untuk mendapatkan kredit (independent study for credit), dalam program ini peserta didik tidak mempunyai kemandirian dalam menentukan tujuan, dalam menentukan cara dan media belajar serta dalam menentukan cara evaluasinya.
a.       Kemandirian peserta didik dan keberhasilan belajar
1.      Peserta didik yang sudah sangat mendiri mempunyai karakteristik sebagai berikut:
ü  Sudah mengetahui dengan pasti apa yang ingin dia capai dalam kegiatan belajarnya.
ü  Sudah dapat memilih sumber belajar sendiri dan mengetahui kemana dia dapat menemukan bahan-bahan belajar yang dinginkan.
ü  Sudah dapat menilai tingkat kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaannya atau untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang dijumpainya dalam kehidupannya.
2.      Siswa yang kurang mandiri biasanya belum mempunyai tingkat kemandirian seprti yang dijelaskan di atas. Oleh karena itu dia mempunyai pilihan program pembelajaran yang berbeda dengan siswa yang telah lebih mandiri. Siswa seperti itu mempunyai karakter sebagai berikut :
ü  Lebih menyukai program pembelajaran yang sudah terstruktur. Dia lebih suka mengikuti program pembelajaran yang tujuannya sudah dirumuskan dengan jelas.
ü  Lebih suka mengikuti program pembelajaran yang bahan belajarnya telah ditentukan dengan jelas dan cara belajarnya juga telah ditentukan dengan jelas.
ü  Belum dapat menilai kemampuannya sendiri, karena dia lebih menyukai program pembelajaran yang telah mempunyai criteria keberhasilan yang jelas.
b.      Belajar mandiri pada pendidikan orang dewasa
Yaitu mempelajari sesuatu yang berkaitan dengan hobi atau untuk menambah pengetahuan atau keterampilan dibidang tertentu.
c.       Belajar mandiri di SMP terbuka
SMP terbuka adalah SMP yang kurikulumnya sama dengan kurikulum SMP regular, tetapi cara belajarnya menggunakan pendekatan sekolah terbuka atau jarak jauh. Siswa SMP terbuka tidak diwajibkan datang kesekolah untuk mengikuti pelajaran dari guru setiap hari. Tetapi mereka wajib datang ketempat kegiatan belajar (TKB) setiap hari untuk mempelajari bahan belajar cetakan yang disebut modul secara mandiri. Lalu dimana letak kemandirian siswa SLTP terbuka dalam belajar?
ü  Apakah siswa diberi kesempatan untuk ikut menentukan tujuan pembelajarannya? Tujuan pembelajaran setiap modul telah dirumuskan berdasarkan kurikulum yang berlaku oleh guru yang menulisnya. Jadi siswa tidak diberi kesempatan ikut menentukannya. Namun demikan siswa diberi kebebasan untuk menentukan tujuan belajar yang ingin dicapai untuk setiap harinya.
ü  Apakah siswa diberi kebebasan dalam memilih bahan belajar dan cara belajar sendiri? Media utama yang dipakai di SMP terbuka memang telah ditentukan oleh Departemen DIkbud, yaitu modul. Sedangkan sebagai media penunjang telah ditentukan misalnya, media radio, media kaset, suara, dan media slite suara (flim bingkai suara). Jadi siswa tidak dapat menentukan sendiri bahan belajar yang dipakai. Tetapi siswa diberi kebebasan dalam memilih nomor modul yang akan dipelajarinya, dan siswa juga bebas dalam menentukan cara mempelajari modul itu.
ü  Apakah siswa diberi kesempatan untuk ikut menentukan cara evaluasi yang digunakan untuk menilai kemajuan belajarnya? Pada sistem SMP terbuka ada beberapa jenis evaluasi yaitu, evaluasi mandiri, evaluasi akhir modul, dan evaluasi akhir unit dan evaluasi belajar tahap akhir. Evaluasi mandiri berupa pertanyaan latihan atau tugas yang disediakan pada akhir setiap kegiatan belajar dalam modul. Dengan demikian siswa dapat menilai kemajuan belajarnya sendiri. Evaluasi akhir modul adalah evaluasi yang diberikan setelah siswa selesai mempelajari sebuah modul sampai tuntas. Siswa diberi kebebasan kapan dia akan menempuh evaluasi akhir modul ini. Tes akhir diberikan setelah siswa menyelesaikan beberapa modul yang merupakan satu unit pelajaran. Evaluasi belajar tahap akhir diberikan pada akhir cawu atau semester.

C.    Belajar Mandiri dalam Sistem Pembelajaran Jarak Jauh

Wedemeyer mempunyai gagasan bahwa untuk mengatasi persoalan jarak sistem pendidikan terbuka jarak jauh perlu diciptakan sistem pembelajaran yang memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :
1.      Peserta didik belajar terpisah dari guru/instruktur.
2.      Isi pelajaran disampaikan melalui tulisan atau media lainnya.
3.      Pembelajaran dilaksanakan dengan pendekatan individual dengan proses belajar terjadi melalui kegiatan peserta didik.
4.      Belajar dapat dilakukan ditempat yang dianggap sesuai untuk peserta didik dilingkungannya sendiri.
5.      Peserta didik bertanggung jawab atas kemajuan belajarnya dan mempunyai kebebasan dalam menentukan kapan akan mulai dan akan berhenti belajar, serta kebebasan dalam menentukan kecepatan belajarnya.
Hubungan antara jarak dan kemandirian ini digambarkan dengan baik oleh Moore dalam teorinya, menurut Moore, pendidikan terbuaka/jarak jauh merupakan konsep pendidikan dimana hubungan antara guru/instruktur dan peserta didik tergantung pada 3 hal, yauti:
ü  interaksi antara guru/instruktur dan peserta didik (dialog).
ü  struktur program pembelajarannya (struktur),
ü  sifat atau tingkat kemandirian peserta didik (otonomi).
Dewey, seperti yang dikutip oleh Moore, mengutarakan pendapatnya bahwa menurutnya transaksi pendidikan itu merupakan interaksi antara lingkungan, individu, dan perilaku yang terjadi dalam situasi tertentu.jarak kejiwaan dan jarak komunikasi inilah yang disebut Moore sebagai jarak transaksi.

D.    Model-model pembelajaran mandiri

1.      Model SAVI
Model SAVI yaitu, somatic, auditori, visual dan intelektual. Somatic artinya belajar belajar dengan bergerak dan berbuat. Auditori artinya belajar dengan berbicara dan mendengar. Visual artinya belajar mengamati dan menggambarkan. Dan intelektual artinya belajar dengan memecahkan masalah dan menerangkan. Strategi pendekatan SAVI ini dilaksanakan dalam siklus pembelajaran empat tahap, yaitu persiapan, penyampaian, pelatihan dan penampilan hasil.

2.      Model MASTER
Rose dan Nicholl memperkenalkan satu model belajar yang dikenal dengan MASTER, yaitu para pembelajar mulai menyadari bahwa belajar bukan sesuatu yang dilakukan untuk pembelajar, hanya pembelajar yang dapat melakukannya. Model ini meliputi, Mind, artinya mendapatkan keadaan pikiran yang benar dengan menjelaskan kepada pembelajar tentang kerja otak dan gaya belajar dengan cara melihat relevansi, memvisualisasikan hasil yang bermutu, member siswa control diri, menciptakan moto kelas, dan melibatkan orang tua. Acquire, artinya memproleh informasi yang terjadi dari gagasan inti. Search Out, mencari makna melalui pembimbing mereka, membantu membuat kerangka visual pemikiran mereka, berpikir mendalam dan melibatkan kecerdasan kinestetik dengan cara imajinasi terbimbing, pertanyaan menantang, dan belajar interpersonal. Trigger, artinya memicu memori. Exhibit, memamerkan apa yang diketahui melalui teknik tantanglah persaingan, penilain personal, catatan prestasi, dan nilai. Reflect, artinya merelefsikan cara belajar.

E.     Bahan belajar mandiri

Bahan belajar mandiri adalah bahan belajar yang disusun sedemikian rupa, sehingga relative mudah dipelajari peserta didik tanpa bantuan dari orang lain. Bahan belajar mandiri termasuk bahan belajar yang terstruktur. Berikut adalah jenis-jenis bahan belajar mandiri diantarnya,:
ü  Modul, yaitu suatu paket program yang disusun dalam bentuk satuan tertentu dan didesain sedemikian rupa guna kepentingan belajar siswa. Satu paket modul biasanya memiliki komponen petunjuk guru, lembar kegiatan siswa, lembar kerja siswa, kunci lembar siswa, lembar tes, dan kunci lembaran tes.
ü  Bahan pembelajaran berprogram, yaitu paket program pembelajaran individual, hamper sama dengan modul. Perbedaannya dengan modul ialah bahan pembelajaran berprogram ini disusun dengan topic-topik kecil untuk setiap bingkai atau halamannya. Satu bingkai biasanya berisi informasi yang merupakan bahan pembelajaran, pertanyaan dan balikan dari pertanyaan bingkai lain.
ü  Digital conten berbasis web, yaitu bahan pembelajaran online dalam bentuk pembelajaran mandiri maupun sumber-sumber belajar lainya.[6]



































BAB 7
Model Pembelajaran Berbasis Web (E-Learning)
Disusun oleh : Arci Novita Dahyani


A.    Konsep E-Learning

Banyak para ahli yang mendefinisikan e-learning sesuai sudut pandangnya. Karena e-learning kepanjangan dari elektronik learning ada yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pembelajaran yang memanfaatkan teknologi elektronik (radio, televisi, film, komputer, internet, dll . Menurut Jaya Kumar C.Koran (2002), e-learning adalah pembelajaran yang menggunakan rangkaian (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan.  Ada pula yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang dilakukan melalui media internet. Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002) mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya.
Rosenberg (2001) menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Bahkan Onno W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet.
Secara lebih rinci Rosenberg (2001) mengkategorikan tiga kriteria dasar yang ada dalam e-Learning, yaitu:
1.      E-Learning bersifat jaringan, yang membuatnya mampu memperbaiki secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan, dan sharing pembelajaran dan informasi. Persyaratan ini sangatlah penting dalam e-learning, sehingga Rosenberg menyebutnya sebagai persyaratan absolut.
2.      E-Learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan menggunakan standar teknologi internet. CD ROM, Web TV, Web Cell Phones, pagers, dan alat bantu digital personal lainnya walaupun bisa menyiapkan pesan pembelajaran tetapi tidak bisa digolongkan sebagai e-learning.
3.      E-Learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas, solusi pembelajaran yang menggungguli paradigma tradisional dalam pelatihan.
Uraian di atas menunjukan bahwa sebagai dasar dari e-Learning adalah pemanfaatan teknologi internet. e-learning merupakan bentuk pembelajaran konvensional yang dituangkan dalam format digital melalui teknologi internet. Oleh karena itu e-Learning dapat digunakan dalam sistem pendidikan jarak jauh dan juga sistem pendidikan konvensional. Dalam pendidikan konvensional fungsi e-Learning bukan untuk mengganti, melainkan memperkuat model pembelajaran konvensional.
 Dalam hal ini Cisco (2001) menjelaskan filosofis e-Learning sebagai berikut:
1)      E-Learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line.
2)      E-Learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi.
3)      E-Learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan.
4)      E-learning, kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar conten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.
Adapun karakteristik dari e-learning antara lain :
ü  Memanfaatkan jasa elektronik, disini antara guru dan siswa, siswa dengan siswa yang lainnya dan bahkan antara guru dan sesame guru dapat berkomunikasi dengan mudah.
ü  Memanfaatkan keunggulan computer.
ü  Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri, disimpan dikomputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan dimana saja jika yang bersangkutan memerlukannya.
ü  Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil belajar, dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat dikomputer.

B.     Pemanfaatan E-Learning dalam Pembelajaran

Dunia pendidikan terimbas pula oleh pesatnya perkembangan jagat maya. Sekolah lewat internet menjadi sesuatu hal yang memungkinkan. e-learning, sebuah alternatif media pendidikan yang tidak mengenal ruang dan waktu.  Model sekolah lewat internet seharusnya ideal buat negeri kita. Pemanfaatan e-learning tidak terlepas dari jasa internet. Karena teknik pembelajaran yang tersedia di internet begitu lengkap, maka hal ini akan berpengaruhi terhadap tugas guru dalam proses pembelajaran. Dahulu, proses belajar mengajar didominasi oleh peran guru disebut the era of teacher, sementara siswa hanya mendengar penjelasan guru. Kemudian, proses belajar dan mengajar didominasi oleh peran guru dan buku (the era of teacher and book) dan pada saat ini  proses belajar dan mengajar didominasi oleh peran guru, buku dan teknologi (the era of teacher, book and technology).
Teknologi internet pada hakekatnya merupakan perkembangan dari teknologi komunikasi generasi sebelumnya. Media seperti radio, televisi, video, multi media, dan media lainnya telah digunakan dan dapat membantu meningkatkan mutu pendidikan. Apalagi media internet yang memiliki sifat interaktif, bisa sebagai media massa dan interpersonal, dan sumber informasi dari berbagai penjuru dunia, sangat dimungkinkan menjadi media pendidikan lebih unggul dari generasi sebelumnya. Oleh karena itu Khoe Yao Tung (2000) mengatakan bahwa setelah kehadiran guru dalam arti sebenarnya, internet akan menjadi suplemen dan komplemen dalam menjadikan wakil guru yang mewakili sumber belajar yang penting di dunia. Pemanfaatan internet sebagai media pembelajaran memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut :
1.      Dimungkinkan terjadinya distribusi pendidikan kesemua penjuru tanah air dan kapasitas yang ditampung tidaklah terbatas karena tidak memerlukan ruang kelas.
2.      Proses pembelajaran tidak terbatas oleh waktu seperti halnya tatap muka saja.
3.      Peserta didik dapat dengan mudah berguru pada para ahli di bidang yang diminatinya.
Pendapat ini hampir senada dengan Budi Rahardjo (2002). Menurutnya, manfaat internet bagi pendidikan adalah dapat menjadi akses kepada sumber informasi, akses kepada nara sumber, dan sebagai media kerjasama. Akses kepada sumber informasi yaitu sebagai perpustakaan on-line, sumber literatur, akses hasil-hasil penelitian, dan akses kepada materi kuliah. Akses kepada nara sumber bisa dilakukan komunikasi tanpa harus bertemu secara fisik. Sedangkan sebagai media kerjasama internet bisa menjadi media untuk melakukan penelitian bersama atau membuat semacam makalah bersama.
Penelitian di Amerika Serikat tentang pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi untuk keperluan pendidikan diketahui memberikan dampak positif (Pavlik, 19963)). Studi lainya dilakukan oleh Center for Applied Special Technology (CAST), “bahwa pemanfaatan internet sebagai media pendidikan menunjukan positif terhadap hasil belajar peserta didik)”. Walaupun masih banyak kendalanya, terlebih di Indonesia, kesenjangan mutu pendidikan antar-daerah seperti itu setidaknya bisa dijembatani dengan model sekolah lewat internet, e-learning. Syaratnya, mengubah paradigma teaching menjadi learning. Pembelajaran (learning) berbeda dengan pengajaran (teaching). Banyak definisi, redefinisi, atau kutipan mengenai learning. Intinya, belajar itu menyangkut perubahan terhadap diri-sendiri, mengubah perilaku, melakukan discovery (menguak apa yang semula tertutup). Pendeknya, belajar mengubah seseorang menjadi cerdas, bukan sekadar pintar. "Pintar" dan "cerdas" berbeda: smart people know from repetition of others. Intelligent people can figure it out by themselves.
Sedangkan dalam pengajaran guru atau instruktur memberikan waktu, energi, dan usaha untuk menyiapkan murid atau anak didik sesuai dengan tujuan instruksional. Guru memberi, murid menerima. Namun, orang yang diajar oleh guru atau melalui komputer belum tentu belajar, karena hasil belajar mensyaratkan adanya perubahan terhadap diri-sendiri.

C.    Model Pembelajaran Berbasis E-Learning

Pengembangan pembelajaran berbasis e-learning perlu dirancang secara cermat sesuai tujuan yang diinginkan. Maka menurut Haughey (1998) ada tiga kemungkinan dalam pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu :
1.      Web course adalah penggunaan internet untuk keperluan pendidikan, yang mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran lainnya sepenuhnya disampaikan melalui internet. Dengan kata lain model ini menggunakan sistem jarak jauh.
2.      Web centric course adalah penggunaan internet yang memadukan antara belajar tanpa tatap muka (jarak jauh) dan tatap muka (konvensional). Sebagian materi disampaikan melalui internet, dan sebagian lagi melalui tatap muka. Fungsinya saling melengkapi. Dalam model ini pengajar bisa memberikan petunjuk pada siswa untuk mempelajari materi pelajaran melalui web yang telah dibuatnya. Siswa juga diberikan arahan untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan. Dalam tatap muka, peserta didik dan pengajar lebih banyak diskusi tentang temuan materi yang telah dipelajari melalui internet tersebut.
3.      Web enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. Fungsi internet adalah untuk memberikan pengayaan dan komunikasi antara peserta didik dengan pengajar, sesama peserta didik, anggota kelompok, atau peserta didik dengan nara sumber lain. Oleh karena itu peran pengajar dalam hal ini dituntut untuk menguasai teknik mencari informasi di internet, membimbing mahasiswa mencari dan menemukan situs-situs yang relevan dengan bahan pembelajaran, menyajikan materi melalui web yang menarik dan diminati, melayani bimbingan dan komunikasi melalui internet, dan kecakapan lain yang diperlukan.
Pengembangan e-learning tidak semata-mata hanya menyajikan materi pelajaran secara on-line saja, namun harus komunikatif dan menarik. Materi pelajaran didesain seolah peserta didik belajar dihadapan pengajar melalui layar komputer yang dihubungkan melalui jaringan internet. Untuk dapat menghasilkan e-learning yang menarik dan diminati, Onno W. Purbo (2002) mensyaratkan tiga hal yang wajib dipenuhi dalam merancang e-learning, yaitu “sederhana, personal, dan cepat”. Sistem yang sederhana akan memudahkan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi dan menu yang ada , dengan kemudahan pada panel yang disediakan, akan mengurangi pengenalan sistem e-learning itu sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat diefisienkan untuk proses belajar itu sendiri dan bukan pada belajar menggunakan sistem e-learning-nya.
Komunikasi atau interaksi antara guru dan murid memang sebaiknya melalui sistem dua arah. Dalam e-learning, sistem dua arah ini juga bisa diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1)      Dilaksanakan melalui cara langsung (synchronous). Artinya pada saat instruktur memberikan pelajaran, murid dapat langsung mendengarkan; dan
2)      Dilaksanakan melalaui cara tidak langsung (a-synchronous). Misalnya pesan dari instruktur direkam dahulu sebelum digunakan.

D.    Kelebihan dan Kekurangan E-Learning

Dari berbagai pengalaman dan juga dari berbagai informasi yang tersedia, memberikan petunjuk tentang manfaat penggunaan internet, khususnya dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh (Elangoan, 1999, Soekartawi, 2002; Mulvihil, 1997; Utarini, 1997), antara lain dapat disebutkan sbb:
1.      Tersedianya fasilitas e-moderating di mana guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu.
2.      Guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadual melalui internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari;
3.      Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer.
4.      Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah.
5.      Baik guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.
6.      Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif;
7.      Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional, bagi mereka yang sibuk bekerja, bagi mereka yang bertugas di kapal, di luar negeri, dsb-nya.
Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001, Beam, 1997), antara lain dapat disebutkan sbb:
1)      Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar;
2)      Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial;
3)      Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan;
4)      Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT;
5)      Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal;
6)      Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon ataupun komputer);
7)      Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan soal-soal internet; dan
8)      Kurangnya penguasaan bahasa komputer.[7]








































BAB 8
MODEL PAKEM
( Partisipatif, Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan )
Disusu oleh : Atika Okta Lestari



A.    Pengertian PAKEM

PAKEM merupakan model pembelajaran dan menjadi pedoman dalam bertindak uuntuk mencapai tujuan yang telah ditetpakan. Dengan pelaksanaan pembelajaran PAKEM, diharapkan berkembanganya berbagai macam inovasi kegatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pemeblajaran yang partisipatif, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Pemebalajran merupakan bentuk kurikulum disekolah dari kurikulum yang sudah dirancang dan menuntut aktifitas dan kreativitas guru dan siswa sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan secara efektif dan menyenangkan. Ini sesuai yang dinyatakan oleh Brooks bahwa “ pembaaruan dalam pendidikan harus dimulai dari ‘bagaimana anak belajar’ dan ‘bagaimana guru mengajar’. Bukan dari ketentuan-ketentuan hasil”.
1.      Pembelajaran Partisipatif
Pembelajaran partisipatif yaitu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran secara optimal. Pembelajaran ini menitikberatakan  pada keterlibatan siswa pada kegiatan pembelajaran. ( child center / studentt center ) bukan pada dominasi guru dalam dalam penyampaian materi pelajaran ( teacher center ). Jadi pembelajaran akan lebih bermkana bila siswa diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan pembelajaran, sementara guru berperan sebagai fasilitator dan mediator sehingga siswa mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam mengaktualisasikan kemampuannya di dalam dan diluar kelas.
2.      Pemeblajaran Aktif
Pembelajaran aktif merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih banyak melibatkan aktivitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahasa dan dikaji dalam proses pembelajaran dikelas. Pembelajaran aktif memiliki persamaan dengan model pembelajaran self discovery learning, yakni pembelajaran yang dilaksanakan oleh siswa untuk menemukan kesimpulan sendiri sehingga dapat dijadikan sebagai nilai baru yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari – hari.
Dalam pembelajaran aktif, guru lebih banyak memosisikan dirinya sebagai fasilitator, yang bertugas memberikan kemudahan belajar ( to facilitate of learning ) kepada siswa. Siswa terlibat secara aktif dan berperan dalam proses pembelajaran, sedangkan guru lebih banyk membeikan arahan dan bimbingan, serta mengatar sirkulasi dan jalannya proses pembelajaran.
3.      Pembelajaran Kreatif
Merupakan proses pembelajaran yang mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memunculkan kreativitas siswa selama pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan bebrapa metode dan strategi yang bervariasi, misalnya kerja kelompok, bermain peran, dan pemecahan masalah. Berfikir kritis harus dikembangkan dlam proses pembelajaran agar siswa terbiasa mengembangkan kretivitasnya. Pada umunya, berfikir kreatif memiliki empat tahapan sbb.
ü  persiapan, yaitu proses pengumpulan informasi untuk diuji.
ü  inkubasi, yaitu duatu rentang waktu untuk merenungkan hipotesis informasi tersebut sampai diperoleh keyakinan bahwa hipotesis tersebut rasional.
ü  ilmunisasi, suatu kondisi untuk menemukan keyakinan bahwa hipotesis tersebt benar, tepat dan rasional.
ü  verifikasi, yaitu pengujian kembali hipotesis untuk dijadikan sebuah rekomendasi, konsep atau terori.
4.      Pembelajaran Efektif
Pembelajaran dapat dikatakan efektif jika mampu memberikan pengalaman baru kepada siswa membentuk kompetensi siswa, serta mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal. Hal ini dapat dicapai dengan melibatkan serta mendidik mereka dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Menurut Kenneth D. More, ada tujuh langkah dalam mengimplementasikan pembelajaran efektif, yaitu :
ü  Perencanaan
ü  Perumusan tujuan / kompetensi
ü  Pemaparan perencanaan pembelajaran kepada siswa
ü  Proses pembelajaran dengan menggunakan berbagai straegi ( multistrategi )
ü  Evaluasi
ü  Menutup proses pembelajaran
ü  Follow up / tindak lanjut
5.      Pembelajaran menyenangkan
Pembelajaran menyenangkan adalah adanya pola hubunganyang baik antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran. Terdapat empat aspek yang mempengaruhi model PAKEM :
Gambar 11.1 Aspek-aspek dalam model pembelajaran PAKEM

B.     Model – Model Pembelajaran yang Mendukung Pembelajaran PAKEM

1.      Pembelajaran Kuantum ( Quantum Teaching )
Menurut Bobbi deporter ( 2005 : 5 ) “Quantum is an interaction that change energy into light.” Maksud dari “ Energi menjadi cahaya ‘’ adalah mengubah semua habatan-habatan belajar yang selama ini dipaksakan untuk terus dilakukan menjadi sebuah manfaat bagi siswa sendiri dan bagi orang lain, dengan memaksimalkan kemampuan dan bakat alamiah siswa. Prinsip yaang harus ada dalam pembelajaran kuantum Menurut Bobbi deporter ( 2005 : 5 ) :
ü  Segalanya berbicara
ü  Segalanya bertujuan
ü  Pengalaman sebelum pemberian nama
ü  Akui setiap usaha
ü  Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan
Dalam pembelajaran kuantum terdapat kerangka yang menjamin siswa tertarik dan  berminat pada setiap mata pelajaran. Kerangka perencanaan pembelajaran kuantum kemudian dinamakan dengan TANDUR ( deporter, 2000 : 89 ).
·         Tumbuhkan
·         Alami
·         Namai
·         Demontrasikan
·         Ulangi
·         Rayakan

2.      Pembelajaran Kontekstual
CTL ( contextual teaching and learning ) adalah konsep belajar yang membantu guru menghubungkan antara materi pelajaran yang akan diajarkankepada siswa sesuai dengan yang terjadi dan mendorong siswa untuk bisa menerapkan pengetahuan yang didapat dalam kehidupan sehari-hari. Ada 5 elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu :
ü  Harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa.
ü  Pembelajaran dimulai dari keseluruhan menuju bagian yang khusus.
ü  Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara :
·         menyusun konsep sementara,
·         melalui sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain,
·         merevisi dan mengembangkan konsep.
ü  Pemebalajaran ditekankan pada uapaya mempraktekan secara langsung apa-apa yang dipelajari.
ü  Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan engembangan pengetahuan yang dipelajari.[8]














BAB 9
MODEL PEMBELAJARAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK)
 DAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)
Oleh: Hasnita


A.    PENGERTIAN KBK DAN KTSP

1.      KBK merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar serta pemberdayaan sumber daya pendidikan.
Batasan tersebut mengisyaratkan bahwa KBK dikembangSSkan dengan tujuan agar peserta didik memperoleh kompetensi dan kecerdasan yang mampu dalam membagun identitas budaya dan bangsanya.

2.      KTSP merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2014 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan/sekolah.
Berdasarkan pengertian diatas terdapat persamaan dan perbedaan antara KBK dan KTSP, persamaannya, keduanya sama-sama seperangkat rencana pendidikan yang berorientasi pada kompetensi dan hasil belajar peserta didik. Perbedaannya menampak pada teknis pelaksanaan. Jika KBK disusun oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Depdiknas (c.q.puskur); KTSP disusun oleh tingkat satuan pendidikan masing masing, dalam hal ini sekolah yang bersangkutan, walaupun masih tetap mengacu pada rambu-rambu nasional panduan penyusuanan KTSP yang disusun oleh badan independen yang disebut badan standar nasional pendidikan (BSNP).

B.     KOMPETENSI

1.      Pengertian
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan keterampilan dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.

2.      Aspek-aspek yang terkandung dalam kompetensi
Menurut gorden, aspek-aspek yang terkandung dalam kompetensi adalah :
ü  Pengetahuan ( knowledgen), pengetahuan seseorang untuk melakukan sesuatu.
ü  Pemahaman ( understanding), kedalam kognitif dan efektif  yang dimiliki oleh individu.
ü  Keterampilan (skill), adalah sesuatu yang individu miliki untuk melakukan tugas yang dibebanikan.
Nilai (value) adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologi telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga akan mewarnai dalam segala tindakannya.
ü  Sikap (attitude),perasaan atau reaksi terhadap suatu ransangan yang datang dari luar.
ü  Minat (interest), kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan.
Berdasarkan pendapat gordon diatas kompetensi tidak hanya ada dalam tataran penegeatahuan tetapi juga harus terlihat dalam pola prilaku. Seseorang dipandang mempunyai sesuatu kompetensi, tidak hanya sekedar tahu mengenai sesuatu, tetapi ia juga mempunyai implikasi dan terimplementasi dalam prilakunya. Jadi kompetensi ialah perpanduan dari penegtahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam berpikir dan bertindak.

3.      Macam-macam kompetensi
Kompetensi yang akan dicapai dalam proses pembalajaran ada 4 macam:
v  Kompetensi akademik, peserta didik harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam mengatasi tantangan dan persoalan hidup secara independent.
v  Kompetensi okupasional,peserta didik harus memiliki kesiapan dan mampu beradaptasi terhadap dunia kerja.
v  Kompetensi kultural, peserta didik harus mampu menempatkan diri sebaik baiknya dalam sistem budaya dan tat nilai masyarakat yang pluralistic.
v  Kompetensi temporai, peserta didik tetap eksis dalam menjalani kehidupannya, serta mampu memamfaatkan ketiga kemampuan dasar yang telah dimiliki sesuai perkembangan zaman.

4.      Karakteristik kompetensi
KBK dan KTSP dikembangkan berdasarkan lima karakteristik utama, yaitu ;
ü  Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasik.
ü  Berorientasi pada hasil belajar ( learning outcomes) dan keberagaman.
ü  Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi
ü  Guru bukan satu-satunya sumber belajar
ü  Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaiaan suatu kompetensi
Dengan karakteristik tersebut, KBK dan KTSP telah memungkinkan hal-hal berikut:
·         Terkuranginya matrei pembelajaran yang demikian banyak dan padat.
·         Tersusunnya perangkat standar dan patokan kompetensi yang perlu dikuasai siswa, baik kompetensi tamatan, kompetensi umum,maupun kompetensi dasar mata pelajaran.
·         Terkuranginya beban tugas  guru yang selamanya ini sangat banyak dan beban belajar siswa yang selama ini sangat berat. Memperbesarkan kebebasan, kemerdekaan, dan keleluasaan tenaga pendidikan dan pengelola pendidikan di daerah, dan memberikan peluang mereka untuk berimprovisasi,berinovasi, dan berkreasi.
·         Terbukannya kesempatan dan peluang bagi daerah (kota dan kabupaten) bahkan pengelola pendidikan dan tenaga pendidikan, untuk melakukan berbagai adaptasi,modifikasi, dan kontekstualisasi kurikulum sesuai dengan kenyataan lapangan baik kenyataan demografis, geografis, sosiologis, kultural, maupun psikologi siswa.
·         Terakomodasinya kepentingan dan kebutuhan daerah setempat terutama kota kabupaten, baik dalam rangka melestarikaan dan mengembangkan kebudayaan setempat, maupun melestarikan karakteristik daerah, tanpa harus mengabaikan kepentingan banga san nasional.
·         Terbuka lebarnya kesempatan bagi sekolah untuk mengembangkan kemandirian demi peningkatan mutu sekolah, yang disesuaikan dengan kondisi yang ada.

5.      Jenjang kompetensi
Dalam pelaksanaannya, hirarki kompetensi yang akan dicapai ada tiga tingkatan yaitu:
§  Kompetensi tamatan (KT) yaitu kompetensi yang seharusnya dimiliki siswa setelah mereka menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu( SD/MI,SLTP/MTS,SLTA/SMA).
§  Kompetensi umum (KU) yaitu kompetensi-kompetensi yang seharusnya dimiliki siswa setelah mereka mengikuti mata pelajaran tertentu pada jenjang pendidikan tertentu.
§  Kompetensi dasar (KD),yaitu kompetensi-kompetensi pokok yang seharusnya dimiliki oleh siswa setelah mereka mengikuti mata pelajaran tertentu pada satuan waktu dertentu catur wulan atau semester dan pada jenjang pendidikan tertentu.
Dalam KTSP terjadi perubahan istilah namun esensinya sama.”kompetensi tamatan” pada KBK diistilahkan standar “kompetensi lulusan” pada KTSP, yang secara yuridis termuat dalam peraturan menteri pendidikan nasional nomor 23 Tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan umtuk satuan pendidikan dasar dan menengah.”kompetensi umum” pada KBK diistilahkan “standar isi” pada KTSP, yang secara yuridis termuat dalam peraturan mentri pendidikan nasional Nomor 22 tahun 2006 tetang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menegah, jenis-jenis kompetensi yang lain, yaitu standar kompetensi dan kompetensi dasar, tidak aada perbedaan istilah antara KBK dan KTSP.

C.    PRINSIP-PRINSIP KBK DAN KTSP

1.      KBK
Dalam rangka melayani dan membantu siswa mengembangkan dirinya secara optimal, baik dalam kaitannya dengan tuntutan studi lanjut, memasuki dunia kerja, maupun belajar sepanjang hayat secara mandiri dalam masyakat, maka pelaksanaan KBK didasarkan pada prinsip-prinsip sebagi berikut:
ü  Keimanan, nilai dan budi pekerti luhur
ü  Penguatan integrasi nasional
ü  Keseimbangan antaara etika, logika, estetika, dan kinestika
ü  Kesamaan memperoleh kesempatan
ü  Abad pengetahuan dan teknologi informai
ü  Pengembangan kecakapan hidup ( life skil)
ü  Belajar sepanjang hayat
ü  Berpusat pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komprehensif
ü  Pendekatan menyeluruh dan kemitraan

2.      KTSP
Hampir sama dengan KBK, KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
ü  Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
ü  Beragam dan berpadu
ü  Taggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan, teknologi dan seni
ü  Relevan dengan kebutuhan kehidupan
ü  Menye;luruh dan berkesinambungan
ü  Belajar sepanjang hayat
ü  Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

D.    ACUAN OPERASIONAL KTSP

Dalam pelaksanaannya KTSP harus berpedoman kepada acuan sebagai berikut:
1.      Peningkatan iman taqwa dan akhlak mulia
2.      Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan psesrta didik.
3.      Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungaan
4.      Tuntutan pembagunan daerah dan nasional
5.      Tuntutan dunia kerja
6.      Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
7.      Agama
8.      Dinamika perkembangan global
9.      Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
10.  Kesetaraan gender
11.  Karakteristik satuan pendidikan

E.     KOMPONEN-KOMPONEN KTS

1.      Tujuan pendidikan persatuaan pendidikan (SD/MI,SMP/MTS, SMA/MA)
2.      Strukrur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang terdiri atas:
ü  Lima kelompok mata pelajaran yaitu :
§  Agama dan akhlak mulia,
§  Kewarganegaraan,
§  Kepribadian,
§  IPTEK, dan,
§  Estetika
ü  Sejumlah mata pelajaran dan alokasi waktunya
ü  Muatan lokal yang sesuaikan dengan ciri khas, potensi dan keunggulan daerah.
ü  Kegiatan pengembangan diri sesuai dengan akhlak, minat dan kebutuhan peserta didik, serta kondisi sekolah
ü  Pengaturan beban belajar untuk setiap mata pelajaaran
ü  Ketuntasan belajar untuk setiap satuan pendidikan dan pelaporan hasil belajar/raport
ü  Kenikan kelas setiap akhir tahun
ü  Penjurusan pada yang lulus XI dan XII
ü  Pendidikan kecakapan hidup berupa kecakapan pribadi dan sosial, akaademik, dan vokasional
ü  Pendidikan yang berbasis keunggulan lokal dan global dalm berbagi aspek kehidupan.
3.      Kalender pendidikan
Satuan pendidikan dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan dearah, karaakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarajat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagimana tercantum dalam standar isi.
4.      Silabus dan rencana pelaksanan pembelajaran silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran,dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.nerdasarkan silabus inilah guru bisa mengembangkan menjadi rencanagan pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang akan akan diterapkan dalam kegiatan pembelajaran bagi siswanya. Rpp merupakan upaya untuk memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran.[9]













































BAB 10
MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
(CONTEXTUAL TECCHING AND LEARNING)
Disusun oleh: Deta merlina dan Bima Setia Budi


Elanie B. Johnson(2006), ia mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. Elanie juga mengtakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah sustu sistem pembelajaran yang cocok dengan otakyang menghasilkan maknad dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Jadi, pembelajaran kontekstual adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia nyata.
Pembelajarn tidak hanya difokuskan pada pemberian pembekalan kemampuan pengetahuan yang bersifat orientasi saja, akan tetapi bagaimana agar pengalaman yang dimiliki siswa itu sendiri senantiasa terkait dengan permasalahan-permasalahan actual yang terjadi di lingkungannya. Dengan demikian, inti dari pendekatan CTL adalah keterkaitan setiap materi atau topic pembelajaran dengan kehidupan nyata. Demikian juga halnya bagi guru, kemampuan melaksanakan proses pembelajaran melalui CTL yang baik didasarkan pada penguasaan konsep apa, mengapa dan bagaimana CTL itu. Melalui pemahaman konsep yang benar dan mendalam terhadap CTL itu sendiri, akan membekali kemempuan para guru menerapkannya secara lebih luas, tegas dan penuh keyakinan, karena memang telah didasari oleh kemampuan konsep teori yang kuat.

A.    Konsep Dasar Pembelajaran Konteksual

Pembelajaran konstektual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa mebuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat. Oleh sebab itu, melalui pembelajaran konstektual, mengajar bukan transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa dengan menghapal sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari kemampuan untuk bisa hidup dari apa yang dipelajarinya. Dengan demikian pembelajaran lebih bermakna, seklah lebih dekat dengan lingkungan masyarakat ( bukan dekat dari segi fisik ), akan tetapi secara fungsional apa yang dipelajari disekolah senantiasa bersentuhan dengan situasi dan permasalahan kehidupan yang trjadi dilingkungannya ( keluarga dan masyarakat ).
Johnson mendefinisikan CTL yaitu memunkinkan siswa menghubungkan isi mata pelajaran akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna. CTL memperluas konteks pribadi siswa lebih lanjut melalui pemberian pengalaman segar yang akan merangsang otak guna menjalin hubungan baru untuk menemukan makna yang baru. Semantara, Howey R Keneth, mendifinisikan CTL sebagaipembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar di mana siswa menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam berbagai konteks dalam dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulative ataupun nyata, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
Sistem CTL adalah proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan jalan menghubungkan mata pelajaran akademik dengan isi kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks kehidupan pribadi, sosial, dan budaya. Pembelajaran kontekstual sebagai model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah dan menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret (terkait dengan kehidupan nyata) melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian, pembelajaran tidak sekedar dilihat dari sisi produk, akan tetapi yang terpenting adalah proses.
Komponen-komponen dalam model-model pembelajaran:
Ø  Constructivism
Ø  Inquiry
Ø  Questioning
Ø  Learning community
Ø  Modeling
Ø  Reflection
Ø  Authentic assessment
Pengembangan setiap komponen CTL dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagi berikut:
1.      Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakn, apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan  dan keterampilan baru yang akan dimilikinya.
2.      Melaksanakn sejauh mana kegiatan inguiry untuk semua topic yang diajarkan.
3.      Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.
4.      Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok b, berdiskusi, Tanya jawab, dan lain sebagainya.
5.      Mengahdirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya.
6.      Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
7.      Melakukan penilaian secara objectif, yaitu menilai kemampuan siswa yang sebenrnya.

B.     KOMPONEN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Komponen pembelajaran kontekstual meliputi:
1.      Menjalin hubungan-hubungan yang bermakna
2.      Mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berarti
3.      Melakukan proses belajar yang diatur sendiri
4.      Mengadakan kolaborasi
5.      Berfikir kreatif dan kritis
6.      Memberikan layanan secara individu
7.      Mengupayakan pencapaian standar yang tinggi
8.      Menggunakan asesmen autentik

C.    PRINSIP PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

1.      Kontrustivisme (constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) dalam CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangakt fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus membangun pengetahuan itu member makna melalui makna pengalaman yang nyata. Batasan konstruktivisme memberikan penekanan bahwa konsep bukanlah tidak penting sebagai bagian integral dari pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh siswa, akan tetapi bagaimana dari setiap konsep atau pengetahuan yang dimiliki siswa itu sendiri dapat memberikan pedoman nyata terhadap siswa untuk diaktualisasikan dalam kondisi nyata.
Oleh karena itu, dalam CTL strategi untuk membelajarkankan siswa  menghubungkaan antara setiap konsep dengan kenyatan merupakan unsur yang diutamakan dibandingkan dengan penekanan terhadap seberapa banyak pengetahuan yang harus diingat oleh siswa. Implikasi bagi guru dalam mengembangkan tahap konstruktivisme terutama dituntut kemampuan untuk membimbing siswa mendapatkan makna dari setiap konsep yang dipelajarinya.
Pembelajaran akan dirasakan memiliki makna apabila secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan pengalaman sehari-hari yang dialami oleh  para siswa itu sendiri. Oleh karena itu, setiap guru harus memiliki bekal wawasan yang cukup luas, sehingga dengan wawasanya ia dengan mudah memberikan ilustrasi, menggunakan sumber belajar, dan media pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk aktif mencari dan melakukan serta menemukan sendiri kaitan antara konsep yang dipelajari dengan pengalamannya. Dengan cara itu, pengalaman belajar siswa akan memfasilitaskan kemampuan siswa untuk melakukan transformasi terhadap pemecahan  masalah lain yang memiliki sifat keterkaitan, meskipun terjadi pada ruang dan waktu yang berbeda.

2.      Menemukan (inquiry)
Melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangakt fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri. Kegiatan pembelajaran yang mengarah pada upaya menemukan, telah lama diperkenalkan pula dalam upaya pembelajaran inquiry and discovery (mencari dan menemukan). Unsur menemukan dari kedua pembelajaran(CTL dan inquiry and discovery),intinya sama, yaitu sama-sama model atau sistem pembelajaran yang membantu siswa baik secara individu maupun kelompok belajar untuk menemukan sendiri sesuai dengan pengalaman masing-masing.
Dilihat dari segi kepuasan secara emosional, sesiatu hasil menemukan sendri nilai kepuasan lebih tinggi dibandingkan dengan hasil pemberian. Beranjak dari logika yang cukup sederhana tampaknya akan memiliki hubungan yang erat bila dikaitkan dengan pendekatan pembelajaran. Dimana hsilpembelajran merupakan hasil dan kreativitas siswa sendiri, akan bersifat lebih tahan lam diingat olah siswa bila dibandingkan dengan sepenuhnya merupakan pemberian dari guru. Untuk menumbuhkan siswa secara kreatif agar bisa menemukan pengalaman belajarnya sendiri,  berimplikasi pada strategi yang dikembangkan oleh guru.

3.      Bertanya (questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Oleh karena itu, bertanya merupakan strategi utama dalam CTL. Penerapan unsure bertanya dalam CTL harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong pada peningkatan kualitas  dan produktifitas dalam pembelajaran. Berkembangnya kemampuan dan keinginan untuk bertanya, sangat dipengaruhi oleh suasana pembelajaran yang dikembangkan oleh guru. Dalam implementasi CTL, pertanyaan yang diajukan oleh guru atau siswa harus dijadikan  alat ataau pendekatan untuk menggali imformasi atau sumber belajar yang ada kaitanya dengan kehidupan nyata. Dengan kata lain,  tugas bagi guru adalah membimbing siswa melalui pertanyaan yang diajukan untuk mencari dan menemukan kaitan antara konsep yang dipelajari dalam kaitan dengan kehidupan nyata. Dengan bertanya:
ü  dapat menggali imformasi, baik administrasi maupun akademik
ü  mengecek pemahaman siswa,
ü  membangkitkan respon siswa,
ü  mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa,
ü  mengetahui hal-hal yang diketahui siswa,
ü  memfokuskan perhatian siswa,
ü  membangkitkan lagi lebih banyak pertanyaan siswa,
ü  meneyegarakan lagi pengetahuan yang telah dimiliki siswa.

4.      Masyarakat belajar (learning community)
Masyarakat belajar merupakan membiasakan siswa untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman(sharing). Melalui sharing anak dibiasakan untuk saling member dan menarima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning community dikembangkan. Penerapan learning community dalam pembelajaran di kelas akan banyak bergantung pada model komunikasi pembelajaran yang dikembangkan oleh guru. Di mana dituntut ketampilan dan professionalism guru untuk mengembangkan komunikasi banyak arah (interaksi), yaitu model interaksi yang bukan hanya hubungan antara guru dengan siswa, atau sebaliknya, akan tetapi secra luas dibuka jalur hubungan komunikasi pembelajaran antara siswa dengan siswa lainya. Setiap siswa semestinya dibimbing dan diarahkan untuk mengembangakn rasa ingin tahunya melalui pemanfatan sumber belajar secara luas yang tidak hanya disekat oleh masyarakat belajar dalam kelas, akan tetapi sumber manusia lain diluar kelas (keluarga dan masyarakat).  Ketika kita dan siswa dibiasakn untuk memberikan pengalaman yang luas kepada orang lain,  maka saat itu pula kita atau siswa akan mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dari komunitas lain.

5.      Pemodelan (modeling)
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, rumitnya permasalahan hidup yang dihadapi serta tuntutan siswa yang semakin berkembang dan beranekaragam, telah berdampak pada kemampuan guru yang dimiliki kemampuan lengkap, dan  ini yang sulit dipenuhi. Oleh karena  itu, maka kini guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa, karena dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan mengalami hambatan untuk untuk memberikan pelayaanan yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan siswa yang cukup heterogen. Oleh karena itu, tahap pembuatan model dapat dijadikan alternative untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa bisa memenuhi harapan siswa secara menyeluruh, dan membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh guru.

6.      Refleksi (reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajari. Dengan kata lain, refleksi merupakan berfikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu, siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa diberi kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi dengan dirinya sendiri. Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari suatu  proses yang bermakna pula, yaitu melalui penerimaan, pengolahan,dan pengendapan, untuk kemudian dapat dijadikan  sandaran dalam menanggapi terhadap gejala yang muncul kemudian.

7.      Penilaian sebenarnya(authentic assessment)
Penilaian adalah suatu proses  pengumpulan berbagai data dan imformasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa.
Guru dengan cermat akan mengetahui kamajuan, kemunduran, dan kesulitan siswa dalam belajar,  dan dengan itu pula guru akan memiliki kemudahan untuk melakukan upaya-upaya perbaikan  dan penyempurnaan proses bimbingan belajar dalam langakah selanjutnya. Penilaian tidak hanya dilakukan di akhir program pembelajaran,akan tetapi secara integral dilakukan selama proses program pembelajaran itu terjadi. Dengan cara tersebut,  guru secara nyata akan ,mengetahui tingkat kemampuan siswa yang sebenarnya.
Secara umum perbedaan pembelajaran konvensional dengan CTL yaitu, pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi pada tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasionalnya) ,semantara pembelajaran CTL lebih menekankan pada scenario pembelajarannya yaitu kegiatan tahap-demi tahap yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.[10]




























BAB 11
Pendekatan  dan  Model Pembelajaran yang Mengaktifkan Siswa
Disusun oleh : Aveid Hafrizal Furqon dan Tiara Sari Kaputri          


A.    Pengertian Pendekatan dan Model Pembelajaran yang Mengaktifkan Siswa
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Roy Kellen (1998) mencatat bahwa terdapat dua pendekatan dalam pembelajaran yaitu pendekatan yang berpusat kepada guru (teacher-centered approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student centered approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembbelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran inkuiri dan discoveri serta pembelajaran induktif.
Menurut Sanjaya (2008;127) “Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatuproses yang sifatnya masih sangat umum. “berdasarkan kajian terhadap pendapat ini, maka pendekatan merupakan langkah awal pembentukan suatu ide dalam memandang suatu masalah atau objek kajian. Pendekatan ini akan menentukan arah pelaksanaan ide tersebut untuk menggambarkan perlakuan yang diterapkan terhadap masalah atau objek kajian yang akan ditangani.

B.     Jenis-Jenis Pendekatan Pembelajaran

Variabel utama dalam kegiatan pembelajaran adalah guru dan siswa. Tidak akan terjadi kegiatan pembelajaran apabila kedua variabel ini tidak ada. Berdasarkan hal tersebut, maka pendekatan dalam pembelajaran secara umum dibagi menjadi dua, yaitu pendekatan pembelajaran berorientasi pada guru (teacher centered approaches) dan pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa (student centered approaches). Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Killen, roy dalam bukunya yang berjudul Effective Teaching Strategies (1998) mengemukakan bahwa ada dua pendekatan dalam kegiatan pembelajaran yaitu :
1.      Pendekatan Pembelajaran Berorientasi pada Guru (Teacher Centered Approaches)
Pendekatan pembelajaran berorientasi pada guru yaitu pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai objek dalam belajar dan kegiatan belajar bersifat klasik. Dalam pendekatan guru menempatkan diri sebagai orang yang serba tahu dan satu-satunya sumber belajar. Pendekatan pembelajaran yamg berpusat pada guru memiliki ciri bahwa manajemen dan pengelolaan pembelajaran ditentukan sepenuhnya oleh guru. Peran siswa dalam pendekatan ini hanya melakukan aktivitas sesuai dengan petunjuk guru. Siswa hampir tidak memiliki kesempatan untuk melakukan aktivitas sesuai dengan minat dan keinginannya.
Selanjutnya pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajarn deduktif atau pembelajaran ekspositori. Pada strategi ini peran guru sangat menentukan baik dalam pilihan isi atau materi pelajaran maupun penentuan proses pembelajaran.
2.      Pendekatan Pembelajaran Berorientasi pada Siswa  (Student Centered Approaches)
Pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa adalah pendekatan pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek belajar dan kegiatan belajar bersifat modern. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa, manajemen dan pengelolaannya ditentukan oleh siswa. Pada strategi ini peran guru lebih menempatkan diri sebagai fasilitator, pembimbing sehingga kegiatan belajar siswa menjadi lebih terarah.

C.    Pembelajaran Berorientasi Aktivitas Siswa (PBAS)

1)      Landasan Pembelajaran Berorientasi Aktivitas Siswa
Beberapa alasan yang melandasi pembelajaran berorientasi aktivitas siswa di antaranya adalah :
a.       Landasan Filosofis
Pembelajaran Berorientasi Aktivitas Siswa (PBAS) dilandasi oleh landasan filsafat pendidikan progresivisme. Seperti dikemukakan oleh Sadullah (2007:142) dalam bukunya yang berjudul Pengantar Filsafat Pendidikan mengemukakan bahwa : “Filsafat progresif berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar dimasa mendatang. Karenanya cara terbaik mempersiapkan para siswa untuk suatu masa depan yang tidak dapat diketahui adalah membekali mereka mengatasi tantangan-tantangan baru dalam kehidupan dan untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang relevan pada saat ini.”
Kutipan di atas mengandung makna bahwa pendidikan harus dapat memberika  kemampuan berfikir kritis dan fleksibel, sehingga hasil pendidikan akan menghasilkan individu yang dapat mengatasi berbagai masalah kehidupan yang dihadapi dengan kemampuan merefleksikan pengalaman belajar dalam memecahkan masalah secara mandiri dan bertanggung jawab. Dalam konteks pendidikan yang mengharuskan berpusat pada siswa, pandangan filsafat progresivisme tidak berarti siswa bebas melakukan apapun yang mereka inginkan tanpa kontrol dari guru, tetapi tetap berada dalam bimbingan guru. Karena menurut pandangan filsafat progresivisme ini guru akan memulai proses pendidikan dari posisi dimana siswa saat ini dan mengarahkan siswa untuk melihat manfaat dari mata pelajaran yang akan dipelajari bagi kehidupannya. Siswa diberi kesempatan untuk bekerja secara kooperatif dan kolaboratif didalam kelompok untuk memecahkan masalah yang dianggap penting oleh siswa.
Pandangan filsafat progresivisme pendidikan didasarkan pada enam asumsi, yaitu :
ü  Muatan kurikulum harus diperoleh dari minat dan interes siswa, bukan dari disiplin-disiplin akademik.
ü  Embelajarn dikatakan efektif jika mempertimbangkan interes, minat-minat serta kebutuhan-kebutuhan siswa secara menyeluruh dalam dengan domain kognitif, efektif, dan psikomotor.
ü  Pembelajaran pada dasarnya aktif bukan pasif, sehingga guru yang efektif adalah guru yang memberikan siswa pengalaman-pengalaman yang memungkinkan mereka belajar dengan melakukan kegiatan secara lansung yang bersifat kontekstual.
ü  Tujuan pendidikan adalah mengajar siswa berfikir secara rasional, sehingga mereka menjadi cerdas, dan mampu memberi konstribusi pada masyarakat.
ü  Disekolah para siswa mempelajari nilai-nilai personal dan juga nilai-nilai sosial.
ü  Manusia berada dalam suatu keadaan yang berubah secara konstan, dan pendidikan memungkinkan masa depan yang lebih baik dibandingkan masa lalu.
Menurut pandangan filsafat progresivisme belajar adalah bukan proses penerimaan pengetahuan dari guru pada siswa, tetapi belajar merupakan pengalamman yang dilakukan secara aktif, baik aktif secara mental dalam bentuk aktifitas berfikir maupun aktif secara fisik dalam bentuk kegiatan-kegiatan praktek dan melakukan langsung.
b.      Landasan Psikologi
Pendidikan pada dasarnya adalah berintikan interaksi antara guru dengan siswa yang berlangsung dalam suatu situasi yang kondusif untuk pelaksanaan pendidikan, baik di sekolah maupun diluar sekolah, seperti di rumah, lingkungan kerja atau di masyarakat. Interaksi pendidikan merupakan interaksi antarindividu yang sangat komplek dan unik yang berlangsung dalam suatu konteks pedagogis. Interaksi pendidikan dipengaruhi oleh kondisi dan latar belakang individu yang berinteraksi yaitu kondisi dan latar belakang guru dan siswa. Menurut Sukmadinata (2003;32) dikemukakan bahwa: “Psikologi pendidikan dibutuhkan untuk lebih memahami situasi pendidikan, interaksi guru dengan siswa, kemampuan, perkembangan, karakteristik dan faktor-faktor yag melatarbelakangi perilaku siswa dan perilaku guru, proses belajar, pegajaran, pembelajaran, bimbingan, evaluasi, pengukuran dan lain-lain.”
Jadi jelaslah bahwa dalam pendidikan dibutuhkan pemahaman secara menyeluruh terhadap kondisi siswa, sehingga proses pembelajaran dilakukan pada siswa sesuai dengan tingkat perkembangan, kemampuan, dan kebutuhan siswa. Dengan demikian,dalam proses pendidikan diperlukan pemahaman psikologi sebagai landasan pelaksanaan pendidikan. Banyak aliran-aliran psikolgi yang melahirkan teori-teori belajar, sebagaimana dijelaskan Sukmadinata (2003;167) bahwa, “secara garis besar dikenal ada tiga rumpun besar teori psikologi yaitu ; teori disiplin mental, behaviorisme, dan cognitive Gestalt-Field.” Secara lebih jelas teori-teori tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1.      Teori Disiplin Mental
Teori disiplin mental memandang bahwa individu memiliki kekuatan, kemampuan, serta potensi-potensi tertentu yang dapat dikembangkan. Pengembangan potensi-potensi tersebut dinamakan belajar. Ada beberapa teori psikologi yang termasuk teori disiplin mental, diantaranya yaitu psikologi daya,vorstellungen, dan naturalisme romantik. Ketiga teori psikologi ini memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai proses pengembangan potensi-potensi tersebut.
·         Teori psikologi daya memandang bahwa individu memiliki daya-daya seperti daya mengenall, mengingat, menanggapi, mengkhayal,berfikir, merasakan, berbuat,dan sebagainya. Menurut teori psikologi daya, belajar adalah latihan yang dilakukan secara berulang-ulang.
·         Vorstellungen, teori ini memandang bahwa individu memiliki kemampuan untuk melakukan atau menanggapi sesuatu. Tanggapan tersebut meliputi impresi indra, bayangan impresi indra sebelumnya, dan rasa senang atau tidak senang.ketiga bentuk tanggapan ini tidak selalu berada dalam kesadaran, tetapi terkadang berada dalam ketidaksadaran. Menurut teori vorstellungen belajar adalah pemberian bahan yang sederhana, penting, dan menarik sesering mungkin, sehingga akan menjadi stimulasi terjadinya tanggapan-tanggapan pada kesadaran individu. Kata sesering mungkin mengandung arti bahwa proses stimulasi dilakukan secara berulang-ulang dan kontinu.
·         Teori Naturalisme Romantik dari Jean Jacques Rouseau, teori ini memandang bahwa individu memiliki potensi-potensi atau kemampuan-kemampuan yang masih terpendam dan memiliki kekuatan sendiri untuk mengembangkan dirinya secara mandiri. Melalui belajar siswa diberikan kesempatan untuk mengaktualisasikan potensi-potensi yang masih terpendam melalui belajar sendiri. Proses pembelajaran berlangsung rileks, menarik, dan bersifat alamiah (natural).
2.      Teori Behavioristik
Teori ini menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati yang bersifat molekular (unsur-unsur). Teori behavioristik memiliki beberapa ciri, yaitu
ü  mengutamakan bagian-bagian kecil,
ü  Bersifat mekanistik,
ü  menekankan pentingnya latihan.
 Ada beberapa teori psikologi yang termasuk dalam teori behavioristik, di antaranya adalah teori psikologi yang termasuk dalam teori behavioristik, diantaranya adalah teori koneksionisme, teori pengkondisian, dan teori penguatan.
v  Teori Koneksionisme dari Thorndike
Teori koneksionisme memandang bahwa tingkah laku manusia merupakan hubungan stimulus dengan respons sebanyak-banyaknya melalui proses yang dilakukan secara berulang-ulang. Dalam teori ini terdapat tiga prinsip atau hukum belajar, yaitu :
§  belajar akan berhasil apabila memiliki kesiapan (law of readiness),
§  belajar akan berhasil apabila banyak latihan (law of exercise),
§  belajar akan bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik (law of effect).
v  Teori Pengkondisian (Conditioning)
Teori koneksionisme memandang bahwa tingkah laku manusia dapat dibentuk melalui pengkondisian, yang dilakukan secara berulang-ulang. Dalam teori koneksionisme, pemberian stimulus dilakukan secara rutin sesuai dengan hasil belajar yang diinginkan. Artinya pemberian stimulus ini merupakan proses yang dinamakan proses belajar. Jadi yang dikondisikan adalah pemberian stimulusnya. Dengan demikian, maka belajar adalah merupakan suatu upaya untuk mengondisikan pembentukan perilaku atau respons terhadap sesuatu.
v  Teori Penguatan (Reinforcement) dari B.F Skinner
Teori penguatan memandang bahwa tingkah laku manusia dapat dibentuk melalui pemberian penghargaan atas respons yang dilakukan. Setiap kali terjadi perubahan tingkah laku sebagai efek dari pemberian stimulus, maka secara rutin diberikan penghargaan, sehingga melalui penghargaan ini siswa akan termotivasi untuk melakukan respons-respons berikutnya. Jadi pada teori penguatan, pengkondisian dilakukan pada rspons yang dilakukan oleh siswa. Belajar adalah upaya pemberian motivasi untuk melakuakn sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.
v  Teori Cognitif-Gestalt-Field dari Max Wertheimer
Teori ini menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati yang bersifat molar (keseluruhan) atau keterpaduan dari bagian-bagian. Teori cognitif ini lebih menekankan pada aspek mental, bukan aspek perilaku. Hasil belajar yang diutamakan adalah mengetahui sesuatu sebanyak mungkin melalui aktivitas mental atau kegiatan berfikir, sedangkan respons merupakan indikator yang menunjukkan sedang terjadi aktivitas mental pada individu yang sedang belajar. Hilgard dalam Sukmadinata (2003:171) mengemukakan bahwa ada enam ciri-ciri dari belajar pemahaman, yaitu :
v  pemahaman dipengaruhi oleh pengetahuan dasar,
v  pemahaman dipengaruhi pengalaman pemahaman yang lalu,
v  pemahaman tergantung kepada pengaturan situasi,
v  pemahaman didahului oleh usaha coba-coba,
v  belajar dengan pemahaman dapat diulangi,
v   suatu pemahaman dapat diaplikasikan bagi pemahaman pada situasi lain.
Berdasarkan ciri-ciri belajar pada kutipan diatas bahwa belajar pada intinya adalah aktivitas mental untuk mengorganisasikan bagian-bagian, sedangkan belajar adalah memahami makna hubungan antara bagian-bagian antara suatu keseluruhan.

2)      Pengertian Pembelajaran Berorientasi Aktivitas Siswa
Penerapan pembelajaran yang mengaktifkan siswa dapat dilakukan melalui pengembangan berbagai keterampilan belajar esensial secara eklektif yang antara lain sebagai berikut :
ü  berkomunikasi lisan dan tertulis secara efektif,
ü  berfikir logis,kritis, dan kreatif,
ü  rasa ingin tahu,
ü  penguasaan teknologi dan informasi,
ü  pengembangan personal dan sosial, dan
ü   belajar mandiri.
 Lima keterampilan belajar tesebut memiliki intersepsi keterkaitan antardimensi yang berisi pengetahuan,sikap, dan keterampilan yang sangat penting untuk terjadinya peristiwa pembelajaran yang sarat nilai dan mengembangkan potensi siswa melalui berbagai aktivitas belajar di sekolah. Jadi pembelajaran bukanlah komunikasi satu arah (one way communication) transformasi dari guru kepada siswa. Melainkan harus berupa komunikasi timbal balik secara inteaktif antara siswa dengan guru. Dengan komunikasi tersebut siswa ditempatkan sebagai subjek mengembangkan kreatifitas, aktifitas, dan potensinya secara langsung dalam mencari, menemukan, dan memecahkan masalah melalui pengalaman belajar.

3)      Asumsi yang Mendasari PBAS
Ada beberapa asumsi yang mendasari Pembelajaran Berorientasi Aktivitas Siswa (PBAS) yaitu :
a.       Asumsi Filosofis tentang Pendidikan
Pendidikan bukan hanya mengembangkan intelektual semata tetapi mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa. Pendidikan merupakan usaha sadar untuk mengembangkan manusia menuju kedewasaan, baik kedewasaan intelektual, sosial maupun kedewasaan moral. Pendidikan bertugas mengembangkan seluruh potensi siswa. Pendidikan pada dasarnya adalah interaksi manusia, pembinaan, dan pengembangan potensi manusia, berlangsung sepanjang hayat, kesesuaian dengan kemampuan dan tingkat perkembangan siswa, keseimbangan antara kebebasab sukses didik dan kewibawaan guru, peningkatan kualitas hidup manusia.
b.      Asumsi tentang Siswa Sebagai Subjek Pendidikan
Siswa sebagai subjek pendidikan yang sedang dalam tahap perkembangan dengan karakteristik dan potensi yang unik, heterogen, aktif, dinamis, dan memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhannya. Asumsi ini memberikan gambaran bahwa siswa adalah subjek yang memiiki potensi sehingga proses pembelajaran seharusnya diarahkan untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa.
c.       Asumsi tentang Guru
Guru bertangung jawab menciptakan suasana yang memungkinkan siswa dapat belajar dengan baik.artinya guru harus bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar siswa, guru memiliki kemampuan profesional dalam mengajar, kode etik keguruan, berperan sebagai sumber belajar, mediator, dan fasilitator belajar serta pemimpin dalam belajar dalam memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi siswa dalam belajar. Filosofi mengajar yang baik adalahbukan sekedar mentransfer pengetahuan (transfer of knowledge) kepada siswa , tetapi bagaimana membantu siswa supaya dapat belajar. (learn how to learn). Dengan demikian, proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari, menemukan, dan memecahkan masalah secara lansung dari pengalaman belajarnya.pembelajaran seperti ini lebih dikenal dengan pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa (student centered).
d.      Asumsi yang Berkaitan dengan Proses Pembelajaran
Proses belajar akan terjadi bila siswa berinteraksi secara aktif dengan lingkungan belajarnya. Artinya proses pembelajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu sistem, proses belajar akan terjadi apabila siswa berinteraksi dengan lingkungan yang dirancang dan dipersiapkan oleh guru, dan lebih efektif bila menggunakan metode, strategi, pendekatan, dan modelpembelajaran yang tepat dan berdaya guna, pembelajaran memberi penekanan pada proses dan produk secara propesional dan dari inti pembelajaran adalah adanya aktifitas belajar siswa secara aktif, kreatif, dan bermakna.
Dari keempat asumsi diatas bahwa pembelajaran hendaknya menitikberatkan pada aktivitas siswa dengan cara memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk beraktivitas dan berkreativitas dalam mengembangkan potensinya menuju tingkat yang lebih dewasa. Dengan proses penekanan siswa, pembelajaran jadi lebih bermakna sarat nilai dan lenbih humanis dalam mengembangkan kepribadian siswa secara menyeluruh. Karena dengan proses belajar tersebut siswa mendapatkan pengalaman langsung secara kontkstual.

4)      Peran Guru dalam Penerapan Pembelajaran Berorientasi  Aktivitas Siswa
Pelaksanaan pembelajaran berorientasi aktivitas siswa memposisikan guru dan siswa sama-sama sebagai subjek dalam kegiatan belajar hanya beda peran dan tugasnyanya saja. Artinya dengan PBAS tidak berarti siswa dibuat aktif menggantikan peran guru, sehingga guru tidak perlu memainkan perannya dalam pembelajaran. Tetapi aktifitas belajar siswa diciptakan dan dikondisikan oleh guru sebagai mediator dan fasilitator belajar siswa. Dengan posisi yang sama-sama sebagai subjek belajar, siswa dapat mempelajari materi pelajaran secara aktif dan langsung memainkan perannya dalam setting kontekstual. Artinya siswa belajar sesuatu sebagai pengalaman langsung dan hasil dari pengalaman tersebut akan menjadi individu yang memiliki kepribadian dan sikap positif serta keterampilan yang dapat menunjang pada kehidupan mandiri di masyarakat. Menurut Sanjaya (2008:139) ada enam tugas yang harus dilakukan guru dalam desain pembelajaran berorientasi aktivitas siswa yaitu :
ü  mengemukakan berbagai alternatif tujuan pembelajaran yang harus dicapai sebelum kegiatan pembelajaran dimulai;
ü  menyusun tugas-tugas bersama siswa;
ü  memberi informasi tentang kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan;
ü  memberikan bantuan dan pelayanan kepada siswa yang memerlukannya;
ü  memberikan motivasi, mendorong siswa untuk belajar, membimbing dan lain sebagainya melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan; dan
ü  membantu siswa dalam menarik suatu kesimpulan kegiatan pembelajaran.

5)      Penerapan PBAS dalam Pembelajaran
Menurut Sanjaya (2008;139), pembelajaran berorientasi aktivitas siswa dapat dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan pembelajaran. Misalnya kegiatan mendengarkan, berdiskusi, bermain peran, melakukan pengamatan, melakukan eksperimen, membuat sesuatu, menyusun laporan, memecahkan masalah,dan praktek melakukan sesuatu.
a.       Keterlibatan Siswa dalam Proses Perencanaan meliputi :
ü  Perumusan tujuan pembelajaran. Idealnya dalam menetapkan tujuan pembelajaran seorang guru melibatkan siswa. Hal ini dilakukan karena konten pelajaran berisi kemampuan atau kompetensi dan pengalaman-pengalaman siswa yang akan dikembangkan dalam  kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan tugas-tugas perkembangan siswa.
ü  Penyusunan rancangan pembelajaran. Pada penyusunan RPP seorang guru harus melibatkan siswa, hal ini dilakukan agar RPP yang dibuat oleh guru dapat diterima dan sesuai dengan kebutuhan belajar siswa.
ü  Memilih dan menentukan sumber belajar. Dalam memilih dan menetapkan sumber belajar, seorang guru harus melibatkan siswa, yaitu dengan cara melibatkan siswa untuk mencari dan menemukan bahan dan sumber yang dibutuhkan siswa melalui penugasan dan pembuatan makalah dalam kegiatan pembelajaran.
ü  Menentukan dan mengadakan media pembelajaran yang akan digunakan. Siswa memiliki interest yang sangat berbeda-beda, yaitunada yang auditif (senang mendengarkan), visual (senang melihat), dan kinestetik (senang melakukan), untuk itu agar menyentuh semua interest tersebut guru harus menggunakan multimedia yang melibatkan siswa.
b.      Keterlibatan Siswa dalam Proses Pembelajaran, melalui :
ü  Kegiatan fisik, mental, intelektual. Tujuan yang ingi dicapai dalam proses pembelajaran adalah pencapaian kompetensi akademik, sosial dan vokasional, atau kalau meminjam istilah Bloom yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Artinya dala proses pembelajaran guru harus elibatkan siswa terhadap hal tersebut, yaitu melalui kegiatan pengalaman langsung seperti praktek, peragaan, bermain peran, pemecahan masalah yang dilakukandalam kegiatan pembelajaranbaik didalam kelas maupun diluar kelas.
ü  Kegiatan eksperimental. Dalam kegiatan eksperimental guru harus banyak melibatkan siswa baik melalui kegiatan observasi, melakukan langsung ke laboraturium atau kelapangan sampai pada pembuatan laporan untuk dipresentasikan, guru harus memberikan waktu yang sebanyak mungkin kepada siswa untuk mengembangkan kemampuannyadalam kegiatan eksperimen tersebut.
ü  Kegiatan siswa untuk menciptakan iklim belajar yang kondusif, pada dasarnya siswa ingin dalam proses pembelajaran terjadi suasana yang menyenangkan dan bermakna, untuk itu guru harus kreatif dan inovatif dalam mengelola proses pembelajaran dengan melibatkan siswa seoptimal mungkin.
ü  Keterlibatan siswa untuk mencari dan memanfaatkan sumber belajar yang ada. Sumber belajar ini sangat tidak terbatas apalagi dengan adanya komputer, internet dan media cetak, sehingga guru harus mampu memanfaatkan peluang yang baik ini.
ü  Adanya interaksi multiarah, yaitu yaitu interaksi siwa dengan siswa, dan interaksi siswa dengan guru. Guru harus mampu menciptakan interaksi yang transaksional, yaitu melibatkan siswa dalam menyampaikan pendapatnya dalam kegiatan pembelajaran seperti : bertanya, menjawab, menyanggah ,menambahkan, mengomentari, mengulas menyimpulkan,dan sebagainya. Tugas guru adalah mengatur interaksi multiarah tersebut sehingga terarah dan bermakna dalam kegiatan proses pembelajaran.
c.       Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan PBAS
·         Kemampuan Guru
Guru merupakan faktor utama dalam pembelajaran, meskipun pembelajaran tersebut Pembelajaran Berorientasi Aktivitas Siswa (PBAS).
·         Sarana dan Prasarana Belajar
Untuk mendukung kegiatan pembelajaran berorientasi aktivitas siswa agar berhasil dengan baik memerlukan dukungan fasilitas atau sarana dan prasarana belajar yang memadai seperti :
Ø  ruang kelas yang memadai untuk terjadinya proses pembelajaran yang menimbulkan aktivitas siswa,
Ø  tersedianya berbagai fasilitas media dan sumber belajar,seperti flip chart, papan planel, buku, majalah, surat kabar, buletin, media radio, OHP,CD interaktif (CBI), media televisi, film slide.
d.      Lingkungan Belajar
Lingkunagan belajar yang dimaksud meliputi lingkungan fisik dan lingkungan psikologis. Lingkungan fisik seperti posisi letak sekolah, keadaan sekolah atau kondisi sekolah, jumlah ruang kelas,ruang olah raga, kmar kecil dan lain-lain. Sedangkan lingkungan psikologis yaitu iklim sosial di sekolah yang kondusif misalnya keharmonisan guru dengan guru, guru dengan kepala sekolah, siswa dengan siswa, siswa dengan guru atau hubungan anatara sekolah dengan orang tua siswa dan sekolah dengan lingkungan sekitar sekolah.
e.       Mengaktifkan Siswa Melalui Pendekatan dan Model Pembelajaran
Cara pelaksanaan hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, strategi, pendekatan dan model pembelajaran yang dapat menjadikan siswa aktif dalam belajar, yaitu :
·         Strategi pembentukan tim, misalnya bertukar tempat, resume kelompok, pencarian teman sekelas, prediksi, iklan televisi, teman yang kita miliki,saling mngenal, benteng pertahanan, mengakrabkan kembali,hembusan angin kencang, menyusun aturan dasar kelas.
·         Strategi penilaian sederhana, yaitu pertanyaan penilaian, pertanyaan yang dimilki siswa, penilaian  instan, sampel perwakilan, persoalan pelajaran, dan pertanyaan kuis.
·         Strategi pelibatan belajar langsung, yaitu berbagai pengetahuan secara aktif, merotasi pertukaran kelompok orang, kembali ketempat semula, menyemarakkan suasana belajar, bertukar pendapat, benar atau salah, bertanggung jawab terhadap mata pelajaran, membantu siswa secara aktif.
·         Belajar dalam satu kelas penuh yaitu memberi pertanyaan, pembentukan tim,memebuat catatan ikhtisar, pengajaran sinergis, pengajaran terarah, menemui pembicara tamu, mempraktekkan materi yang diajarkan, membagi kelompok,memerankan pahlawan.
·         Menstimulasi diskusi kelas, yaitu debat aktif, rapat dewan, keputusan terbuka tiga tahab, memperbanyak anggota diskusi panel, argumen dan argumen tandingan, membaca keras-keras, pengadilan oleh hakim.
·         Pengajuan pertanyaan yaitu belajar berawal dari pertannyaan, pertanyaan yang disiapkan, pertanyaan pembalika peran.
·         Belajar bersama, yaitu pencarian informasi, kelompok belajar,kekuatan dua orang, kuis tim.
·         Pengajaran sesama siswa, yaitu pertukaran kelompok dengan kelompok, belajar ala permainan jigsaw, siswa berperan sebagai guru, pemberian pelajaran antarsiswa, studi kasus buatan siswa, pemberitaan, poster.
·         Belajar secara mandiri, yaitu imajinasi,menulis di sini dan saat ini, peta pikiran, belajarsekaligus bertindak, jurnal belajar, kontrak belajar, belajar modul, belajar paket.
·         Belajar yang efektif yaitu, mengetahui yang sebenarnya, pemeringatan pada papan pengumuman, apa? Dan  sekarang bagaimana?
·         Pengembangan keterampilan, yaitu formasi regu tembak, pengamatan dan pemberian masukan secara aktif, pemeranan lakon yang tidak membuat grogi siswa, pemeranan lakon oleh tiga orang siswa, menggilir peran, memperagakan caranya, memperagakan tanpa bicara, pasangan dalam praktek pengulangan, pemberian peran, lembar bola, kelompok penasehat.
·         Penerapan model pembelajaran kooperatif (STAD, Jigsaw, investigasi kelompok, membuat pasangan, TGT, dan model struktural).
·         Penerapan pembelajaran berbasis masalah, melalui orientasi siswa pada masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
·         Penerapan pembelajarn konstektual, yaitu melalui mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar bermakna, kegiatan inkuiri, mengembangkan sikap ingin tahu,menciptakan masyarakat belajar, menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, membiasakan anak melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran, dan melakukan penilaian secara objektif.
·         Penerapan pembelajaran berbasis komputer, meliputi penggunaan model drill and practice untuk latihan soal, simulasi, dan games instruction.
·         Penerapan pembelajaran PAKEM, PIKEM, yaitu pembelajaran yang menuntut partisipasi siswa, aktivitas siswa, inovasi siswa, kreativitas siswa, dan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dengan menggunakan multimedia, multi sumber, multistrategi, multimetode sehingga dapat menyentuh interest siswa baik yang auditif, visual, maupun kinestetik.
·         Penerapan model pembelajaran kolaboratif, merupakan salah satu model student-centered learning yaitu peserta didik dituntut untuk berperan secara aktif dalam bentuk belajar bersama
Ada banyak macam pembelajaran kolaborafif yang pernah dikembangkan oleh para ahli maupun praktis pendidikan, teristimewa  oleh para ahli Student Team Learning pada Jhon  Hopkins University. Tetapi hanya sekitar sepuluh macam yang mendapatkan perhatian secara luas, yaitu :
Ø  Learning Together
Pembentukan kelompok-kelompok  dikelas beranggotakan siswa-siswa yang beragam kemampuannya. Tiap kelomp9k bekerja sama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.
Ø  Team-Games-Turnament (TGT)
Setelah belajar bersama kelompoknya sendiri, apar anggota suatu kelompok akan berlomba dengan anggota kelompok lain sesuai dengaj tingkat kemampuan masing-masing. Penilaian didasarkan pada jumlah nilai yang diperoleh kelompok.
Ø  Group Investigation (GI)
Menurut Dewey dan Thelan (dalam Santyasa, 2006). Langkah-langkah pembelajaran kolaboratif group investigation adalah sebagai berikut.
§  Para siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tudgas sendiri-sendiri.
§  Seemua siswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis.
§  Kelompok kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi, mendemonstrasikan, meneliti, menganalisis, dan memformulasikan jawaban-jawaban tugas atau masalah dalam LKS atau masalah yang ditemukan sendiri.
§  Setelah kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-masing siswa menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap.
§  Guru menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan agar semua kelompok dapat giliran ke depan) untuk melakukaj presentasi hasil diskusi kelompok kolaboratifnya di depan kelas. Siswa pada kelompok lain mengamati, mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi. Kegiatan ini dilakukan lebih kurang 20-30 menit.
§  Masing-masing siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi, inferensi, dan revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang akan dikumpulkan.
§  Laporan masing-masing siswa terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan, disusun perkelompok kolaboratif.
§  Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemukan berikutnya, dan didiskusikan.
Ø  Academik-Construction Controversi (AC)
Setiap anggota kelompok dituntut kemampuannya untuk berada dalam setiap situasi konflik intelektual yang dikembangkan berdasarkan hasil belajar masing-masing, baik bersama anggota sekelompok maupun dengan anggota kelompok lain. Kegiatan pembelajaran ini mengutamakan pencapaian dan pengembangan kualitas pemecahan masalah, pemikiran kritis, pertimbangan, hubungan antarpribadi, kesehatan psikis dan keselarasan. Penilaian didasarkan pada kemampuan setip anggota maupun kelompok mempertahankan posisi yanng dipilihnya.
Ø  Jigsaw Proscedure (JP)
Dalam betuk pembelajaran ini, anggota suatu kelompok diberi tugas yang berbeda-beda tentang suatu pokkok bahasan. Agar setiap anggota dapat memahami keseluruhan pokok bahasan, tes diberikan dengan materi yang menyeluruh. Penilaian didasarkan pada rata-rata skor tes kelompok.
Ø  Student Team Achiement Divisions (STAD)
Para siswa dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Anggota-anggota dalam setiap kelompok saling belajar dan membelajarkan sesamanya. Fokusnya adalah keberhasilan seorang akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok dan demikian pula keberhasilan kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan individu siswa. Penilaian didasarkan pada pencapaian hasil belajar individual maupun kelompok.
Ø  Complex Instrucion (CI)
Metode pembelajaran ini menekankan pelaksanan suatu suatu peroyek  yang berorentasi pada penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika dan penghasialan social. Fokusnya adalah menumbuhkembangkan kreterian semua anggota kelompok terhadap pokok bahasan.metode ini umumnya digunakan dalam pembelajaran yang bersifat bilingual (menggunakan dua bahasa) dan antara para siswa yang sangat heterogen,penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok.
Ø  Team  Accelerate Instruction(TAI)
Bentuk pembelajaran ini merrupakan kombinasi dari pembelajaran koopratif/kolaboratif dengan pembelajaran individual .secara bertahap,seriap kelompok diberi soal-soal yang harus mereka kerjakan sendiri terlebih dahulu .setelah ini dilaksanakan penilaian bersama-sama  dalam kelompok .jika soal tahap pertama telah diselesaikan dengan benar ,setap siswa mengerjakan tahap berikutnya .namun,jika seorang siswa belum dapat menyelesaikan soal tahap pertama dengan benar,ia harus menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama.setiap tahap soal disusun berdasarkan tingkat kesukaran soal.penelitian  didasarkan pada hasil belajar individual maupun kelompok.
Ø  Cooperative Learning Structures(CLS)
Dalam pembelajaran ini setiap kelompok dibentuk dengan anggota dua siswa(berpasangan).seorang siswa bertindak sebagai tutor dan yang lain menjadi tutee.tutor mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh tutee.bila jawaban tutee benar,ia memperoleh poin atau skor  yang telah ditetapkan terlebih dahulu .Dalam selang waktu yang juga telah diteteapkan sebelumnya ,kedua siswa yang berpasangan itu berganti peran.
Ø  Cooprative Integrated Reading and Composition (CIRC)
Model pembelajaran ini mirip dengan TAI.sesuai namanya,model pembelajaran ini menekankan pembelajaran membaca,menulis,dan tatabahasa.Dalam pembelajaran ini,para siswa saling menilaik kemampuan membaca,menulis,dan tatabahasa.baik secara tertulis maupun lisan dalam kelimpoknya.[11]









[1] Rusman, Model-Model Pembelajaran.(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2010) 
[2] Rusman, Model-Model Pembelajaran.(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2010)  
[3] Rusman, Model-Model Pembelajaran.(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2010)  h 202-226
[4] Rusman, Model-Model Pembelajaran.(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2010)  h 229 - 239
[5]  Rusman, Model-Model Pembelajaran.(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2010)  
[6] Rusman, Model-Model Pembelajaran.(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2010)  
[7] Rusman, Model-Model Pembelajaran.(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2010)  h. 335-353
[8] Rusman, Model-Model Pembelajaran.(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2010)  
[9] Rusman, Model-Model Pembelajaran.(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2010)  
[10] Rusman, Model-Model Pembelajaran.(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2010)  
[11] Rusman, model-model pembelajaran.(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2010)  h 380-404